KOMPAS.com – Belum ada partai politik di Indonesia yang mempertimbangkan rekomendasi Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) untuk menekan laju perubahan iklim.
IPCC menetapkan dan menegaskan kembali target pengurangan emisi mencapai netralitas karbon atau net zero emission (NZE) yang harus dicapai semua negara pada 2050.
Temuan mengenai partai politik di Indonesia yang tidak mempertimbangkan temuan IPCC muncul berdasarkan penelitian terbaru dari Yayasan Indonesia Cerah yang dirilis pada 13 September.
Baca juga: Perubahan Iklim Sebabkan Badai Menguat dengan Cepat
Studi tersebut diberi judul “Rekam Jejak Partai Politik di Isu Iklim dan Transisi Energi: Analisis atas Temuan Media dan Platform Partai” yang diunggah di situs web Yayasan Indonesia Cerah.
Penelitian tersebut dilakukan dengan mengumpulkan data pemberitaan dari 10 media massa daring dengan pembaca terbanyak untuk dataset tiga tahun terakhir.
Data yang diambil menyangkut pemberitaan terhadap partai politik yang lolos ambang batas atau parliamentary threshold pada Pemilu 2019.
Dalam studinya, Yayasan Indonesia Cerah menyampaikan bahwa bahasan mengenai perubahan iklim dan transisi energi cenderung disampaikan untuk menjalin kerja sama internasional.
“Terbukti dari lebih banyak disampaikan pada agenda yang bersifat internasional, seperti KTT maupun pertemuan bilateral ketimbang kegiatan atau momentum lokal,” tulis tim penyusun dalam studi tersebut.
Baca juga: Perubahan Iklim Ancam Kehidupan Tumbuhan Jadi Punah
Rata-rata, partai politik lebih mendorong solusi teknologi, termasuk yang diragukan kinerjanya, dalam transisi energi dan perubahan iklim dibandingkan solusi berbasis alam.
Contoh solusi teknologi yang diragukan dapat mengurangi emisi secara signifikan seperti penangkap dan penyimpan karbon atau carbon capture storage (CCS), gasifikasi batu bara, nuklir, dan gas alam.
Sementara itu, solusi berbasis alam contohnya adalah konservasi serta restorasi lahan dan hutan.
Menurut laporan IPCC, suhu permukaan Bumi saat ini sudah lebih dari 1,09 derajat celsius dibandingkan periode antara 1850 hingga 1900.
Akan tetapi, kenaikan suhu Bumi tidak berhenti di situ, bahkan diprediksi akan terus meningkat akibat pelepasan emisi gas rumah kaca (GRK) ke atmosfer.
Baca juga: Negara Kepulauan Paling Terdampak Perubahan Iklim, PDB Dihantam Keras
Apabila rata-rata suhu global meningkat mencapai 1,5 derajat celsius, akan berdampak pada sektor perairan dan pertanian.
Kenaikan suhu di atas 1,5 derajat celsius juga menyebabkan distribusi dan intensitas curah hujan ekstrem meningkat, yang berpotensi menyebabkan banjir bandang.
Dalam Sintesa Laporan Penilaian keenam (AR6), IPCC memperingatkan bahwa negara-negara berkembang diprediksi akan merasakan dampaknya terlebih dahulu, meskipun akhirnya memengaruhi semua bentuk kehidupan di Bumi.
Dilansir dari Kompas.id, salah satu poin yang ditekankan dalam AR6 adalah penetapan target pengurangan emisi untuk mencegah kenaikan suhu Bumi hingga 2050.
Target pengurangan emisi harus dilakukan bersama-sama oleh semua negara dengan berbagai upaya, termasuk menghentikan penggunaan energi kotor dan beralih ke energi bersih.
Baca juga: Ancaman Perubahan Iklim Makin Nyata, Green Building Perlu Diprioritaskan
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya