BANGKA, KOMPAS.com - Tanaman sorgum hingga kini masih terabaikan. Padahal, sorgum bisa tumbuh di lahan minim pasokan air. Selain itu sorgum bisa menghasilkan berbagai macam produk turunan.
Dewan Pakar Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Bangka Belitung Deddy Hartady mengatakan, minat masyarakat untuk bertanam sorgum terbilang rendah. Sehingga tanaman serealia itu terkesan terabaikan dan tidak masuk prioritas budidaya.
"Kalau bicara di Bangka Belitung sorgum ini sudah dikenalkan sejak 1995, masih zaman orde baru. Tapi masyarakat kebanyakan maunya instan dan ada penambangan yang dianggap lebih cepat dapatnya," kata Deddy saat berbincang dengan Kompas.com, di Pangkalpinang, Minggu (15/10/2023).
Deddy mengungkapkan, dirinya punya pengalaman pahit saat menghadapi situasi ketika sorgum berhadapan dengan kepentingan penambangan timah oleh masyarakat. Kala itu sorgum yang sudah tumbuh besar dibabat habis karena lahannya jadi lokasi penambangan.
Baca juga: Pangan Lokal Jadi Solusi Krisis Pangan, tapi Ada Hambatan
"Nangis saya karena sorgumnya sebentar lagi panen, tapi akhirnya dibabat semua karena mau ditambang timah," ujar Deddy.
Namun ,Deddy mengaku tidak mau berputus asa dengan kondisi yang terjadi. Ia terus mengajak masyarakat untuk bertanam sorgum. Baik itu tanaman dalam skala kebun, maupun tanaman pekarangan rumah.
Edukasi tentang sorgum, menjadi salah satu kunci untuk mengubah pola pikir masyarakat.
Menurut Deddy, Bangka Belitung menjadi daerah yang cocok untuk budidaya sorgum. Sebab banyak lahan kritis bekas penambangan yang harus dipulihkan.
"Sorgum sebagai tanaman pangan yang sejalan dengan program food estate pemerintah," ujar Deddy.
KTNA Bangka Belitung akan terus menggiatkan penanaman sorgum. Saat ini sedang dipersiapkan lahan seluas empat hektar di Sungai Selan, Bangka Tengah.
Sorgum yang sekilas seperti tanaman jagung dan gandum itu, diproyeksikan bisa panen dalam masa tiga bulan. Dalam setahun setiap hektarnya bisa panen sebanyak tiga kali.
Baca juga: Pemerintah Harus Jamin Akses Masyarakat Beli Beras saat Harga Pangan Naik
"Panen kedua bisa menghasilkan lebih banyak dari panen pertama. Kalau panen pertama tiga sampai empat ton per hektar. Sementara pada panen kedua bisa mencapai lima sampai tujuh ton per hektar. Ini bisa terjadi karena pada panen kedua semua rumpun telah menghasilkan malay (tongkol) sorgum secara maksimal," papar Deddy.
Satu malay berat biji keringnya berkisar dua sampai lima ons. Estimasi penanaman untuk setiap hektar sebanyak 1.000 batang.
Anakan sorgum atau ratun biasanya tumbuh besar saat batang induk dipanen. Sehingga petani tidak perlu menanam berulang-ulang.
"Dalam setahun cukup satu kali tanam. Tanaman kering dengan kebutuhan air yang sangat rendah, bahkan di bawah jagung, sehingga cocok untuk lingkungan panas dan lahan kritis," jelas Deddy yang dijuluki jenderal sorgum.
Baca juga: Irjen Kementan: 20 Persen Dana Desa untuk Sektor Pangan
Saat ini, harga beli biji sorgum kering berkisar Rp 5.000 per kilogram hingga Rp 10.000 per kilogram. Selanjutnya dari biji sorgum bisa diolah menjadi beras sorgum, popcorn, tepung dan susu.
"Semua bahan makanan dari sorgum menjadi makanan wajib bagi anak autis, auto imun dan mereka yang sedang diet," ucap Deddy.
Sementara batang sorgum bisa diolah menjadi bahan baku gula pasir atau dijadikan pakan ternak.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya