Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bumi Sedang Tidak Baik-Baik Saja, Transisi Energi Mendesak Dilakukan

Kompas.com - 06/06/2024, 16:00 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Bumi saat ini dianggap sedang tidak baik-baik saja. Perubahan cuaca makin ekstrem dan tak dapat diprediksi.

Fenomena alam terasa aneh dalam hari-hari terakhir ini, mulai dari suhu udara super panas, banjir, hingga angin topan.

Fenomena perubahan cuaca ekstrem tersebut pula yang disinyalir menjadi salah satu penyebab turbulensi parah yang dialami pesawat Boeing 777-300ER saat terbang dari London, Inggris menuju Singapura, pada Senin (20/5/2024).

Akibatnya, pesawat milik Singapore Airlines tersebut terpaksa mendarat darurat di Bangkok, Thailand, Selasa (21/5/2024).

Baca juga: 4 Proyek Energi Hijau PLN Bakal Beroperasi Tahun Depan

"Oleh karena itu, akselerasi hijau menuju masa depan energi yang lebih bersih dan berkelanjutan mendesak untuk dilakukan, ujar Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Wiluyo Kusdwiharto, dalam EITS DISCUSSION SERIES 2024 bertajuk: “Transformasi Hijau Menuju Masa Depan Energi yang Lebih Bersih dan Berkelanjutan” yang digelar Energy Institute for Transition (EITS) di Ballroom Thamrin Nine, Jakarta, Rabu (5/6/2024).

Fenomena perubahan cuaca eksrim seperti itu akan semakin sering terjadi. Kenaikan temperatur bumi akibat lepasnya karbon yang signifikan dari tahun ke tahun adalah salah satu penyebabnya, dan manusia bakal kesulitan memprediksi.

Dia pun mengingatkan, transisi energi tidak harus meningalkan “Trilema Energi” yang mencakup aspek penting dalam infrastruktur energi, yakni energy security (keamanan), environmental sustainability (kelestarian lingkungan), dan affordability (harga terjangkau).

Jika ketiga aspek ini ditinggalkan maka Indonesia akan mengalami krisis energi. Akibatnya, pembangunan tidak dapat dilaksanakan dan ekonomi masyarakat akan menurun.

"Karena itu, kita tetap menuju clean energy tanpa melupakan Trilema Energi,” jelasnya.

Menurut Wiluyo, membangun renewable energy secara bertahap guna menggantikan energi fosil adalah salah satu strategi jitu dalam mengakselerasi transisi energi.

Kemudian, dalam mengakselerasi transisi energi dengan optimalisasi pemanfaatan EBT sebagai pengganti fosil, sebaiknya pemerintah mendahulukan air (hydro energy) dan panas bumi (geothermal energy) untuk pembangunan pembakit listrik.

Potensi sumber energi

Alasannya, potensi sumber daya kedua jenis energi tersbut terbilang melimpah di sejumlah wilayah Indonesia.

Sebut Sumatera, terdapat tiga potensi hydro energy untuk pembangkit listrik, masing-masing sebesar 6 gigawatt (GW), 14 GW, dan 6 GW. Kemudian, Sulawesi (25 GW) dan Papua (25 GW).

Pun energi panas bumi, Indonesia merupakan negara kedua terbesar di dunia setelah Amerika Serikat yang memiliki potensi geothermal energy, dengan kapasitas sebesar 25 hingga 30 GW.

Baca juga: Pemerintah Terus Kembangkan Inovasi Energi Hijau, Termasuk Hidrogen

“Ini harus kita kembangkan dari sekarang karena proses pembangunan EBT butuh waktu lama,” ujarnya.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau