Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dr. Hedi Indra Januar
Peneliti

Periset Bidang Ekologi Perairan pada Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi BRIN

Menanti Gagasan Konservasi Ekologi Lingkungan Pesisir Para Capres

Kompas.com, 17 Januari 2024, 10:30 WIB

Artikel ini adalah kolom, seluruh isi dan opini merupakan pandangan pribadi penulis dan bukan cerminan sikap redaksi.

Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PENINGKATAN pertumbuhan ekonomi di wilayah rural, termasuk di areal pesisir kepulauan Indonesia merupakan salah satu target yang terdapat dalam visi dan misi seluruh calon presiden dan wakil presiden 2024.

Namun, akselerasi ekonomi dan pembangunan infrastruktur yang masif tanpa pertimbangan berkelanjutan di wilayah pesisir memiliki konsekuensi besar terhadap kelestarian lingkungan hidup dan biodiversitas hayatinya.

Hal ini menjadikan gagasan dan komitmen ekologi lingkungan hidup wilayah pesisir menjadi salah satu isu krusial.

Penurunan kualitas lingkungan hidup akan menjadi kontradiktif dengan berbagai komitmen internasional Indonesia, baik untuk konservasi hayati dan juga mitigasi perubahan iklim.

Selain itu, tantangan lain yang juga akan dihadapi pasca-Pemilu 2024 terlihat dari hasil penelitian di bidang ekologi, yaitu kondisi lingkungan pesisir di berbagai wilayah Indonesia yang saat ini tidak dalam situasi “baik-baik saja” untuk menghadapi perubahan iklim mendatang.

Indonesia telah memiliki berbagai komitmen internasional untuk bidang lingkungan hidup di wilayah pesisir, yang terkait dengan konservasi lingkungan dan ekologi ekosistem hayati.

Komitmen pertama, Perjanjian Iklim Paris dan Ramsar Convention, dengan komitmen pengurangan gas rumah kaca dan peningkatan penyerapan emisi karbon melalui pengurangan emisi deforestasi, reforestasi/restorasi kawasan hutan dan penggunaan lahan lainnya, serta perlindungan dan pengelolaan hutan/lahan basah seperti mangrove pesisir.

Komitmen kedua adalah konservasi ekosistem yang unik dan penting secara global melalui konvensi keanekaragaman hayati.

Kawasan pesisir Indonesia yang terletak di areal tropis adalah hot-spot bagi beraneka-ragam biota laut yang penting baik untuk komunitas lokal maupun global.

Komitmen penting lainnya adalah pengurangan limbah yang dapat mencemari lingkungan pesisir dan laut seperti Konvensi Basel, Deklarasi Kelautan ASEAN, Aliansi Kelautan Bersih, serta Agenda Pembangunan Berkelanjutan.

Terkait dengan komitmen internasional untuk lingkungan hidup tersebut, seluruh pasangan calon presiden dan wakil presiden telah menempatkan isu lingkungan sebagai salah satu fokus dalam agenda Pemerintah ke depan.

Dokumen visi dan misi setiap kontestan yang diunggah ke situs KPU menerangkan pengembangan ekonomi hijau dan ekonomi biru sebagai gagasan utama untuk keseimbangan pembangunan ekonomi dan lingkungan hidup.

Gagasan-gagasan tersebut meliputi mitigasi dampak perubahan iklim, keadilan ekologi berkelanjutan, hilirisasi dan industrialisasi sumber daya alam dan maritim dengan penjaminan keberlanjutan lingkungan hidup, serta pengelolaannya secara berkelanjutan dengan mitigasi cemaran di laut, untuk pengembangan ekonomi hijau dan biru.

Namun, data kondisi lingkungan pesisir di Indonesia saat ini menunjukkan tantangan yang besar bagi implementasi gagasan pengembangan ekonomi yang seimbang dengan lingkungan hidup.

Kondisi lingkungan pesisir di Indonesia

Data terkini menunjukkan perubahan fungsi yang signifikan bagi ekosistem pesisir di berbagai wilayah di Indonesia sepanjang 20 tahun terakhir.

Riset berbasis citra satelit Landsat 8 telah memperlihatkan adanya penurunan luas hutan mangrove seluas 1.500 - 1.600 km persegi dan coastal wetland sebesar 12.000 - 13.000 km persegi di Indonesia.

Penelaahan data dari berbagai di wilayah Asia menunjukkan hal ini umumnya dipengaruhi oleh kebutuhan lahan untuk kepentingan ekonomi. Misalnya, pengembangan infrastruktur pesisir dan juga ekstensifikasi untuk budidaya perikanan pesisir.

Perubahan luas lahan yang potensial sebagai areal penyimpanan karbon, jika pembiaran ini terjadi lebih lanjut, tentu akan memengaruhi komitmen pencapaian target Nationally Determined Contribution (NDC) untuk karbon Indonesia.

Selain itu, ekosistem di berbagai wilayah pesisir Indonesia saat ini tengah menghadapi tekanan lingkungan.

Penelitian di bidang lingkungan telah menunjukkan tingginya mikroplastik serta cemaran nutrien dari limbah domestik, peternakan, dan pupuk, terutama dari wilayah berpenduduk di Indonesia.

Akumulasi limpasan limbah yang mengalir bersama air sungai dari wilayah daratan dan dinamika lingkungan akibat perubahan iklim di masa mendatang akan menyebabkan berubahnya kondisi ekosistem untuk berkembangnya makhluk laut secara normal. Hal ini akan memengaruhi komitmen dalam konvensi keanekaragaman hayati.

Akumulasi pencemaran pesisir dan perubahan iklim akan menjadi penyebab yang jauh lebih merusak kehidupan ekosistem pesisir, dibandingkan faktor perubahan iklim sendiri.

Sebagai contoh, riset permodelan ekologi di pesisir perairan Maluku telah memprediksi jika pencemaran pesisir tetap terjadi seperti saat ini, maka luas wilayah yang memiliki kesesuaian tinggi sebagai tempat hidup terumbu karang akan berkurang hampir 90 persen pada kondisi perubahan iklim di tahun 2050 dibandingkan kondisi saat ini.

Hal ini berdampak besar bagi keanekaragaman hayati laut di zona jantung hot-spot biodiversitas terumbu karang Indonesia.

Gagasan dan komitmen

Komitmen internasional dan kondisi lingkungan pesisir Indonesia menjadi isu penting karena menuntut terobosan dan inovasi baru untuk implementasinya pascakontestasi politik 2024.

Adu gagasan bidang lingkungan hidup dalam debat kontestan, yang pada akhir bulan ini akan dilakukan, menjadi isu penting yang ditunggu pemilih rasional, terutama bagi kaum muda, sebagai pemilih mayoritas dalam kontestasi politik 2024.

Laporan hasil survei yang dilakukan oleh Center of Economic and Law Studies (CELIOS) dan Unity of Trend (UniTrend) memperlihatkan bahwa mayoritas generasi Z dan Millenial memiliki kepedulian dan secara rasional menginginkan kejelasan gagasan mengenai krisis iklim dari calon presidennya.

Oleh karena itu, adu gagasan secara langsung di bidang lingkungan hidup pada debat capres-cawapres merupakan hal yang dinantikan oleh pemerhati, praktisi, akademisi, periset, serta pemilih rasional lainnya, yang menempatkan isu lingkungan sebagai variabel penting dalam penentuan pilihan politik.

Misalnya gagasan, komitmen, dan strategi mengenai pengembangan ekonomi pesisir tanpa pengalihan fungsi ekologi lahan mangrove, konservasi terumbu karang yang secara holistik memperhitungkan aktivitas dari hulu, atau pencemaran akibat industri dan pertambangan di pulau-pulau kecil.

Semoga, tidak terjebak dalam adu istilah teknis yang malah akan menghilangkan esensi substansinya untuk menjaring keyakinan pemilih rasional.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
IPB Latih Relawan dan Akademisi di Aceh Produksi Nasi Steril Siap Makan
IPB Latih Relawan dan Akademisi di Aceh Produksi Nasi Steril Siap Makan
Pemerintah
Bencana Hidrometeorologi Meningkat, Sistem Transportasi dan Logistik Dinilai Perlu Berubah
Bencana Hidrometeorologi Meningkat, Sistem Transportasi dan Logistik Dinilai Perlu Berubah
LSM/Figur
SMBC Indonesia Tanam 1.971 Pohon melalui Program BerDaya untuk Bumi di Garut
SMBC Indonesia Tanam 1.971 Pohon melalui Program BerDaya untuk Bumi di Garut
Swasta
Tempat Penyimpanan Karbon Dioksida Pertama di Dunia Bakal Beroperasi di Denmark
Tempat Penyimpanan Karbon Dioksida Pertama di Dunia Bakal Beroperasi di Denmark
Swasta
Bencana Makin Parah, Kebijakan Energi Indonesia Dinilai Tak Menjawab Krisis Iklim
Bencana Makin Parah, Kebijakan Energi Indonesia Dinilai Tak Menjawab Krisis Iklim
LSM/Figur
Banjir dan Longsor Tapanuli Tengah, WVI Jangkau 5.000 Warga Terdampak
Banjir dan Longsor Tapanuli Tengah, WVI Jangkau 5.000 Warga Terdampak
LSM/Figur
Distribusi Cadangan Beras untuk Banjir Sumatera Belum Optimal, Baru 10.000 Ton Tersalurkan
Distribusi Cadangan Beras untuk Banjir Sumatera Belum Optimal, Baru 10.000 Ton Tersalurkan
LSM/Figur
Menteri LH Ancam Pidanakan Perusahaan yang Terbukti Sebabkan Banjir Sumatera
Menteri LH Ancam Pidanakan Perusahaan yang Terbukti Sebabkan Banjir Sumatera
Pemerintah
KLH Bakal Periksa 100 Unit Usaha Imbas Banjir Sumatera
KLH Bakal Periksa 100 Unit Usaha Imbas Banjir Sumatera
Pemerintah
Tambang Energi Terbarukan Picu Deforestasi Global, Indonesia Terdampak
Tambang Energi Terbarukan Picu Deforestasi Global, Indonesia Terdampak
LSM/Figur
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
LSM/Figur
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
LSM/Figur
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Pemerintah
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
LSM/Figur
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau