Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tingkat Kebakaran Lahan Gambut Menurun, Bisa Tekan Emisi

Kompas.com, 14 Juni 2024, 09:00 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) menyampaikan data terjadinya penurunan kebakaran lahan, terutama di ekosistem gambut.

Sekretaris Utama (Sestama) BRGM Ayu Dewi Utari mengatakan, sebagai ekosistem yang terbentuk dari sampah organik berusia ribuan tahun, lahan gambut pada kondisi alami sebenarnya selalu tergenang air dan sulit terbakar.

Namun, konversi lahan gambut menjadi area perkebunan, HTI, pertanian hingga permukiman, berdampak menjadi gambut kering, yang berakibat dekomposisi lalu menyebabkan kebakaran hutan dan lahan. 

Baca juga: Cegah Kebakaran, Kalbar Optimalkan Pemanfaatan Lahan Gambut

"Tahun 2015 terjadi kebakaran besar dan alhamdulillah sampai dengan saat ini memang kebakaran sudah menurun," ujar Ayu dalam diskusi Thought Leaders Forum (TLF) ke-32 bertema “Konservasi dan Restorasi Lahan Gambut Tropis di Indonesia: Solusi Iklim Alami untuk Mitigasi Perubahan Iklim di Jakarta, Kamis (13/6/2024). 

"Banyak hal yang dilakukan, memang kalau dikatakan sudah 100 persen kesadaran masyarakat, tidak. Tapi perhatian pemerintah terhadap pengelolaan lahan gambut sudah terjadi," imbuhnya. 

Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pada 2015 saat terjadi kebakaran di lahan seluas 2,6 juta hektar, sekitar 34 kasus di antaranya adalah lahan gambut.

Jumlah itu turun menjadi 16 persen dari luas kebakaran pada 2023, yang tercatat mencapai 1,1 juta hektar.

Gambut dan emisi GRK

Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa kebakaran di lahan gambut memiliki dampak langsung terhadap perubahan iklim. Sebab, gambut memiliki peran sebagai salah satu ekosistem yang menyimpan karbon.

Diskusi Thought Leaders Forum (TLF) ke-32 bertema tema ?Konservasi dan Restorasi Lahan Gambut Tropis di Indonesia: Solusi Iklim Alami untuk Mitigasi Perubahan Iklim yang diselenggarakan Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) di Jakarta, Kamis (13/6/2024). KOMPAS.com/FAQIHAH MUHARROROH ITSNAINI Diskusi Thought Leaders Forum (TLF) ke-32 bertema tema ?Konservasi dan Restorasi Lahan Gambut Tropis di Indonesia: Solusi Iklim Alami untuk Mitigasi Perubahan Iklim yang diselenggarakan Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) di Jakarta, Kamis (13/6/2024).
Tercatat luasan lahan gambut tropis di Indonesia mencapai 13,4 juta hektar. Dengan luasan tersebut, diperkirakan mampu menyimpan hingga 57 giga ton karbon atau 55 persen dari total karbon gambut tropis dunia.

"Namun, dari total luasan lahan gambut tropis Indonesia, hampir setengahnya mengalami degradasi fungsi yang diakibatkan oleh pembangunan kanal, penebangan hutan, konversi menjadi lahan pertanian, dan kebakaran," tutur Ayu. 

Padahal, sebagai salah satu ekosistem lahan basah, peran gambut dalam mencegah krisis alam termasuk untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sudah teruji.

"Gambut mempunyai kapasitas penyimpanan karbon 10 sampai 13 kali dibandingkan ekosistem lain," tambah dia. 

Baca juga: Walhi: Rentetan Kebakaran TPA di Jateng karena Kurang Mitigasi

Dampak langsung dekomposisi gambut adalah terjadinya emisi GRK akibat turunnya tinggi muka air gambut. Setiap penurunan muka air gambut sekitar 100 sentimeter menyebabkan emisi berkisar antara 95 ton CO2 per hektar per tahun.

Adapun Ayu menyebut pemerintah telah berupaya melakukan restorasi gambut, di antaranya melalui Rewetting, Revegetasi dan Revitalisasi (3R).

Rewetting adalah membangun dan menata sekat kanal pada kanal-kanal yang telah terbangun, demi menjaga kebasahan gambut.

Revegetasi dilakukan untuk menambah tutupan lahan pada area gambut sehingga mengurangi laju evaporasi dan dekomposisi, serta menambah biomassa gambut. 

Adapun revitalisasi ekonomi sebagai upaya untuk memberikan alternatif mata pencaharian masyarakat. Sehingga mereka tidak mengelola lahan gambutnya dengan membakar atau bisa meningkatkan hasil pemanfaatan laham gambut dengan cara-cara yang ramah lingkungan.

"Salah satu upaya revitalisasi lahan gambut yang dilakukan BRGM adalah memperkenalkan budidaya lahan gambut untuk pertanian semusim di desa Taliohulu, Kecamatan Pandih Batu Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah," pungkasnya. 

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
LSM/Figur
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Pemerintah
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Pemerintah
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
LSM/Figur
Refleksi Filsafat Ekologis, Tempat Keramat dan Etika Lingkungan
Refleksi Filsafat Ekologis, Tempat Keramat dan Etika Lingkungan
Pemerintah
RI Sulit Capai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen Jika Andalkan Sektor Pertanian
RI Sulit Capai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen Jika Andalkan Sektor Pertanian
LSM/Figur
DAMRI Jalankan 286 Bus Listrik, Potensi Kurangi 72.000 Ton Emisi per Tahun
DAMRI Jalankan 286 Bus Listrik, Potensi Kurangi 72.000 Ton Emisi per Tahun
BUMN
Miangas hingga Wamena, FiberStar Genjot Akselerasi Digital di Wilayah 3T
Miangas hingga Wamena, FiberStar Genjot Akselerasi Digital di Wilayah 3T
Swasta
Pelaku Bisnis Luncurkan Program Sertifikasi Produksi Kaca Rendah Karbon
Pelaku Bisnis Luncurkan Program Sertifikasi Produksi Kaca Rendah Karbon
Pemerintah
Perubahan Iklim Diprediksi Tekan Pendapatan Dunia hingga 17 Persen
Perubahan Iklim Diprediksi Tekan Pendapatan Dunia hingga 17 Persen
LSM/Figur
ISSB Usulkan Pelaporan Emisi Metana Scope 1 untuk Perusahaan Energi
ISSB Usulkan Pelaporan Emisi Metana Scope 1 untuk Perusahaan Energi
LSM/Figur
Konflik Agraria di Balik Banjir Sumatera, Mayoritas Disebut Dipicu Perkebunan Sawit
Konflik Agraria di Balik Banjir Sumatera, Mayoritas Disebut Dipicu Perkebunan Sawit
Pemerintah
Ketika Motor Listrik Jadi Andalan Ojol untuk Cari Rezeki
Ketika Motor Listrik Jadi Andalan Ojol untuk Cari Rezeki
Pemerintah
Sampel Udara Berusia 35 Tahun Tunjukkan Perubahan Ritme Alam akibat Iklim
Sampel Udara Berusia 35 Tahun Tunjukkan Perubahan Ritme Alam akibat Iklim
LSM/Figur
Hadapi Regulasi Anti-Deforestasi UE, Sawit dan Kayu Indonesia Dilacak hingga ke Kebunnya
Hadapi Regulasi Anti-Deforestasi UE, Sawit dan Kayu Indonesia Dilacak hingga ke Kebunnya
Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau