KOMPAS.com- Sanggar Murtitomo, didirikan oleh Ahmad Soleh (43 tahun) atau yang akrab disapa Wahid, menjadi oase budaya tradisional di tengah modernisasi. Kehadiran sanggar ini tak hanya menarik minat pecinta seni lokal, tapi juga mancanegara.
Pengunjung dari Amerika, Singapura, dan Australia tak hanya membeli karya seni, tetapi juga ingin menyelami proses pembuatannya.
Kecintaan Wahid terhadap seni telah terpupuk sejak kecil, berkat sang ayah yang merupakan seniman ludruk. "Saya merasa memiliki tanggung jawab untuk melanjutkan warisan seni tersebut," ungkap Wahid.
Melihat kondisi seni tradisional yang kian terpinggirkan, Wahid mendirikan Sanggar Murtitomo di Desa Sengguruh, Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang. Sanggar ini menjadi wadah bagi generasi muda untuk belajar dan berkarya, melestarikan seni dan budaya lokal.
Berbagai properti seni tradisional seperti topeng, reog, bantengan, barongan, dan jaranan diproduksi di sanggar ini. "Kami ingin sanggar ini menjadi tempat bagi anak-anak untuk mengembangkan keterampilan mereka dalam seni dan budaya," kata Wahid.
Selain melestarikan seni, Sanggar Murtitomo juga memberikan kesempatan bagi anak-anak yang kurang beruntung, termasuk mereka yang pernah bermasalah dengan hukum.
"Kami memberikan pembinaan dan pelatihan keterampilan kepada mereka agar dapat memiliki kesempatan yang lebih baik lagi," tambah Wahid. Melalui pelatihan ini, anak-anak tidak hanya mendapatkan keterampilan baru, tetapi juga harapan dan kesempatan untuk masa depan lebih cerah.
Wahid juga mengajarkan seni tari kepada anak-anak dan pemuda di sanggar. "Dengan mengajarkan seni tari, saya berharap mereka bisa lebih mencintai dan menghargai budaya kita," ujar Wahid.
Sanggar Murtitomo mendapat penuh dari PT Ekamas Fortuna, unit usaha APP Group di Kabupaten Malang. "Bantuan CSR dari PT Ekamas Fortuna memungkinkan kami membangun sanggar dan menyediakan fasilitas memadai bagi anak-anak untuk berkarya," ungkap Wahid.
Head of General Services PT Ekamas Fortuna, Yohanes Repelitanto menjelaskan, dukungan ini merupakan wujud komitmen perusahaan dalam berkontribusi positif bagi komunitas lokal.
"Kami terinspirasi oleh semangat Wahid dalam mengembangkan seni budaya Malang, baik berupa topeng maupun tari. Oleh karena itu, kami ingin menjadi bagian dari perjalanan inspiratif ini," ungkap Yohanes.
Dukungan PT Ekamas Fortuna tak hanya dalam bentuk finansial, tetapi juga kesempatan untuk tampil di berbagai acara tingkat Kabupaten dan sekitarnya.
"Dengan mengundang Sanggar Murtitomo, kami berharap dapat memperkenalkan dan mengapresiasi seni budaya lokal kepada masyarakat yang lebih luas," tambah Yohanes.
Kerja sama Sanggar Murtitomo dan PT Ekamas Fortuna menjadi bukti nyata kolaborasi yang positif antara pelaku seni dan dunia usaha. Hal ini menunjukkan, kepedulian dan dukungan dari berbagai pihak sangatlah penting untuk melestarikan dan mengembangkan budaya lokal.
Sanggar Murtitomo memproduksi berbagai produk seni dengan harga bervariasi, dari topeng seharga Rp 250.000 hingga barongan seharga Rp 2 juta. Wahid memastikan anak-anak di sanggar mendapatkan keterampilan yang beragam dan terus berkembang.
Sanggar Murtitomo juga memanfaatkan sumber daya lokal dan limbah untuk bahan baku, seperti kayu sengon dan kayu dadap cangkering. "Pendekatan ini mendukung keberlanjutan lingkungan dan memberdayakan komunitas lokal," kata Wahid.
Wahid memiliki visi besar untuk Sanggar Murtitomo. Ia berharap dapat mendirikan lembaga pendidikan formal untuk anak-anak seniman agar mereka mendapatkan pendidikan yang layak.
"Banyak anak-anak seniman yang pendidikannya terbengkalai. Kami berharap bisa mendirikan lembaga pendidikan formal untuk mereka," harap Wahid.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya