Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

“Social Enterprise” yang Ramah Lingkungan Masih Hadapi Stigma Negatif

Kompas.com - 22/10/2024, 14:54 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

 

JAKARTA, KOMPAS.comSocial enterprise atau bisnis berdampak sosial, terutama di sektor lingkungan, masih menghadapi banyak tantangan di Indonesia. Salah satunya adalah stigma negatif terkait produk ramah lingkungan atau berkelanjutan (sustainable).

Menurut Co-Founder & Chief Sustainability Plana, Joshua C. Chandra, stigma menjadi salah satu penghambat utama yang harus dihadapi ketika memasarkan produk-produk berkelanjutan.

"Stigma terhadap barang-barang berkelanjutan biasanya adalah harganya mahal dan kualitasnya rendah. Ini tantangan utama saat kami mencoba masuk ke pasar. Banyak konsumen yang justru melihat kata ‘sustainable’ sebagai sesuatu yang negatif, bukan positif," ujar Joshua saat ditemui di DBS Foundation Bestari Festival di Jakarta, Sabtu (19/10/2024). 

Baca juga: Budidaya Ikan Tidak Termasuk Bisnis yang Implementasikan Sustainability?

Selain stigma, kata dia, tantangan lain yang dihadapi adalah persaingan dengan produk konvensional.

Pasalnya, pasar Indonesia masih belum terlalu memiliki pola pikir yang sustainable-minded, meski industri produk berkelanjutan terus berkembang.

"Bisnis berkelanjutan harus bisa bersaing dengan produk konvensional yang sudah lebih kompetitif di pasar, baik dari segi harga maupun kualitas,” tambahnya.

Sebagai informasi, Plana merupakan usaha pembuatan material bangunan berbahan gabah padi dan sampah plastik daur ulang, yang telah berdiri sejak 2021.

Upaya dari industri

Dalam menghadapi tantangan tersebut, Joshua menjelaskan, ada beberapa strategi yang dapat diadopsi oleh social enterprise.

"Kembali ke strategi dan market (pasar). Pasar bisa menerima produk sustainable kalau kita juga harus bersaing dari segi nilai teknis, seperti harga, kekuatan produk, dan tampilan yang menarik," paparnya.

Baca juga: Sustainability Jadi Perhatian Pelaku Usaha Furnitur Indonesia

Ia mencontohkan, produknya di sektor konstruksi yang memiliki desain menyerupai kayu, memiliki harga murah namun kualitas terjamin dengan sejumlah portofolio yang dimiliki. Hal ini dinilai sebagai nilai tambah di mata konsumen.

“Kami juga harus mampu mematahkan stigma dengan menawarkan produk yang lebih murah namun berkualitas lebih baik. Padahal barang ini sustainable," terang Joshua. 

Oleh karena itu, menurutnya, social enterprise di sektor lingkungan terus berupaya mengatasi berbagai tantangan dengan mengedepankan inovasi dan edukasi. Serta, membangun kepercayaan publik untuk mendorong perubahan yang lebih baik di masa depan.

"Kepercayaan itu merupakan hal yang sulit, nggak usah bisnis sehari-hari juga ya, untuk bisa dapetin trust orang itu sesuatu yang challenging. Apalagi kami yang lagi bergerak di bidang ini dengan menawarkan sampah," tutur dia. 

Baca juga: Anak Muda Perlu Dilibatkan dalam Diskusi Isu Keberlanjutan

"Tapi yang harus kita utamakan adalah keep going, jangan pernah menyerah dan selalu jadi 'cheerleader' nomor satu atau orang yang paling percaya dengan bisnis kita. That's why kita bisa menularkan kepercayaan itu, kepedean kita, dan juga passion ke orang-orang yang melihat bisnis, produk, maupun solusi kita," pungkasnya. 

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Studi: 2024 Jadi Era Transisi Energi Betulan, Emisi Segera Capai Puncak

Studi: 2024 Jadi Era Transisi Energi Betulan, Emisi Segera Capai Puncak

LSM/Figur
Bisakah Negara-negara di Asia Hentikan Penggunaan Batu Bara?

Bisakah Negara-negara di Asia Hentikan Penggunaan Batu Bara?

Pemerintah
Harga PLTS dan PLTB Turun Drastis, ASEAN Harus Ambil Kesempatan

Harga PLTS dan PLTB Turun Drastis, ASEAN Harus Ambil Kesempatan

LSM/Figur
“Social Enterprise” yang Ramah Lingkungan Masih Hadapi Stigma Negatif

“Social Enterprise” yang Ramah Lingkungan Masih Hadapi Stigma Negatif

Swasta
Singapura Putuskan Ikut Danai Studi Kelayakan CCS di Negaranya

Singapura Putuskan Ikut Danai Studi Kelayakan CCS di Negaranya

Pemerintah
Perluasan Hutan Tanaman Energi Dinilai Percepat Deforestasi di Kalimantan Barat

Perluasan Hutan Tanaman Energi Dinilai Percepat Deforestasi di Kalimantan Barat

LSM/Figur
Penegakan Hukum dan Rendahnya Kesadaran Masyarakat jadi Tantangan Kelola Sampah

Penegakan Hukum dan Rendahnya Kesadaran Masyarakat jadi Tantangan Kelola Sampah

LSM/Figur
Pengajar dan Praktisi Minta Prabowo Revolusi Ketenagakerjaan ke Arah Berkelanjutan

Pengajar dan Praktisi Minta Prabowo Revolusi Ketenagakerjaan ke Arah Berkelanjutan

LSM/Figur
Seruan Pendanaan Pelestarian Alam Menggema dalam KTT Keanekaragaman Hayati COP16

Seruan Pendanaan Pelestarian Alam Menggema dalam KTT Keanekaragaman Hayati COP16

Pemerintah
79 Persen Eksekutif Agrifood Laporkan Pertumbuhan Pendapatan dari Investasi Keberlanjutan

79 Persen Eksekutif Agrifood Laporkan Pertumbuhan Pendapatan dari Investasi Keberlanjutan

Pemerintah
 Bank Belum Siap Hadapi Perubahan Iklim

Bank Belum Siap Hadapi Perubahan Iklim

Pemerintah
Emisi CO2 Global dari Kebakaran Hutan meningkat 60 Persen Sejak 2001

Emisi CO2 Global dari Kebakaran Hutan meningkat 60 Persen Sejak 2001

LSM/Figur
Tolak PLTU Captive, Koalisi Sulawesi Tanpa Polusi Minta Prabowo Revisi Perpres 112/2022

Tolak PLTU Captive, Koalisi Sulawesi Tanpa Polusi Minta Prabowo Revisi Perpres 112/2022

LSM/Figur
Google Bakal Manfaatkan Nuklir untuk Pasok Listrik Data Center

Google Bakal Manfaatkan Nuklir untuk Pasok Listrik Data Center

Swasta
Ilmuwan Eksplorasi Rumput Laut Jadi Sumber Energi dan Pakan Ternak

Ilmuwan Eksplorasi Rumput Laut Jadi Sumber Energi dan Pakan Ternak

Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau