KOMPAS.com - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengakselerasi penurunan emisi karbon pada bahan bakar, baik bahan bakar minyak maupun avtur.
Hal tersebut dilakukan untuk menghadapi kebijakan Mekanisme Penyesuaian Perbatasan Karbon atau Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM) dari Uni Eropa.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Dirjen EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi mengatakan, CBAM akan mulai berlaku pada 1 Januari 2026.
Baca juga: Sri Mulyani Bahas Peluang Dagang Karbon dengan Eropa
Dalam mekanisme tersebut, pelaku industri ekspor di Indonesia akan dikenakan pajak karbon oleh Eropa. Berbagai aktivitas produksi yang mengakibatkan emisi karbon akan dikenakan pajak.
Dia menyampaikan, pemerintah sedang mengupayakan sejumlah langkah yang dapat menekan emisi karbon dalam produksi maupun distribusi barang-barang ekspor Indonesia.
Salah satu langkahnya yakni menekan emisi karbon dalam bahan bakar minyak dan avtur, sebagaimana dilansir Antara.
“Sekarang kami sedang mengupayakan B40. Kalau di SPBU (stasiun pengisian bahan bakar umum) sekarang B35, sebentar lagi nanti B40 akan kami masukkan,” ujar Eniya di Jakarta, Rabu (24/4/2024).
Baca juga: Hari Bumi, Menparekraf Ajak Wisatawan Reduksi Karbon Saat Berwisata
B40 merupakan campuran bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa sawit, yaitu fatty acid methyl esters (FAME).
Campuran B40 adalah 40 persen FAME dan 60 persen bahan bakar minyak (BBM) jenis solar.
Eniya mengungkapkan, hingga Desember 2024 nanti, pemerintah sedang melakukan pengujian B40 terhadap alat-alat berat.
“Misalnya eskavator, itu sekarang diuji sampai dengan Desember untuk menggunakan B40,” kata Eniya.
Baca juga: PLN: Kendaraan Listrik Kurangi Emisi Karbon 56 Persen dan Lebih Hemat
Selain itu, pemerintah juga sedang mengupayakan 1 persen sustainable aviation fuel (SAF) atau bahan bakar ramah lingkungan untuk pesawat terbang.
“Ke depan, kita akan akselerasi SAF. Ini mungkin isu yang baru, tapi negara kita akan mencoba 1 persen,” ujar Eniya.
Berbagai langkah tersebut diharapkan dapat mereformasi industri ekspor yang ada di Indonesia, sehingga siap menghadapi kebijakan CBAM oleh Uni Eropa.
Kebijakan CBAM diterapkan Uni Eropa untuk mengurangi risiko "kebocoran karbon" yang terjadi ketika perusahaan dari "Benua Biru" memindahkan produksi mereka ke negara-negara dengan kebijakan iklim yang lebih longgar.
Uni Eropa telah memulai tahap transisi penerapan CBAM pada 1 Oktober 2023 dan secara efektif akan memberlakukan CBAM pada 1 Januari 2026.
Baca juga: DBS Indonesia dan Indorama Kolaborasi Keberlanjutan, Kurangi Jejak Karbon
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya