KOMPAS.com – Pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) Terapung Cirata yang terletak di Waduk Cirata, Purwakarta, Jawa Barat, diresmikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Kamis (9/11/2023).
Dalam sambutannya, Jokowi mengatakan PLTS Terapung Cirata merupakan yang terbesar se-Asia Tenggara dengan total kapasitas terpasang 192 megawatt peak (MWp).
Selain PLTS terapung, Waduk Cirata sebelumnya sudah memiliki Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dengan kapasitas 1.000 MW.
Baca juga: Jokowi Resmikan PLTS Terapung Waduk Cirata, Terbesar Ketiga di Dunia
Jokowi menyampaikan, pengembangan PLTS terapung di Cirata tak berhenti di angka 192 MWp, tapi bisa dimaksimalkan hingga 1.000 MWp.
“Hari ini merupakan hari yang bersejarah karena mimpi besar kita untuk membangun pembangkit energi baru terbarukan dalam skala besar akhirnya bisa terlaksana,” kata Jokowi dalam peresmian PLTS Terapung Cirata yang disiarkan dalam YouTube Sekretariat Presiden, Kamis.
“Kita berhasil bangun pembangkit listrik Tenaga surya terapung yang terbesar di Asia tenggara dan nomor tiga di dunia,” sambungnya.
Lembaga think tank energi Institute for Essential Services Reform (IESR) menilai, PLTS Terapung Cirata menjadi tonggak akselerasi pemanfaatan energi surya berskala besar di Indonesia.
Baca juga: Jokowi Resmikan PLTS Terapung Cirata Berkapasitas 192 MWp di Purwakarta
Selain di Cirata, IESR juga mendorong pemerintah dan PLN untuk memanfaatkan potensi teknis PLTS terapung di sejumlah waduk dan bendungan di Indonesia.
Potensi teknis terapung di Indonesia sangatlah besar, mencapai 28,4 gigawatt (GW) dari 783 lokasi badan air di Indonesia.
Data dari Kementerian ESDM menunjukkan, PLTS terapung skala besar dapat dikembangkan setidaknya di 27 lokasi badan air yang memiliki pembangkit listrik tenaga air (PLTA), dengan total potensi 4,8 GW dan setara dengan investasi sebesar Rp 55,15 triliun.
Pemerintah dan PLN perlu mengoptimalkan potensi PLTS terapung dengan menciptakan kerangka regulasi yang menarik minat pelaku usaha untuk berinvestasi di pembangkit ini.
Baca juga: Sejumlah 3.248 KK di Kepri Dapat Akses PLTS dan Dapat Bantuan BPBL
Salah satunya dengan memberikan tingkat pengembalian investasi sesuai profil risiko tetapi menarik dan mengurangi beban tambahan dalam mengelola investasi.
Selain itu, pemerintah perlu memperhatikan skema penugasan PT PLN kepada anak perusahaannya, yang selama ini menjadi opsi prioritas pengembangan PLTS terapung.
Melalui skema ini, anak perusahaan mencari equity investor untuk kepemilikan minoritas tetapi harus mau menanggung porsi equity yang lebih besar melalui melalui pinjaman pemegang saham.
Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa mengatakan, skema tersebut menguntungkan PLN, tetapi memangkas pengembalian investasi bagi investor dan beresiko pada bankability proyek dan minat pemberi pinjaman.
Baca juga: Dimulai, Proyek PLTS Berkapasitas 50 Megawatt di IKN
“Skema ini juga dapat menciptakan persaingan usaha yang tidak sehat di antara para pelaku usaha, karena hanya mereka yang punya ekuitas besar saja yang bisa bermitra dengan PLN, dan mayoritas investor asing. Hal ini dapat berdampak pada minat investasi secara keseluruhan,” kata Fabby dalam rilisnya.
Menurut Fabby, solusi untuk mengatasi hal tersebut adalah memperkuat permodalan PLN dan anak perusahaannya melalui penyertaan modal negara (PMN), khususnya untuk pengembangan energi terbarukan.
Selain itu, solusi lainnya adalah memberikan pinjaman konsesi kepada PLN melalui PT SMI yang kemudian dapat dikonversi sebagai kepemilikan saham pada proyek PLTS terapung.
Baca juga: Potensi PLTS Terapung Indonesia Melimpah Ruah
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya