KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana mengungkapkan, pemerintah terus mendorong upaya pengembangan energi baru, termasuk blue ammonia, hidrogen, dan Sustainable Aviation Fuel (SAF).
Hal ini sebagai bagian dari langkah strategis untuk mencapai target nol emisi bersih atau Net Zero Emission (NZE) pada 2060.
Dadan mengatakan, produksi blue ammonia dilakukan dengan mengkonversi gas alam menjadi syngas yang kemudian direaksikan dengan nitrogen.
"Sudah diground-breaking oleh Presiden, bahwa kita akan memproduksi 875.000 ton amonia yang dalam prosesnya itu bebas dari emisi, sehingga kita berharap memang harganya juga berbeda kalau dijual nanti," jelas Dadan, saat acara Mitra UNRI Exhibition Day (MUED) di Riau, Pekanbaru, Rabu (8/5/2024).
Baca juga: WWF ke-10, Indonesia Promosi Infrastruktur Berbasis Energi Hijau
Saat ini sedang diteliti dan dikembangkan amonia sebagai bahan bakar, sama halnya dengan LPG, LNG, dan gas alam.
"Kita ingin dorong produksinya sehingga ini bisa menjadi salah satu bahan bakar yang bebas emisi ke depan, kami terus mendorong kemanfaatan bahan bakar yang bersih di seluruh moda transportasi," tuturnya.
Teknologi lainnya adalah hidrogen yang menawarkan solusi energi bersih yang berlimpah. Dengan tidak menghasilkan emisi, mudah dihasilkan dari berbagai sumber, dan dapat disimpan dengan mudah dalam berbagai bentuk.
Menurut Dadan, hidrogen menjadi pilihan yang menjanjikan untuk mengatasi polusi udara dan memenuhi kebutuhan energi masa depan.
Dadan menyampaikan, Indonesia sudah memiliki satu SPBU hidrogen di Jakarta, walaupun belum banyak kendaraan berbahan bakar hidrogen di Indonesia.
Masyarakat juga perlu belajar bagaimana cara mengangkut, menyimpan, dan mengisi hidrogen ke kendaraan, serta mendapatkan pengalaman dari penggunaan kendaraan berbahan bakar hidrogen.
Baca juga: Pertumbuhan Energi Terbarukan Indonesia Jauh Tertinggal dari Tren Global
"Hidrogennya berasal dari air, bukan hidrogen yang berasal dari gas alam. Kalau dari gas alam yang bukan energi baru lalu dikonversi menurut saya tidak terlalu besar impact-nya terhadap upaya-upaya peningkatan ketahanan energi," terang Dadan.
Selain itu, pemerintah juga berhasil menjalankan penerbangan komersial perdana di dunia pada 27 Oktober 2023 dengan menggunakan Sustainable Aviation Fuel (SAF) bioavtur J2.4 yang terbuat dari minyak inti sawit dalam rute Jakarta-Solo.
"SAF diproduksi melalui pencampuran bahan bakar EBT dengan bahan bakar JET konvensional," kata Dadan.
Melalui upaya-upaya ini, Indonesia memperkuat komitmennya untuk membangun masa depan yang lebih hijau, bersih, dan berkelanjutan bagi generasi mendatang.
"Tidak hanya untuk lingkup nasional tetapi juga sebagai bagian dari tanggung jawab global dalam menghadapi perubahan iklim," pungkasnya.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya