KOMPAS.com - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bersama Bezos Earth Fund (BEF) menjalin kerja sama untuk mencapai tujuan Indonesia berdasarkan rencana kerja Nationally Determined Contribution (NDC) dan Forestry and Other Land Use (FOLU) Net Sink 2030.
FOLU Net Sink adalah dokumen perencanaan yang menjabarkan target dan kebijakan, serta langkah kerja untuk penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) sampai dengan tahun 2030.
Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar mengungkapkan, penandatanganan nota kesepahaman (MoU) dilakukan bersama Senior Fellow BEF Lord Zac Goldsmith, saat sesi khusus Indonesia pada Oslo Tropical Forest Forum (OTFF) 2024 di Norwegia, Selasa (25/6/2024).
"Penandatanganan MoU antara KLHK dan Bezos Earth Fund (BEF) ini dimaksudkan untuk mendukung kerja multipihak dari sektor swasta dan filantropi, serta kesejahteraan masyarakat lokal dan adat. Saya yakin bahwa kemitraan baru ini akan produktif di tahun-tahun mendatang," ujar Siti Nurbaya, dalam pernyataannya, dikutip Selasa (2/7/2024).
Baca juga: Energi Ramah Lingkungan Jadi Fondasi RI Capai NZE
Indonesia berhasil mengendalikan kebakaran hutan selama periode El Nino yang berkepanjangan baru-baru ini. Oleh karena itu, ia memastikan target iklim FOLU Net Sink 2030 tetap berada pada jalurnya.
Pada kesempatan tersebut, Siti Nurbaya menyatakan kolaborasi ini berakar pada pengakuan dan komitmen bersama atas sejumlah hal.
Antara lain dukungan terhadap Kepemimpinan Iklim Indonesia dengan mengakui target ambisius Indonesia untuk mencapai penyerapan bersih karbon dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya pada 2030.
Hal ini sejalan dengan perjanjian internasional seperti Perjanjian Paris dan Konvensi Keanekaragaman Hayati.
"Perluasan upaya konservasi berupa komitmen untuk memperluas target perhutanan sosial, termasuk pengakuan hukum atas hutan adat, yang ditujukan untuk konservasi keanekaragaman hayati dan praktik pengelolaan lahan berkelanjutan," tuturnya.
Pembentukan kawasan konservasi berasal dari inisiatif untuk mengelola kawasan konservasi yang ada dan membangun Taman Nasional baru di kawasan keanekaragaman hayati utama, demi menjaga keanekaragaman ekologi dan meningkatkan ketahanan lingkungan.
Ada beberapa hal yang tercakup dalam kemitraan ini. Pertama, kemitraan inovatif yakni pengembangan kemitraan konsesi konservasi dalam konsesi penebangan.
Bertujuan untuk memperluas secara cepat guna melindungi ekosistem penting melalui izin inovatif dan revisi rencana bisnis.
Kemudian, dialog kebijakan dan penyelarasan teknis, untuk memfasilitasi dialog kebijakan dan menyelaraskan metodologi Indonesia dengan standar global.
Baca juga: Dampak Positif Tercapainya NZE bagi Manusia dan Bumi
Berikutnya memastikan pengakuan dan dukungan internasional terhadap kehutanan dan penggunaan lahan berkelanjutan.
Selanjutnya, keterlibatan multisektoral yakni keterlibatan dengan beragam pemangku kepentingan, termasuk komunitas lokal dan mitra internasional, untuk memastikan strategi implementasi yang komprehensif dan inklusif.
"Kemitraan ini menggarisbawahi komitmen terhadap pembangunan berkelanjutan, konservasi keanekaragaman hayati, dan ketahanan iklim," imbuh Siti Nurbaya.
Hal tersebut, kata dia, memanfaatkan keahlian dan sumber daya untuk mencapai dampak transformatif pada lanskap lingkungan hidup Indonesia.
Siti Nurbaya meyakini, dukungan ini semakin bisa mewujudkan kerja bersama antar semua pemangku kepentingan, yakni pemerintah pusat, pemda, LSM, dunia usaha, dan komunitas. Khususnya dalam penguatan konservasi, kinerja restorasi hutan, serta hutan adat.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya