PENINGKATAN pertumbuhan ekonomi di wilayah rural, termasuk di areal pesisir kepulauan Indonesia merupakan salah satu target yang terdapat dalam visi dan misi seluruh calon presiden dan wakil presiden 2024.
Namun, akselerasi ekonomi dan pembangunan infrastruktur yang masif tanpa pertimbangan berkelanjutan di wilayah pesisir memiliki konsekuensi besar terhadap kelestarian lingkungan hidup dan biodiversitas hayatinya.
Hal ini menjadikan gagasan dan komitmen ekologi lingkungan hidup wilayah pesisir menjadi salah satu isu krusial.
Penurunan kualitas lingkungan hidup akan menjadi kontradiktif dengan berbagai komitmen internasional Indonesia, baik untuk konservasi hayati dan juga mitigasi perubahan iklim.
Selain itu, tantangan lain yang juga akan dihadapi pasca-Pemilu 2024 terlihat dari hasil penelitian di bidang ekologi, yaitu kondisi lingkungan pesisir di berbagai wilayah Indonesia yang saat ini tidak dalam situasi “baik-baik saja” untuk menghadapi perubahan iklim mendatang.
Indonesia telah memiliki berbagai komitmen internasional untuk bidang lingkungan hidup di wilayah pesisir, yang terkait dengan konservasi lingkungan dan ekologi ekosistem hayati.
Komitmen pertama, Perjanjian Iklim Paris dan Ramsar Convention, dengan komitmen pengurangan gas rumah kaca dan peningkatan penyerapan emisi karbon melalui pengurangan emisi deforestasi, reforestasi/restorasi kawasan hutan dan penggunaan lahan lainnya, serta perlindungan dan pengelolaan hutan/lahan basah seperti mangrove pesisir.
Komitmen kedua adalah konservasi ekosistem yang unik dan penting secara global melalui konvensi keanekaragaman hayati.
Kawasan pesisir Indonesia yang terletak di areal tropis adalah hot-spot bagi beraneka-ragam biota laut yang penting baik untuk komunitas lokal maupun global.
Komitmen penting lainnya adalah pengurangan limbah yang dapat mencemari lingkungan pesisir dan laut seperti Konvensi Basel, Deklarasi Kelautan ASEAN, Aliansi Kelautan Bersih, serta Agenda Pembangunan Berkelanjutan.
Terkait dengan komitmen internasional untuk lingkungan hidup tersebut, seluruh pasangan calon presiden dan wakil presiden telah menempatkan isu lingkungan sebagai salah satu fokus dalam agenda Pemerintah ke depan.
Dokumen visi dan misi setiap kontestan yang diunggah ke situs KPU menerangkan pengembangan ekonomi hijau dan ekonomi biru sebagai gagasan utama untuk keseimbangan pembangunan ekonomi dan lingkungan hidup.
Gagasan-gagasan tersebut meliputi mitigasi dampak perubahan iklim, keadilan ekologi berkelanjutan, hilirisasi dan industrialisasi sumber daya alam dan maritim dengan penjaminan keberlanjutan lingkungan hidup, serta pengelolaannya secara berkelanjutan dengan mitigasi cemaran di laut, untuk pengembangan ekonomi hijau dan biru.
Namun, data kondisi lingkungan pesisir di Indonesia saat ini menunjukkan tantangan yang besar bagi implementasi gagasan pengembangan ekonomi yang seimbang dengan lingkungan hidup.
Data terkini menunjukkan perubahan fungsi yang signifikan bagi ekosistem pesisir di berbagai wilayah di Indonesia sepanjang 20 tahun terakhir.
Riset berbasis citra satelit Landsat 8 telah memperlihatkan adanya penurunan luas hutan mangrove seluas 1.500 - 1.600 km persegi dan coastal wetland sebesar 12.000 - 13.000 km persegi di Indonesia.
Penelaahan data dari berbagai di wilayah Asia menunjukkan hal ini umumnya dipengaruhi oleh kebutuhan lahan untuk kepentingan ekonomi. Misalnya, pengembangan infrastruktur pesisir dan juga ekstensifikasi untuk budidaya perikanan pesisir.
Perubahan luas lahan yang potensial sebagai areal penyimpanan karbon, jika pembiaran ini terjadi lebih lanjut, tentu akan memengaruhi komitmen pencapaian target Nationally Determined Contribution (NDC) untuk karbon Indonesia.
Selain itu, ekosistem di berbagai wilayah pesisir Indonesia saat ini tengah menghadapi tekanan lingkungan.
Penelitian di bidang lingkungan telah menunjukkan tingginya mikroplastik serta cemaran nutrien dari limbah domestik, peternakan, dan pupuk, terutama dari wilayah berpenduduk di Indonesia.
Akumulasi limpasan limbah yang mengalir bersama air sungai dari wilayah daratan dan dinamika lingkungan akibat perubahan iklim di masa mendatang akan menyebabkan berubahnya kondisi ekosistem untuk berkembangnya makhluk laut secara normal. Hal ini akan memengaruhi komitmen dalam konvensi keanekaragaman hayati.
Akumulasi pencemaran pesisir dan perubahan iklim akan menjadi penyebab yang jauh lebih merusak kehidupan ekosistem pesisir, dibandingkan faktor perubahan iklim sendiri.
Sebagai contoh, riset permodelan ekologi di pesisir perairan Maluku telah memprediksi jika pencemaran pesisir tetap terjadi seperti saat ini, maka luas wilayah yang memiliki kesesuaian tinggi sebagai tempat hidup terumbu karang akan berkurang hampir 90 persen pada kondisi perubahan iklim di tahun 2050 dibandingkan kondisi saat ini.
Hal ini berdampak besar bagi keanekaragaman hayati laut di zona jantung hot-spot biodiversitas terumbu karang Indonesia.
Komitmen internasional dan kondisi lingkungan pesisir Indonesia menjadi isu penting karena menuntut terobosan dan inovasi baru untuk implementasinya pascakontestasi politik 2024.
Adu gagasan bidang lingkungan hidup dalam debat kontestan, yang pada akhir bulan ini akan dilakukan, menjadi isu penting yang ditunggu pemilih rasional, terutama bagi kaum muda, sebagai pemilih mayoritas dalam kontestasi politik 2024.
Laporan hasil survei yang dilakukan oleh Center of Economic and Law Studies (CELIOS) dan Unity of Trend (UniTrend) memperlihatkan bahwa mayoritas generasi Z dan Millenial memiliki kepedulian dan secara rasional menginginkan kejelasan gagasan mengenai krisis iklim dari calon presidennya.
Oleh karena itu, adu gagasan secara langsung di bidang lingkungan hidup pada debat capres-cawapres merupakan hal yang dinantikan oleh pemerhati, praktisi, akademisi, periset, serta pemilih rasional lainnya, yang menempatkan isu lingkungan sebagai variabel penting dalam penentuan pilihan politik.
Misalnya gagasan, komitmen, dan strategi mengenai pengembangan ekonomi pesisir tanpa pengalihan fungsi ekologi lahan mangrove, konservasi terumbu karang yang secara holistik memperhitungkan aktivitas dari hulu, atau pencemaran akibat industri dan pertambangan di pulau-pulau kecil.
Semoga, tidak terjebak dalam adu istilah teknis yang malah akan menghilangkan esensi substansinya untuk menjaring keyakinan pemilih rasional.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya