KOMPAS.com - Revisi Undang (UU) Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem (KSDAHE) hampir selesai.
Dikutip dari situs web parlemen, DPR RI bakal membawa rancangan revisi UU tersebut ke tingkat II rapat paripurna.
Sebelumnya, sembilan fraksi menyampaikan pendapat akhir mini fraksinya dan menyatakan persetujuannya terhadap hasil rancangan UU perubahan atas UU Nomor 5 Tahun 1990.
Baca juga: Konservasi Laut yang Efektif Butuh Pendekatan Kesetaraan Gender
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya mengatakan, 24 pasal dari total 45 pasal dalam UU Nomor 5 Tahun 1990 tetap dipertahankan.
Siti menambahkan, sisanya yaitu 21 pasal mengalami esensi kebaruan.
Kebaruan tersebut mencakup antara lain pengaturan kegiatan konservasi di Kawasan Pelestarian Alam (KPA) dan Kawasan Suaka Alam (KSA); kawasan konservasi di perairan, wilayah pesisir, dan pulau-pulau kecil (KKPWP3K); dan area preservasi.
"Revisi UU Nomor 5 Tahun 1990 menjadi penting dalam upaya menjaga relevansi prinsip-prinsip konservasi, yang diperkuat implementasinya dengan kondisi hingga saat ini," kata siti dikutip siaran pers Kementerian LHK, Jumat (14/6/2024).
Baca juga: Indonesia-Norwegia Kerja Sama Kehutanan, Tingkatkan Sarana Konservasi
Selama ini, UU Nomor 5 Tahun 1990 telah menjadi dasar hukum konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya selama lebih dari 30 tahun.
UU tersebut menjadi dasar dan acuan utama dalam pengelolaan sumber daya alam hayati melalui tiga pilar konservasi.
Ketiga pilar tersebut adalah perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
"Terima kasih dalam proses yang cukup panjang dan cukup berat, sebanyak 24 Pasal dari total 45 Pasal dalam UU Nomor 5 Tahun 1990 tetap dipertahankan," jelas Siti.
Siti menyampaikan, semangat penguatan UU Nomor 5 Tahun 1990 telah disarikan dan dirumuskan berkenaan dengan tantangan keterbatasan penyidikan dan sanksi yang belum optimal.
Baca juga: BIRU, Hub Konservasi Keanekaragaman Hayati Resmi Meluncur di Bali
Siti berujar, dengan adanya perubahan dalam rancangan UU tersebut, ekosistem penting termasuk keberadaan tumbuhan dan satwa liar di luar KSA, KPA, dan KKPWP3K mendapatkan kepastian hukum dalam pengelolaannya ke depan.
Selain itu, ada penguatan larangan, sanksi, dan pidana dirumuskan untuk menjaga keutuhan KSA dan KPA dengan norma larangan tindak pidana di bidang tumbuhan dan satwa liar, termasuk kejahatan yang mempergunakan media sosial.
Ada pula klausul mempertegas dan memperberat sanksi pidana termasuk pemberatan sanksi untuk korporasi serta sanksi pidana tambahan seperti pembayaran ganti rugi; biaya pemulihan ekosistem; serta biaya rehabilitasi, translokasi, dan pelepasliaran satwa.
Keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan konservasi juga akan diatur dalam rancangan UU in dengan menegaskan posisi dan peran masyarakat, termasuk masyarakat hukum adat.
Rancangan UU tersebut juga mengakomodasi istilah sumber daya genetik dalam aspek pengawetan dan pemanfaatan.
Di samping itu, rancangan UU KSDAHE juga akan memandatkan penyusunan 17 peraturan pemerintah (PP).
Baca juga: Konservasi Laut, Pupuk Kaltim Turunkan 6.882 Terumbu Karang Sejak 2011
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya