Produk tembakau alternatif seperti rokok elektrik misalnya, di samping tidak mengandung TAR yang dianggap berbahaya, produk ini hanya melepaskan uap ke udara, tidak mengeluarkan asap sehingga dianggap lebih aman dan tidak mencemari kualitas udara.
Fathudin melanjutkan, profil risiko yang lebih rendah pada produk tembakau alternatif sudah semestinya didukung dengan kebijakan-kebijakan yang selaras dengan UU Kesehatan yang baru disahkan tahun ini.
Pasal 149 ayat 4 Undang-Undang (UU) Kesehatan menegaskan produksi, peredaran, dan penggunaan produk tembakau harus memenuhi standar dan/atau persyaratan yang ditetapkan dengan mempertimbangkan profil risiko kesehatan.
Selain itu, pemerintah juga perlu mendukung industri yang turut serta mengambil peran dan terlibat dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia melalui pengembangan inovasi.
Hal ini mengingat, derajat Kesehatan merupakan syarat bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), agar lebih produktif, berdaya saing untuk menyongsong Indonesia Emas 2045.
Baca juga: Dorong Hilirisasi dan Isu Keberlanjutan, AII Pertemukan Inventor dan Industri
Konferensi internasional ICONIST 2023 menghadirkan peneliti dari 16 negara di Asia Tenggara, Timur Tengah, Australia, dan Eropa. Seperti dari negara, Malaysia, Tiongkok, Mesir, Pakistan, Irak, India, Sudan, Amerika Serikat, Australia, Britania Raya, Norwegia, Bangladesh, Qatar, dan Filipina.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya