KOMPAS.com – KTT Iklim COP28 di Dubai akan berakhir pada Selasa (12/12/2023) siang. Desakan untuk menghapus bahan bakar fosil semakin kuat jelang kesepakatan akhir.
Ketua badan iklim PBB atau United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), Simon Stiell, mendesak negara-negara menyingkirkan blokade taktis yang tidak perlu.
“Pertama, singkirkan blokade taktis yang tidak perlu,” kata Stiell, Senin (11/12/2023) mengutip perlunya mengurangi emisi gas rumah kaca dan mendukung transisi di negara-negara kurang berkembang.
Baca juga: COP28 Masuki Babak Akhir, Penghapusan Bahan Bakar Fosil Jadi Perdebatan Sengit
Dia juga mendesak negara-negara untuk tetap ambisius dalam mempertahankan target suhu Bumi tidak melampaui 1,5 derajat celsius.
“Saya mendesak para negosiator untuk menolak inkrementalisme. Setiap langkah mundur dari ambisi tertinggi akan menyebabkan jutaan nyawa hilang,” kata Stiell, sebagaimana dilansir AFP.
Stiell menambahkan, ambisi iklim tertinggi yang tercapai dalam COP28 akan menjadi kemenangan dalam KTT tersebut.
Diberitakan Kompas.com sebelumnya, menjelang hari terakhir COP28, dunia menanti keputusan penting: apakah pemimpin sepakat menghapus bahan bakar fosil secara bertahap.
Baca juga: COP28: Pemimpin OPEC Desak Anggota dan Mitra Tolak Penghapusan Energi Fosil
Koalisi dari 80 negara lebih, termasuk AS, Uni, Eropa dan negara-negara kepulauan kecil mendorong tercapainya kesepakatan unutk menghapus bahan bakar fosil dalam COP28.
Mereka menghadapi perlawanan keras yang dipimpin oleh OPEC dan sekutunya. OPEC merupakan negara-negara produsen sekaligus eksportir minyak bumi.
Pada Minggu (10/12/2023), Presiden COP28 Sultan Al Jaber mendesak para negosiator bekerja lebih keras mencapai konsensus mengenai kesepakatan akhir.
Dia bahkan menggelar forum dengan berbagai negara dalam format majelis, di mana para peserta duduk dalam konfigurasi melingkar.
Baca juga: COP28: Aktivis Muda Muak dengan Janji-janji Iklim
“Kita sekarang berada di permainan akhir. Saya harap Anda sekalian tidak mengecewakan saya,” kata Jaber, sebagaimana dilansir Reuters.
Pada 6 Desember, OPEC telah mengeluarkan surat kepada para anggota beserta mitranya yang meminta mereka menentang bahasa apa pun yang menargetkan bahan bakar fosil dalam kesepakatan COP28.
Para pengamat dalam negosiasi tersebut mengatakan kepada Reuters bahwa beberapa dari delegasi negara tampaknya mengindahkan seruan tersebut.
“Saya pikir masih ada posisi yang mengakar,” kata Wakil Menteri Iklim Polandia Adam Guibourge-Czetwertynski yang memimpin delegasi negaranya dalam COP28.
Produsen terbesar OPEC, Arab Saudi, bersama dengan Rusia dan negara-negara lain, berpendapat bahwa fokus COP28 harus pada pengurangan emisi, bukan menargetkan energi fosil.
Baca juga: Sangat Menghancurkan Jiwa, Keterwakilan Perempuan di COP28 Kurang 10 Persen
Di sisi lain, utusan iklim China Xie Zhenhua pada Sabtu (9/12/2023) menyampaikan, COP28 hanya dapat dianggap sukses jika mencakup kesepakatan mengenai bahan bakar fosil.
Akan tetapi, dia tidak mengatakan apakah Beijing akan mendukung kesepakatan “penghentian” bahan bakar fosil.
“Posisi mengenai masalah ini saat ini sangat antagonis, dan Tiongkok sedang berusaha menemukan solusi yang dapat diterima semua pihak dan dapat menyelesaikan masalah tersebut,” tutur Xie.
Dia bahkan menggambarkan COP28 sebagai pertemuan puncak iklim yang paling sulit dalam kariernya.
Utusan Khusus AS untuk Perubahan Iklim John Kerry bertemu dengan Xie di Paviliun China selama 45 menit pada Minggu. Kerry tidak mengatakan bahasan pembicaraannya kepada wartawan.
Baca juga: COP28: Dana Kerugian dan Kerusakan Terkumpul 700 Juta Dollar AS, tapi Belum Cukup
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya