KOMPAS.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membicarakan peluang kolaborasi perdagangan karbon antara Indonesia dengan Uni Eropa.
Pembicaraan tersebut terjalin antara Sri Mulyani dengan Komisioner Uni Eropa untuk Aksi Iklim Wopke Hoekstra di Washington DC, Amerika Serikat (AS), Minggu (21/4/2024),
Sri Mulyani menuturkan, Indonesia mempunyai potensi besar sebagai pemasok kredit karbon global.
Baca juga: Hari Bumi, Menparekraf Ajak Wisatawan Reduksi Karbon Saat Berwisata
Total kredit karbon yang bisa dipasok Indonesia mencapai 1,3 gigaton setara karbon dioksida dengan nilai estimasi 190 miliar dollar AS.
Selain memicarakan kolaborasi perdagangan karbon antara Indonesia dengan Uni Eropa, Sri Mulyani juga membahas perubahan iklim dan transisi energi.
Sampai sejauh ini, isu-isu mitigasi perubahan iklim termasuk transisi menuju energi terbarukan masih menjadi topik hangat di dunia.
Sri Mulyani menambahkan, Indonesia terus menjajaki kerja sama dengan Komisi Eropa guna mempromosikan isu transisi energi.
Baca juga: PLN: Kendaraan Listrik Kurangi Emisi Karbon 56 Persen dan Lebih Hemat
"Saya menyampaikan apresiasi kepada Uni Eropa atas dukungan finansial dalam Just Energy Transition Partnership (JETP) Indonesia," tulis Sri Mulyani dikutip dari Instagramnya.
Dia menambahkan, ada berbagai proyek prioritas dalam JETP uang telah disiapkan contohnya pembangunan jaringan transmisi dan distribusi listrik.
Selain, dalam JETP juga ada proyek pembangunan pembangkit listrik tenaga air (PLTA), pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP), bioenergi, pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), dan pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB).
"Kita tentu berharap dukungan dari Uni Eropa melalui investasi negara-negara anggotanya dapat mengakselerasi terciptanya proses transisi energi yang lebih cepat, adil, dan terjangkau," tutur Sri Mulyani.
Baca juga: DBS Indonesia dan Indorama Kolaborasi Keberlanjutan, Kurangi Jejak Karbon
Diberitakan Kompas.com sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai bursa karbon Indonesia merupakan yang terbaik dibandingkan dengan beberapa negara lain.
Menurut Direktur Pengawasan Bursa Karbon OJK Aldy Erfanda, bursa karbon Indonesia menjadi yang terbesar di tingkat ASEAN, dengan volume transaksi cukup besar.
"Pemerintah pusat dan kementerian terkait sepakat bahwa peluncuran itu harus disegerakan, sebab isu perubahan iklim sangat mengemuka dan mendesak dicarikan solusi efektifnya," ujar Aldy, dikutip 4 Maret 2024.
Izin usaha Penyelenggara Bursa Karbon telah diberikan kepada BEI oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui Surat Keputusan nomor KEP-77/D.04/2023 pada 18 September 2023 lalu
Selain itu, Indonesia juga mengatur penangkap dan penyimpan karbon lintas batas atau carbon capture and storage (CCS) cross border dalam Peraturan Presiden (Perpres) No 14 Tahun 2024.
Baca juga: SCG Siap Rilis Semen Rendah Karbon Generasi Kedua, Tekan 15 Persen Emisi
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya