KOMPAS.com – Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL) mendorong keseimbangan antara model ekonomi konvensional berbasis perkebunan monokultur menuju model ekonomi berbasis alam.
Ekonomi berbasis alam yang dimaksud seperti bioekonomi dan ekonomi restoratif. Sektor ini berfokus pada hilirisasi produk berbasis alam dan keanekaragaman hayati yang dikelola secara kolektif oleh masyarakat lokal.
LKTL merupakan asosiasi kabupaten yang dibentuk untuk mempertemukan lintas pemangku kepentingan dalam mewujudkan pembangunan lestari.
Baca juga: Dorong Inovasi Lestari, UID Gelar Perayaan Kelulusan Program BEKAL Pemimpin 3.0
Asosiasi ini terdiri dari sembilan kabupaten yaitu Aceh Tamiang, Siak, Kapuas Hulu, Musi Banyuasin, Sanggau, Sintang, Gorontalo, Sigi, dan Bone Bolango.
LKTL memposisikan diri sebagai jembatan transisi pembangunan berkelanjutan melalui inovasi berbasis alam bagi komoditas strategis.
Upaya inovasi tersebut bergerak dari perkebunan monokultur seperti kelapa sawit menuju pemberdayaan berbagai komoditas berbasis alam.
Komoditas berbasis alam yang dimaksud seperti kopi, kakao, kelapa, bambu, dan produk-produk turunan agroforestri yang berdampak pada terjaganya hutan dan gambut seperti atsiri nilam, vanila, tengkawang, lada, gambir, dan komoditas asli hutan Indonesia lainnya.
Untuk menuju ekonomi berbasis alam, dibutuhkan portfolio hijau sekaligus pelibatan sektor swasta, termasuk pelaku investasi serta pelaku rantai pasok komoditas.
Baca juga: Aksi Bersih 10 Kota, CCEP Indonesia Dorong Wujudkan Lingkungan Bersih, Sehat, dan Lestari
Wakil Bupati Siak sekaligus Wakil Ketua Umum LTKL Husni Merza mengatakan, seluruh ekosistem LTKL menciptakan cetak biru transformasi yurisdiksi berkelanjutan untuk mencapai kesiapan menyambut pasar global.
Hal tersebut, kata Husni, terkait dengan komitmen sembilan kabupaten yang tergabung dalam LKTL untuk melindungi setidaknya 50 persen hutan, gambut dan ekosistem penting.
“Terdapat lima pilar esensial di dalam cetak biru tersebut yaitu perencanaan, kebijakan dan regulasi, tata kelola multi pihak, inovasi dan investasi, serta pengukuran kemajuan,” kata Husni dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Selasa (21/11/2023).
Sampai 2023, terdapat 168 mitra multipihak termasuk sektor swasta yang bekerja sama untuk mendorong kesiapan kabupaten LTKL menuju transformasi keberlanjutan.
Dari sisi pengukuran dan monitoring kesiapan, LTKL telah menyusun dan menjalankan monitoring kesiapan melalui Kerangka Daya Saing Daerah (KDSD).
KDSD merupakan kumpulan dari berbagai kerangka nasional maupun global yang memetakan serangkaian kebijakan, indikator, dan alat bantu untuk mengevaluasi dan meningkatkan daya saing kabupaten suatu wilayah.
Baca juga: Ajak Publik Lestarikan Alam, YKAN Gelar Misi Lestari 2023: See Nature
Saat ini, industri kelapa sawit masih berperan penting dalam perekonomian Indonesia dan menyerap jutaan pekerja.
Akan tetapi, potensi ekonomi dari solusi berbasis alam seperti bioekonomi maupun bioprospeksi sangat besar dan relevan dengan keanekaragaman hayati Indonesia.
Menurut Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa atau UNEP, sumber pendanaan publik untuk solusi berbasis alam pada 2022 menyumbang 83 persen dari estimasi investasi tahunan yakni 154 miliar dollar AS.
Selain itu, berdasarkan Global Sustainable Fund Flows, aset dana berkelanjutan global tercatat sebanyak 2,74 triliun dollar AS pada Desember 2021 dibandingkan dengan tahun sebelumnya, dengan peningkatan sebesar 53 persen.
Dana berkelanjutan global ini mencakup dana terbuka dan dana yang diperdagangkan di bursa dengan tujuan investasi yang berkelanjutan dan atau menggunakan kriteria environmental, social, and governance (ESG) dalam penentuan keputusan investasi mereka.
Sementara itu, berdasarkan riset Center for Strategic and International Studies (CSIS) pada 2022, diproyeksikan peluang produk domestik bruto (PDB) dari ekonomi hijau termasuk melalui investasi hijau dapat mencapai 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau sekitar Rp 612 triliun.
Baca juga: Sebanyak 48 Orang Terima Penghargaan Wana Lestari 2023
Karena itu, jika gagal memanfaatkan peluang ekonomi ini, Indonesia berpotensi kehilangan pertumbuhan dan kemakmuran bernilai triliunan rupiah.
Perlu upaya untuk menjembatani antara implementasi produksi kelapa sawit berkelanjutan dan secara bertahap beralih menuju inovasi berbasis alam, dalam upaya mengurangi deforestasi.
Direktur Tropical Forest Alliance untuk Asia Tenggara Rizal Algamar mengatakan, pendanaan untuk inovasi berbasis alam adalah salah satu elemen penting untuk memudahkan transisi daerah produsen komoditas menuju pembangunan berkelanjutan.
“Perusahaan dan investor melihat potensi sinergi antara kelapa sawit berkelanjutan dan inovasi berbasis alam untuk mendorong tercapainya yurisdiksi yang sejahtera dengan alam yang sehat,” ucap Rizal.
Algamar menuturkan, kerja sama antara pembuat kebijakan, perusahaan, investor, petani kecil, dan masyarakat sipil sangat penting untuk mencapai kelapa sawit berkelanjutan yang adil dan inklusif.
Upaya bersama para pihak ini sangat penting untuk mengatasi krisis iklim dan membalikkan tren penurunan keanekaragaman hayati.
Baca juga: Lestari, Inisiatif KG Media Percepat SDGs di Indonesia Resmi Meluncur
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya