KOMPAS.com - Tren kekerasan seksual di Indonesia mengalami peningkatan, khususnya terhadap perempuan.
Menurut Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), dari 15.786 kasus kekerasan seksual, 6.993 di antaranya adalah kasus kekerasan seksual terhadap perempuan.
"Yang naik adalah kasus yang terlaporkan," kata Asisten Deputi Perlindungan Anak dari Kekerasan Kementerian P3A Ciput Eka Purwianti saat webinar pada Kamis (14/12/2023).
Baca juga: Pembela HAM Kerap Dapat Ancaman dan Kekerasan
Ia mengatakan, kekerasan seksual di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun, sebagaimana dilansir Antara.
Akan tetapi, kasus kekerasan seksual tersebut semacam fenomena gunung es di mana angka terlapor hanya terlihat puncaknya saja.
"Jadi masih banyak lagi perempuan dan anak yang belum melaporkan atau memang sengaja tidak melaporkan sebagai tindak kekerasan seksual," ucap Ciput.
Ciput menjelaskan latar belakang yang membuat mereka tidak berani melapor karena tidak memiliki informasi ke mana harus melapor.
Baca juga: Cegah Kekerasan Berbasis Gender, Masyarakat Diminta Peka Lingkungan Sekitar
"Sebagai daerah otonom yang punya tanggung jawab untuk melaksanakan penanganan dan pelindungan serta pemulihan korban kekerasan seksual wajib memasukkan sebagai isu prioritas di daerah masing-masing," tuturnya.
Dalam konsep bekerja sebagai aparatur pemerintah, hal itu juga termasuk dalam indikator kinerja yang ada di dokumen perencanaan pembangunan yang ada di daerah.
"Apabila dalam proses perencanaan membutuhkan pendampingan, kami dengan senang hati hadir untuk membantu agar mampu menyediakan berbagai layanan yang diperlukan," cakapnya.
Ciput menilai, perlu komitmen bersama dalam membuat kebijakan perlindungan anak dan perempuan sehingga terhindar dari segala bentuk diskriminasi dan eksploitasi.
Baca juga: Aparat Penegak Hukum Harus Pahami Aturan Perlindungan Perempuan Korban Kekerasan
"Sinergi adalah kata kunci dalam membuat kebijakan kabupaten dan kota layak anak," ujar Ciput.
"Serta dalam hal sosialisasi, anggaran infrastruktur, dan sumber daya manusia dalam memastikan pelayanan terpadu dan penanganan kekerasan seksual," sambungnya.
Diberitakan Kompas.com sebelumnya, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mendesak pemerintah dan aparat penegak hukum lebih memahami perlindungan hukum untuk perempuan korban kekerasan.
Hal tersebut disampaikan Wakil Ketua Komisioner Komnas Perempuan Mariana Amiruddin di Jakarta, Jumat (24/11/2023).
Baca juga: Perempuan Penyintas Kekerasan Perlu Diberdayakan
Dia juga mendorong para perempuan yang menjadi korban kekerasan untuk berani melapor kepada aparat penegak hukum, sebagaimana dilansir Antara.
Dia menjelaskan, Indonesia telah memiliki berbagai kebijakan yang melindungi perempuan, salah satunya adalah Undang-Undang (UU) Nomor 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Selain itu ada UU Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT), UU Nomor 21 tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), UU Nomor 12 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), serta aturan hukum lainnya.
Namun menurutnya, hingga saat ini korban, khususnya para perempuan masih belum mendapatkan hak-haknya karena belum maksimalnya pelaksanaan berbagai peraturan tersebut.
Baca juga: Edukasi Pencegahan Kekerasan Seksual Harus Libatkan Laki-laki
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya