Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Inovasi dari Sampah, Sulap Botol Yakult Jadi Material Mirip Marmer

Kompas.com, 7 Maret 2024, 18:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

BOYOLALI, KOMPAS.com - Botol-botol Yakult bekas berhasil diubah menjadi material dengan tampilan yang menyerupai marmer.

Upaya tersebut dilakukan oleh badan usaha pengolah sampah CV Bina Usaha Mandiri di Nogosari, Boyolali, Jawa Tengah.

Owner CV Bina Usaha Mandiri Siti Aminah mengatakan, terobosan tersebut berhasil dilakukan dengan dukungan dari PT Yakult Indonesia Persada.

Baca juga: Sampah Global Diprediksi Melonjak 2050, Bahaya Besar Mengintai

Siti menceritakan, awalnya dia ditantang untuk menghasilkan produk dari botol Yakult bekas. Karena merasa terpacu, dia melakukan berbagai eksperimen hingga akhirnya menemukan cara untuk mengolahnya.

"Saya akhirnya mengirim sampel produknya kemudian mempresentasikan mesin apa yang dibutuhkan," kata Siti saat ditemui wartawan usai peresmian kerja sama antara PT Yakult Indonesia Persada dengan CV Bina Usaha Mandiri, Kamis (7/3/2024).

Proses pembuatan botol bekas Yakult menjadi material dengan tampilan yang menyerupai marmer cukup sederhana.

Pertama, botol Yakult dicacah dan dihancurkan menjadi bagian-bagian kecil. Setelah itu, pecahan tersebut dioven dengan suhu 120 derajat celsius hingga meleleh.

Ketika sudah meleleh, partikelnya ditekan dengan mesin pengepres hingga menjadi papan dengan panjang 120 cm dan lebar 60 cm.

Baca juga: Peringati Hari Peduli Sampah, Pertamina Bersih-bersih Pantai Panduri Tuban

Mesin-mesin yang dibutuhkan pun cukup sederhana yakni alat pencacah, oven besar, dan mesin pengepres.

Siti menuturkan, total modal yang dibutuhkan untuk membuat oven besar dan alat pengepres sekitar Rp 70 juta. Dana tersebut, tambahnya, diberikan oleh PT Yakult Indonesia Persada.

"Ketebalannya bisa disesuaikan dengan berat bahan baku. Bisa 5 kilogram sampai puluhan kilogram," kata Siti.

Dia menambahkan, sampai saat ini sudah ada beberapa pihak yang tertarik untuk menyerap produk dari botol bekas Yakult tersebut.

Siti menjamin produknya tersebut lebih kuat dan tahan banting daripada marmer.

Baca juga: Hampir Rp 500 Juta, BRI Investasi Pengolahan Sampah Bening Saguling

Para pekerja memasukkan cacahan botol Yakult bekas ke dalam mesin oven di CV Bina Usaha Mandiri di Nogosari, Boyolali, Kamis (7/3/2024).KOMPAS.com/DANUR LAMBANG PRISTIANDARU Para pekerja memasukkan cacahan botol Yakult bekas ke dalam mesin oven di CV Bina Usaha Mandiri di Nogosari, Boyolali, Kamis (7/3/2024).

Karena terobosan tersebut, CV Bina Usaha Mandiri bakal menyerap botol-botol Yakult se-Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) untuk diolah menjadi produk.

Selain itu, dengan adanya inovasi tersebut, nilai ekonomi botol Yakult bekas dari tempat pengepulan bisa melonjak lebih dari 500 persen.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Pemerintah
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Pemerintah
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Swasta
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Swasta
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Pemerintah
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
LSM/Figur
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Swasta
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
Pemerintah
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Pemerintah
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
BUMN
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
LSM/Figur
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Pemerintah
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Pemerintah
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau