KOMPAS.com - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkapkan, patogen tular tanah menimbulkan masalah serius terhadap produksi dan pengembangan tanaman jagung di negara-negara tropis, seperti Indonesia.
Kepala Pusat Riset Tanaman Pangan BRIN Yudhistira Nugraha mengatakan, permasalahan utama produksi pangan di negara tropis adalah hama dan penyakit.
"Karena lingkungan sangat menguntungkan untuk perkembangan hama dan penyakit," kata Yudhistira, sebagaimana dilansir Antara, Rabu (17/4/2024).
Baca juga: Kodim Magetan-Dispertan Kolaborasi Dorong Produksi Tanaman Pangan
Patogen tular tanah adalah penyakit tanaman yang disebabkan oleh mikroba yang bertahan hidup dan berkembang di dalam tanah.
Mikroba itu umumnya berupa kapang (Fusarium oxysporum), bakteri (Ralstonia solanacearum), dan protista (P brassicae).
Yudhistira mengatakan, bila produsen benih jagung ingin memperkenalkan jagung di negara lain, maka benih jagung yang diproduksi itu harus adaptif dulu di Indonesia.
Hal itu mengingat tantangan serangan hama dan penyakit di Indonesia cukup tinggi dibandingkan negara lain.
Baca juga: Diversifikasi Pangan, Tepung Sorgum Jadi Alternatif Substitusi Gandum
Menurutnya, peningkatan ketahanan pangan dari sisi genetik dan pengelolaan patogen serta pengendalian hama menjadi upaya untuk mendongkrak produksi jagung.
"Produksi benih sangat ditentukan dari kesehatan tanaman. Kalau tanaman sehat tentunya akan menghasilkan benih yang bermutu dan berkualitas," kata Yudhistira.
Pada 2024, Kementerian Pertanian mencanangkan program upaya khusus padi dan jagung.
Pemerintah menghentikan impor jagung karena jumlah produksi yang meningkat dan menargetkan tahun ini swasembada jagung nasional.
Baca juga: Sasi Laut, Penjaga Ketahanan Pangan di Tengah Ancaman Krisis Iklim
Peneliti Pusat Riset Tanaman Pangan BRIN Suriani menyampaikan, penyakit busuk batang yang disebabkan oleh bakteri Dickeya zeae merupakan salah satu patogen tular tanah yang penyebarannya masih terbatas dan memengaruhi produksi jagung di Indonesia.
Patogen itu menginfeksi akar jagung melalui luka alami atau infeksi mikroba tanah.
Tanaman menjadi layu secara keseluruhan, warna batang berubah seperti terendam air, dan mengeluarkan bau busuk.
Selain itu, bakteri dari tanaman terinfeksi tersebut pindah ke tanaman sehat melalui aliran irigasi, percikan air hujan, dan terbawa hewan pengerek batang berbintik Chilo partellus.
Suriani mmengatakan, strategi pengendalian dapat dilakukan secara preventif yang dilakukan sebelum adanya serang penyakit terlihat.
Baca juga: Manfaat Teknologi Penginderaan Jauh, Dukung Ketahanan Pangan Nasional
Sedangkan strategi kuratif yang dilakukan adalah segera mengintervensi setelah adanya serangan penyakit tersebut.
Menurutnya, pengendalian secara genetik dapat dilakukan menggunakan varietas tahan organisme pengganggu tanaman.
Ada pula pengendalian secara kultur teknik dengan mengurangi kesesuaian ekosistem, mengganggu kontinuitas penyediaan keperluan hidup organisme pengganggu tanaman, mengalihkan populasi organisme pengganggu tanaman, dan mengurangi dampak kerusakan tanaman.
Selain itu, pengendalian secara hayati dan pengendalian secara kimiawi juga bisa dilakukan untuk mengurangi dampak kerusakan akibat patogen tular tanah.
Baca juga: 45 Juta Anak Afrika Rawan Pangan karena Perubahan Iklim
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya