KOMPAS.com – Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) meminta Bareskrim Polri dan Badan Pusat Statistik (BPS) melakukan pemilahan data pembunuhan berbasis gender.
Langkah tersebut perlu dilakukan agar informasi mengenai fenomena femisida dapat dilihat secara lebih utuh.
Hal itu disampaikan Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani dalam seminar daring bertajuk “Memahami Femisida sebagai Bentuk Kekerasan Gender Terhadap Perempuan” di Jakarta, Selasa (5/12/2023).
Baca juga: Cegah Kekerasan Berbasis Gender, Masyarakat Diminta Peka Lingkungan Sekitar
“Data pilah ini bisa memberikan kita informasi yang lebih utuh mengenai fenomena femisida, sehingga kita dapat menyikapinya dengan lebih komprehensif,” ujar Andy, sebagaimana dilansir Antara.
Menurut Andy, pemilahan data pembunuhan berbasis gender penting dilakukan karena hingga saat ini femisida masih dikategorikan sebagai pembunuhan biasa.
Selain itu, aspek pencegahan femisida bisa dimulai dengan memastikan pengusutan pada laporan-laporan seperti kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) atau pelecehan seksual secara komprehensif.
“Aspek pencegahan bisa kita mulai dengan memastikan pengusutan pada laporan-laporan seperti KDRT atau pelecehan seksual yang bisa berujung pada serangan seksual lainnya,” kata Andy.
Baca juga: Kesenjangan Gender Faktor Penyebab Tingginya AKI dan AKB di Indonesia
Femisida merupakan pembunuhan terhadap perempuan yang didorong oleh kebencian, dendam, penaklukan, penguasaan, dan pandangan terhadap perempuan sebagai barang kepemilikan sehingga boleh berbuat sesuka hatinya.
Femisida berbeda dari pembunuhan biasa karena femisida mengandung aspek ketidaksetaraan gender, dominasi, maupun agresi.
Lebih lanjut, Andy menyampaikan, femisida adalah bentuk kekerasan berbasis gender yang terburuk terhadap perempuan, bahkan menjadi puncak dari kekerasan berbasis gender.
Selain melakukan pemilahan data, Andy mendorong adanya penambahan pasal terkait penegakan hukum pelaku kasus femisida.
“Kasus pembunuhan yang dikategorikan sebagai femisida, dengan memastikan pada proses penegakan hukumnya, dilakukan dengan penambahan pasal hukuman,” tutur Andy.
Baca juga: Daftar Indikator Tujuan 5 SDGs Kesetaraan Gender
Hal ini penting mengingat pelaku melakukan pembunuhan terhadap perempuan dengan alasan yang sangat tertentu.
Dalam penanganan terhadap kasus femisida, Komnas Perempuan juga mendorong pentingnya dilakukan upaya pemulihan terhadap keluarga korban.
“Selain pertanggungjawaban terhadap pelaku untuk memutus impunitasnya, proses pemulihan bagi keluarga korban juga menjadi sangat penting,” tutur Andy.
Pihaknya mencontohkan kasus femisida pasangan intim, yakni ketika suami membunuh istri.
“Ketika mereka punya anak, sesungguhnya situasi ini menghancurkan kehidupan anak itu dan juga kehidupan dari banyak anggota keluarga lain yang ditinggalkan,” papar Andy.
Baca juga: Pelayanan Jalan Tol Harus Junjung Kesetaraan Gender
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya