JAKARTA, KOMPAS.com - Studi terbaru organisasi masyarakat sipil Kalyanamitra menunjukkan bahwa perempuan masih mengalami kekerasan dalam politik atau kekerasan berbasis gender dalam pemilihan umum (Pemilu).
Ketua Umum Kalyanamitra Listyowati mengatakan, pihaknya telah merilis hasil riset terkait kekerasan gender dalam Pemilu 2024, pada 25 Juni 2024 lalu.
“Dari studi yang kami lakukan, ada beberapa kekerasan yang terjadi dalam proses Pemilu 2024, dari tahap pendaftaran sampai penetapan pemenang,” ujar Listyowati saat membuka Diskusi Publik bertema “Evaluasi Pemilu Serentak 2024: Distorsi Keterwakilan Perempuan dan Meningkatnya Kekerasan Terhadap Perempuan oleh Penyelenggara Pemilu” di Jakarta, Senin (1/7/2024).
Adapun studi ini dilaksanakan di empat wilayah di Indonesia yaitu Aceh, DKI Jakarta, Makassar, dan Ambon.
Kekerasan dalam Pemilu ini dikatakan terus meningkat eskalasinya. Mulai dari pelecehan, intimidasi, diskriminasi, narasi seksis terhadap calon perempuan, kekerasan fisik, hingga kekerasan seksual, yang terjadi di ranah privat maupun publik.
Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja menyampaikan bahwa terjadi peningkatan kekerasan terhadap perempuan, yang dilakukan penyelenggara Pemilu 2024.
“Kami dinotifikasi oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) setelah melihat, mengamati, dan menerima pengaduan kekerasan perempuan oleh penyelenggara pemilu, ada peningkatan,” ujar Rahmat.
Pada periode tahun 2017-2022, terdapat 25 kasus kekerasan seksual yang ditangani oleh DKPP dengan 21 pemberhentian tetap dan 4 peringatan keras.
Pada tahun 2022-2023, terdapat 4 kasus kekerasan seksual yang ditangani oleh DKPP dengan 3 pemberhentian tetap dan 1 peringatan keras terakhir.
Sementara itu, pada tahun 2023, angkanya meningkat dengan 54 perbuatan asusila dan pelecehan seksual oleh penyelenggara Pemilu yang diadukan ke DKPP.
Lebih lanjut, Listyowati mengatakan bahwa yang menjadi korban berasal dari berbagai kalangan perempuan.
“Korbannya mulai dari pemilih perempuan dan kelompok rentan, perempuan kelompok ekonomi rendah, perempuan kepala keluarga, minoritas gender, disabilitas, LSM, lansia, akademisi, penyelenggara pemilu, caleg perempuan, hingga jurnalis,” papar dia.
Banyaknya kasus dan korban menyebabkan sejumlah dampak yang tak bisa dihindari.
Pertama, sedikitnya jumlah perempuan dan kelompok rentan yang mencalonkan diri untuk jabatan politik.
Kemudian, terbatasnya visibilitas perempuan dan kelompok rentan dalam partai politik, sehingga mempersulit kandidat perempuan dan kelompok rentan untuk dikenal.
“Hal ini membuat menguatnya doktrin buruk mengenai kandidat perempuan yang tidak kompeten untuk menjabat pada jabatan publik,” kata Listyowati.
Faktor-faktor tersebut, kata dia, memberikan pengaruh pada sedikitnya jumlah perempuan dan kelompok rentan yang terpilih dalam parlemen.
“Data keterwakilan perempuan di DPR dari (tahun) 2009-2024 belum ada yg mencapai tahapan 30 persen di DPR RI, tidak sesuai aturan kebijakan afirmasi dalam UU 7 Tahun 2017,” terang Listyowati.
Terbatasnya perempuan dan kelompok rentan menjadikan perspektif serta kebutuhan khusus perempuan maupun kelompok rentan kerap luput dari kebijakan dan mekanisme penyelenggaraan pemilu.
Sementara itu, Anggota Bawaslu RI Periode 2008-2012 Wahidah Suaib mengatakan, perempuan seringkali ditempatkan hanya sebagai pemilih dalam pemilu.
Namun, pasca seorang kandidat menang dan masuk ke dalam parlemen, alih-alih memberi perhatian, banyak kebijakan mereka yang tidak berpihak pada perempuan. Kendati pemilihnya kebanyakan adalah perempuan maupun kelompok rentan.
Padahal, pemilu demokratis bertujuan untuk memastikan pelaksanaan pemilu yang lebih jujur, adil, inklusif, tidak diskriminatif, dan terbebas dari segala tindak kekerasan khususnya terhadap perempuan.
“Mengutip kata mantan Presiden Chili, Michelle Bachelete, ‘Jika demokrasi mengabaikan partisipasi perempuan, tidak menaggapi suara perempuan dan membatasi perkembangan hak-hak perempuan, sesungguhnya demokrasi itu hanya untuk separuh warganya,” pungkas Wahidah.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya