KOMPAS.com – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) tidak ingin ada impunitas atau ketiadaan penghukuman bagi seluruh pelaku sindikat tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di ASEAN.
Hal tersebut disampaikan anggota Komnas HAM Anis Hidayah menjelang Konferensi Regional terkait TPPO ASEAN di Kuta, Bali, Senin (6/11/2023).
“Kami perlu dorong agar para pelaku di semua level sindikat itu tidak lepas atau terjadi impunitas (tidak bisa dipidana),” kata Anis, sebagaimana dilansir Antara.
Baca juga: Waspada, Pelaku Perdagangan Orang Mulai Incar Masyarakat Berpendidikan
Dia berharap, pemangku kepentingan bergerak bersama memerangi perdagangan orang karena dia menilai negara-negara di kawasan Asia Tenggara darurat TPPO.
Indonesia telah memiliki Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO.
Namun, cara kerja sindikat TPPO terungkap melibatkan oknum aparat setelah Polda Metro Jaya menangkap 12 orang anggota sindikat TPPO jaringan internasional pada 27 Juli 2023.
Sindikat itu melibatkan oknum anggota kepolisian dan petugas imigrasi dalam kasus penjualan organ ginjal di Kamboja.
Baca juga: Libya, Eritrea, dan Yaman, 3 Negara dengan Perdagangan Orang Terburuk di Dunia
Anis mengajak seluruh pemangku kepentingan memperkuat komitmen memberantas TPPO.
Pasalnya, modus yang dipakai dalam merekrut para korban saat ini menggunakan teknologi atau media sosial, salah satunya melalui Facebook.
Para korban dijanjikan pekerjaan tertentu namun ternyata mereka menjadi korban penipuan secara daring atau scamming.
“Dalam satu tahun terakhir, Kementerian Luar Negeri menangani dan merepatriasi korban scamming dari beberapa negara di ASEAN lebih dari 1.200 orang. Jadi ini situasi yang tidak biasa dan penting untuk direspons,” ucap Anis.
Berdasarkan data Kementerian Luar Negeri, korban TPPO mengalami penahanan paspor, kontrak kerja yang tidak jelas, jam kerja berlebihan, hingga kekerasan fisik dan verbal.
Baca juga: Berdayakan Perempuan di Desa Demi Cegah Perdagangan Orang
Sejak 2020, Kementerian Luar Negeri mencatat banyak WNI terjebak di perusahaan online scamming yang sebagian besar di kawasan Asia Tenggara dan mengalami eksploitasi.
Hingga Mei 2023, Kementerian Luar Negeri menangani 2.438 kasus WNI terjebak online scamming. Sekitar 50 persen atau 1.233 WNI terjebak di Kamboja.
Sisanya, di Myanmar sebanyak 205 WNI, Filipina 469 WNI, Laos 276 WNI, Thailand 187 WNI, Vietnam 34 WNI, Malaysia 30 WNI, dan Uni Emirat Arab 4 WNI.
Sedangkan pada 2022, Kementerian Luar Negeri memulangkan 425 WNI yang terjebak kasus sama.
Sayangnya, beberapa mereka yang sudah dipulangkan ada yang kembali ke luar negeri untuk bekerja di sektor yang sama.
Baca juga: Tindak Pidana Perdagangan Orang Telan 1789 Korban, Ini Upaya Pemerintah
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya