Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aparat Penegak Hukum Harus Pahami Aturan Perlindungan Perempuan Korban Kekerasan

Kompas.com, 26 November 2023, 19:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mendesak pemerintah dan aparat penegak hukum lebih memahami perlindungan hukum untuk perempuan korban kekerasan.

Hal tersebut disampaikan Wakil Ketua Komisioner Komnas Perempuan Mariana Amiruddin di Jakarta, Jumat (24/11/2023).

Dia juga mendorong para perempuan yang menjadi korban kekerasan untuk berani melapor kepada aparat penegak hukum, sebagaimana dilansir Antara.

Baca juga: Perempuan Penyintas Kekerasan Perlu Diberdayakan

Dia menjelaskan, Indonesia telah memiliki berbagai kebijakan yang melindungi perempuan, salah satunya adalah Undang-Undang (UU) Nomor 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

Selain itu ada UU Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT), UU Nomor 21 tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), UU Nomor 12 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), serta aturan hukum lainnya.

Namun menurutnya, hingga saat ini korban, khususnya para perempuan masih belum mendapatkan hak-haknya karena belum maksimalnya pelaksanaan berbagai peraturan tersebut.

Berdasarkan catatan tahunan (catahu) Komnas Perempuan dari 2001 hingga 2021, terjadi peningkatan pelaporan KDRT saat UU PKDRT disahkan pada 2004.

Baca juga: Keluarga, Masyarakat, dan Pemerintah Punya Peran Penting untuk Pulihkan Anak yang Jadi Korban Kekerasan

Hal ini menandakan bahwa semakin banyak korban yang mengetahui ada pelindungan hukum terhadap kasus kekerasan dan berani melapor.

Akan tetapi, lanjut Mariana, masih ditemui tantangan pelaksanaan penegakan hukum, di mana banyak korban justru dikriminalisasi.

"Selama 21 tahun catahu, tercatat lebih dari 2,5 juta kekerasan berbasis gender di ranah personal dilaporkan, di mana kekerasan terhadap istri paling banyak dilaporkan, yakni sebanyak 484.993 kasus," kata Mariana.

Ia juga menyampaikan, apabila dalam pelaksanaan UU PDKRT masih banyak ditemui hambatan dan tantangan, maka pelaksanaan UU TPKS yang baru saja disahkan tahun lalu mesti dikawal bersama, baik di tingkat nasional maupun daerah.

Baca juga: Edukasi Pencegahan Kekerasan Seksual Harus Libatkan Laki-laki

Sehingga implementasinya benar-benar bisa dirasakan oleh masyarakat, utamanya dalam rangka penghapusan kekerasan terhadap perempuan.

Sementara itu, Ketua Subkomisi Partisipasi Masyarakat Komnas Perempuan Veryanti Sitohang menyampaikan, belum semua pemerintah daerah memahami tugas-tugas untuk melindungi masyarakatnya dari kekerasan terhadap perempuan.

"Ketika kami melakukan kunjungan ke daerah-daerah, belum semua pemerintah daerah memahami tugasnya sebagaimana diamanatkan dalam UU TPKS, bahkan termasuk di dalam UU PKDRT," ujar Veryanti.

Padahal, salah satu tugas dari pemerintah daerah salah satunya adalah menyediakan rumah aman yang bisa difasilitasi melalui unit pelayanan terpadu perlindungan perempuan dan anak.

Baca juga: Perjuangan Putus Rantai Kekerasan Anak di Kabupaten Sambas

Akan tetapi, kenyataannya belum semua pemerintah daerah memilikinya.

"Karena itu, pendampingan kepada korban menjadi sangat terbatas, ini yang kemudian membuat korban ragu-ragu untuk melaporkan kasusnya, padahal ketika melapor itu termasuk langkah mewujudkan pemenuhan hak korban atas perlindungan, pemulihan, dan juga penanganan," tuturnya.

Ia menegaskan, momentum 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP) ini menjadi ruang untuk bergerak bersama dalam mendorong pemerintah, DPR RI, dan aparat penegak hukum untuk bersungguh-sungguh mengimplementasikan UU TPKS demi penghapusan kekerasan seksual dan memberi perlindungan kepada korban.

Baca juga: Aparat Penegak Hukum Harus Ramah saat Tangani Korban Kekerasan

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
3 Siklon Bergerak Lintasi Indonesia, Bakal Picu Cuaca Ekstrem
3 Siklon Bergerak Lintasi Indonesia, Bakal Picu Cuaca Ekstrem
Pemerintah
Hadapi Puncak Musim Hujan, BMKG Siapkan Operasi Modifikasi Cuaca
Hadapi Puncak Musim Hujan, BMKG Siapkan Operasi Modifikasi Cuaca
Pemerintah
Riset CELIOS Sebut Kasus Keracunan MBG Bisa Capai 22.000 pada 2026 Jika Tak Diperbaiki
Riset CELIOS Sebut Kasus Keracunan MBG Bisa Capai 22.000 pada 2026 Jika Tak Diperbaiki
LSM/Figur
Penumpang Pesawat Berisiko Terpapar Partikel Ultrahalus Berbahaya
Penumpang Pesawat Berisiko Terpapar Partikel Ultrahalus Berbahaya
LSM/Figur
Ratusan Gelondongan Kayu Ilegal Diangkut dari Hutan Tapanuli Selatan
Ratusan Gelondongan Kayu Ilegal Diangkut dari Hutan Tapanuli Selatan
Pemerintah
Riset CELIOS: Lapangan Kerja dari Program MBG Terbatas dan Tak Merata
Riset CELIOS: Lapangan Kerja dari Program MBG Terbatas dan Tak Merata
LSM/Figur
Presiden Prabowo Beri 20.000 Hektar Lahan di Aceh untuk Gajah
Presiden Prabowo Beri 20.000 Hektar Lahan di Aceh untuk Gajah
Pemerintah
IWGFF: Bank Tak Ikut Tren Investasi Hijau, Risiko Reputasi akan Tinggi
IWGFF: Bank Tak Ikut Tren Investasi Hijau, Risiko Reputasi akan Tinggi
LSM/Figur
MBG Bikin Anak Lebih Aktif, Fokus, dan Rajin Belajar di Sekolah?, Riset Ini Ungkap Persepsi Orang Tua
MBG Bikin Anak Lebih Aktif, Fokus, dan Rajin Belajar di Sekolah?, Riset Ini Ungkap Persepsi Orang Tua
LSM/Figur
Mikroplastik Bisa Sebarkan Patogen Berbahaya, Ini Dampaknya untuk Kesehatan
Mikroplastik Bisa Sebarkan Patogen Berbahaya, Ini Dampaknya untuk Kesehatan
LSM/Figur
Greenpeace Soroti Krisis Iklim di Tengah Minimnya Ruang Aman Warga Jakarta
Greenpeace Soroti Krisis Iklim di Tengah Minimnya Ruang Aman Warga Jakarta
LSM/Figur
Interpol Sita 30.000 Satwa dan Tanaman Ilegal di 134 Negara, Perdagangan Daging Meningkat
Interpol Sita 30.000 Satwa dan Tanaman Ilegal di 134 Negara, Perdagangan Daging Meningkat
Pemerintah
PGE Konsisten Lestarikan Elang Jawa di Kamojang Jawa Barat
PGE Konsisten Lestarikan Elang Jawa di Kamojang Jawa Barat
Pemerintah
Indeks Investasi Hijau Ungkap Bank Nasional di Posisi Teratas Jalankan ESG
Indeks Investasi Hijau Ungkap Bank Nasional di Posisi Teratas Jalankan ESG
LSM/Figur
Korea Selatan Larang Label Plastik di Botol Air Minum per Januari 2026
Korea Selatan Larang Label Plastik di Botol Air Minum per Januari 2026
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau