Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rekosistem Kelola 35.000 Ton Sampah Sepanjang 2023, Naik 84 Persen

Kompas.com - 08/03/2024, 08:00 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Startup climate-tech Indonesia, Rekosistem, mencatat keberhasilan mengelola total 35.000 ton sampah pada tahun 2023.

"Angka tersebut mengalami peningkatan signifikan sebesar 84,2 persen bila dibandingkan pada tahun 2022," ujar CEO dan Co-Founder Rekosistem Ernest Layman.

Tak hanya mengelola sampah, ada sejumlah keberhasilan lain yang dicapai Rekosistem.

Sepanjang tahun lalu, pengelolaan sampah daur ulang Rekosistem menghasilkan total
13.100 ton atau mengalami peningkatan sebesar 435 persen dibandingkan 2022.

Selain itu, Rekosistem berhasil menyuplai 5.800 ton sampah untuk menjadi biofuel dan sumber energi terbarukan.

Baca juga: Inovasi dari Sampah, Sulap Botol Yakult Jadi Material Mirip Marmer

Melalui pengelolaan sampah berbasis ekonomi sirkular, Rekosistem menghasilkan penghematan karbon sebesar 16.167 ton pada 2023 dari pengelolaan dan pemrosesan sampah dengan pendekatan berkelanjutan.

Menurut Ernest, pertumbuhan pesat tersebut didukung oleh perusahaan-perusahaan dan masyarakat yang telah mempercayai Rekosistem dalam mengolah sampah secara transparan dan dengan prinsip ekonomi sirkular.

Melalui aplikasi Rekosistem, para pengguna dapat mengukur dampak nyata mereka terhadap lingkungan dan komunitas.

"Atas pencapaian ini, aplikasi Rekosistem berhasil meraih penghargaan honorable mentions di Google Play’s Best of 2023 Indonesia pada kategori Best Apps for Good. Kami juga terus membuka fasilitas baru untuk dapat menopang antusiasme pelanggan kami dalam mengelola sampah mereka," tuturnya.

Setor sampah dapat poin

Ia menjelaskan, Rekosistem juga mendorong keberlanjutan lingkungan untuk masyarakat melalui kampanye #PilahKemasSetor.

"Di mana masyarakat dapat menerima reward points jika menyetor sampah anorganik melalui Reko Waste Station yang nantinya dapat ditukar menjadi saldo e-wallet ataupun reward lainnya," terang Ernest.

Baca juga: Peringati Hari Peduli Sampah, Pertamina Bersih-bersih Pantai Panduri Tuban

Masyarakat dapat dengan mudah mencari Reko Waste Station terdekat melalui aplikasi Rekosistem.

Kemudian, mengikuti langkah-langkah cara menyetorkan sampah sesuai jenis yang diterima oleh Reko waste station, untuk mendapatkan reward tersebut.

Ernest mengatakan, jumlah transaksi dari pengguna aplikasi yang menyetorkan sampah ke Reko Waste Station ada sebanyak 53.600 setoran sampah.

Ini berasal dari 40 Reko Waste Station dan Drop Box di tahun 2023 yang tersebar di Jabodetabek, Bandung, dan Surabaya.

"Angka ini mengalami peningkatan yang cukup masif bila dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 215,41 persen," ungkap Ernest.

Fasilitas pemulihan sampah

Usai dari waste station, sampah-sampah tersebut akan dikumpulkan ke Reko Hub.

Reko Hub merupakan fasilitas pemulihan materi yang saat ini berjumlah 14, dan telah tersebar di sekitar kota-kota besar di Pulau Jawa seperti Jakarta, Bandung, Semarang, dan Surabaya.

Di Reko Hub, sampah yang dikumpulkan akan dipilah, diolah, dan disalurkan ke industri daur ulang atau tempat pemrosesan sampah yang bertanggung jawab.

Baca juga: Hampir Rp 500 Juta, BRI Investasi Pengolahan Sampah Bening Saguling

Selain mendaur ulang bahan-bahan sampah seperti botol plastik, kata Ernest, Rekosistem juga memanfaatkan sampah yang sulit didaur ulang untuk menjadi material alternatif, bahkan energi terbarukan.

"Hal ini dilaksanakan oleh Rekosistem dengan menjalin kerjasama dengan PLN yang berkomitmen untuk memberikan kontribusi positif dalam upaya transisi energi untuk mengurangi emisi karbon melalui pemanfaatan sampah organik dan sampah kota sebagai sumber energi," paparnya.

Rekosistem sebagai tata kelola sampah

Ernest menjelaskan, dalam mengukur dampak lingkungan dari operasional suatu perusahaan, digunakan berbagai metrik dan indikator yang mencakup berbagai aspek.

"Rekosistem menggunakan metrik yang biasanya disebut triple bottom line, yaitu Planet, People, dan Profit," ujarnya.

Ia merincikan, tujuan utama dari triple bottom line adalah menciptakan keseimbangan antara keberlanjutan ekonomi, sosial, dan lingkungan.

Ia mengungkap, Rekosistem masih berfokus sebagai solusi pengelolaan sampah di kawasan pemukiman dan kolaborasi dengan pemerintah atau perusahaan swasta di area pulau Jawa.

Namun, sebagai tanggapan terhadap permintaan yang terus berkembang, pada tahun 2024 Rekosistem berencana untuk memperluas layanan.

Baca juga: Hampir Rp 500 Juta, BRI Investasi Pengolahan Sampah Bening Saguling

Serta meningkatkan daerah cakupan untuk meningkatkan efisiensi, keberlanjutan, dan dampak lingkungan.

"Harapannya agar lebih banyak individu, bisnis, pemerintah, dan organisasi sadar akan pentingnya perencanaan dan penerapan tata kelola manajemen sampah di seluruh lini yang lebih ideal melalui pendekatan ekonomi sirkular dan waste-to-energy," papar Ernest.

Selain itu, tambahnya, Rekosistem akan terus meningkatkan teknologi pengelolaan sampah dengan menggunakan sistem pengelolaan sampah terintegrasi yaitu penerapan Internet of Things (IoT) dan Machine Learning (ML).

Hal itu demi menyederhanakan dan meningkatkan efisiensi pengumpulan sampah, untuk dapat bisa membangun kapasitas pengelolaan sampah hingga 20.000 Ton per bulan di 2025.

“Kesadaran masing-masing individu bersama dengan pelaku bisnis dan pemerintah tentunya dapat mendorong pertumbuhan sektor ESG yang lebih eksponensial demi menciptakan cita-cita bersama yaitu demi masa depan yang hijau, masa depan yang hijau, bebas polusi, dan sehat," tutup Ernest.

Adapun higga saat ini, Rekosistem telah melayani lebih dari 150 perusahaan dan telah memiliki jumlah karyawan tetap, mitra pekerja, maupun mitra bisnis lebih dari 600 orang.

 

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com