KOMPAS.com – Plastik bekas pakai masih menjadi salah satu permasalahan yang mendapat perhatian dunia. Pasalnya, jumlah plastik bekas pakai terus meningkat setiap tahun.
Berdasarkan data The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) yang dipublikasikan pada Selasa (22/2/2022), hanya kurang dari 10 persen plastik bekas pakai di seluruh dunia yang berhasil didaur ulang.
Indonesia sendiri menjadi salah satu negara penyumbang plastik bekas pakai cukup tinggi. Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Indonesia menghasilkan 68,5 juta ton sampah pada 2021. Dari angka ini, sebanyak 17 persen merupakan plastik bekas pakai.
Mengingat risiko yang dapat ditimbulkan oleh plastik bekas pakai tersebut, berbagai upaya mulai digalakkan untuk mengatasinya. Salah satunya adalah dengan menerapkan pendekatan ekonomi sirkular.
Dilansir dari Pusat Fasilitas Penerapan Standar Instrumen Badan Standardisasi Instrumen Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Pusfaster BSILHK), ekonomi sirkular adalah konsep membuat nilai produk, bahan, dan sumber daya alam dalam perekonomian berumur panjang guna meminimalkan kerusakan lingkungan.
Berbeda dengan sistem ekonomi linier, ekonomi sirkular memungkinkan produk yang sudah terpakai dapat digunakan berulang. Limbahnya pun dapat diolah kembali menjadi bahan baku baru. Dengan demikian, persoalan penumpukan limbah yang merusak lingkungan bisa dicegah.
Adapun ekonomi sirkular diterapkan dengan mengadopsi pendekatan 5R, yakni konsep reduce, reuse, recycle, refurbish, dan renew.
Konsep reduce dilakukan dengan mengurangi limbah yang dihasilkan dari berbagai aktivitas yang dilakukan, termasuk produksi dan konsumsi. Reuse merupakan upaya untuk menggunakan kembali produk yang dihasilkan.
Kemudian, sesuai namanya, recycle adalah upaya mendaur ulang limbah plastik menjadi barang baru yang bermanfaat. Selanjutnya, refurbish adalah memanjangkan daur hidup material atau memanfaatkan material yang sudah tidak terpakai menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat.
Terakhir, renew adalah upaya menciptakan inovasi dalam aktivitas sehari-hari sehingga plastik bekas pakai tidak mencemari lingkungan.
Melalui penerapan ekonomi sirkular tersebut, siklus hidup dari suatu produk, bahan baku, dan sumber daya dapat diperpanjang dan dipakai selama mungkin. Dengan begitu, timbulan plastik bekas pakai bisa diminimalkan.
Namun, untuk memastikan pendekatan ekonomi sirkular dan berbagai upaya di dalamnya bisa berjalan dengan baik, peran dan dukungan dari berbagai pihak dibutuhkan. Oleh karena itu, penerapan kerangka kerja extended stakeholders responsibility (ESR) menjadi salah satu yang diupayakan.
Untuk diketahui, ESR merupakan kerangka kerja yang mengajak seluruh pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah, produsen, distributor, hingga konsumen, baik di sektor formal maupun informal, untuk mengelola limbah kemasan produk untuk mewujudkan ekonomi sirkular.
Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) telah memberikan dukungannya dalam implementasi ESR dengan mengeluarkan Peraturan Menteri (Permen) LHK Nomor 75 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen.
Peta jalan itu disusun untuk waktu 10 tahun, yakni sejak 2020 sampai 2029 dengan target pengurangan sampah barang dan kemasan, serta wadah berbahan plastik, kertas, kaca, dan aluminium sebesar 30 persen dari jumlah produk dan atau kemasan produk yang dihasilkan dan dipasarkan pada 2029.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya