Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 14/06/2024, 11:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

KOMPAS.com - Ketua Poros Rawamangun Rudy Darmanto mengatakan, pemerintah perlu melakukan pengawasan terhadap penggunaan air tanah di Jakarta guna mencegah terjadinya penurunan muka air tanah.

Hal tersebut disampaikan Rudy dalam diskusi publik yang mengangkat tema "Jakarta Tenggelam Krisis Air Tanah" di Gedung Pemuda Rawamangun, Kecamatan Pulogadung, Jakarta Timur, Rabu (12/6/2024).

"Jika penggunaan air tanah tidak diawasi dan dibatasi dengan ketat, maka penurunan muka air tanah makin tinggi. Dapat dipastikan Jakarta akan cepat tenggelam," kata Rudy sebagaimana dilansir Antara.

Baca juga: Eksploitasi Air Tanah: Tantangan dan Peluang Jakarta

Menurut dia, konsumsi air di sejumlah kawasan rumah susun di Jakarta komposisinya adalah 30 persen menggunakan perusahaan air minum daerah dan 70 persen menggunakan air tanah.

Di tengah krisis air Jakarta, kata dia, penggunaan air tanah sudah seharusnya dibatasi dan diawasi dengan ketat oleh pemerintah.

"Harusnya ada pengawasan ketat yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi penggunaan air tanah di Jakarta," kata Rudy.

Direktur Operasional Perumda PAM Jaya Syahrul Hasan menuturkan, ada beberapa kendala yang dialami perusahaannya karena masih belum dapat memenuhi pasokan air minum bagi warga Jakarta.

Menurut dia, selisih kekurangan bagi kebutuhan air bersih warga Jakarta mencapai 11.000 liter per detik dari tingkat kebutuhan pasokan air yang mencapai 31.000 liter per detik.

Baca juga: Pengamat: Transportasi Umum Jakarta Setara Kota Besar Dunia

Tingginya selisih kekurangan itu salah satunya karena PAM Jaya baru dapat mengoptimalkan air bersih dari dua sungai di Jakarta, yakni Sungai Ciliwung dan Sungai Pesangrahan. Sedangkan Sungai Krukut baru tahun ini dikelola oleh Perumda PAM Jaya.

Selain itu, dalam hal jangkauan pengelolaan air bersih, PAM Jaya baru memiliki jaringan perpipaan air bersih yang menjangkau sebanyak 65 persen warga. Masih kekurangan 35 persen dari total kebutuhan.

"Kami tidak dapat asal mengelola air dari sungai-sungai di Jakarta sebab dipengaruhi langsung oleh ketahanan air di sungai-sungai tersebut," ujarnya.

Hal senada juga dikatakan pengamat kebijakan publik, Budi Siswanto. Dia berujar, penggunaan air tanah untuk kebutuhan gedung-gedung pencakar langit di Jakarta cukup tinggi.

"Ada sekitar 3.000 sampai 4.000 gedung-gedung tinggi di Jakarta, namun sayangnya hanya sekitar 200 gedung yang memiliki izin pengelolaan air bersih," ujarnya.

Baca juga: Jakarta, Makassar, dan Semarang, Kota Terpanas di Dunia

Karena itu, dibutuhkan pengawasan mendalam soal izin pengelolaan air bersih agar tidak menimbulkan masalah di tengah krisis air akibat menurunnya permukaan tanah.

Sementara itu, pengamat lingkungan, Ferly Sahadat menuturkan perlunya Badan Regulasi Air untuk melakukan pengawasan mendalam pengelolaan air untuk komersil.

"Dengan lemahnya pengawasan eksploitasi air tanah, maka bisa dipastikan warga Jakarta akan terus mengalami kerugian yang signifikan," kata Ferly.

Selain itu, ada juga sumur-sumur ilegal yang tidak memiliki izin. Kondisi tersebut menyebabkan permukaan tanah Jakarta mengalami penurunan dan berdampak menjadi ancaman serius tenggelamnya Jakarta.

Baca juga: BMKG: Perubahan Lanskap Salah Satu Penyebab Suhu Panas di Jakarta

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau