KOMPAS.com - Otoritas Pasar Energi (EMA) Singapura akan ikut mendanai studi kelayakan penangkap dan penyimpan karbon atau CCS yang diusulkan oleh beberapa perusahaan pembangkit listrik dan perusahaan energi.
Langkah tersebut diambil guna membantu negara kota tersebut mencapai target net zero emission (NZE) pada 2050.
EMA mengatakan, pihaknya akan ikut mendanai studi kelayakan dua teknologi CCS, sebagaimana dilansir Reuters, Senin (21/10/2024).
Baca juga: Keputusan Menteri Energi ASEAN Dorong CCS Dinilai Setengah Hati Wujudkan Transisi
Kedua CCS tersebut adalah penangkap karbon pasca-pembakaran untuk pembangkit listrik combined-cycle gas turbines (CCGT) dan penangkap karbon pra-pembakaran untuk produksi hidrogen yang diperuntukkan bagi pembangkitan listrik.
Akan tetapi, EMA tidak merinci berapa dana yang akan dikucurkan untuk membantu studi kelayakan kedua teknologi CCS tersebut.
Penangkapan karbon pasca-pembakaran mengacu pada pemasangan CCS untuk menangkap karbon dioksida dari gas buang yang dihasilkan selama pembakaran gas alam di pembangkit CCGT.
Sedangkan penangkapan karbon pra-pembakaran mengacu pada pemasangan unit di lokasi untuk menangkap karbon dioksida yang dihasilkan selama produksi hidrogen dari gas alam.
Baca juga: Pertamina International Shipping Siapkan Armada Angkut Karbon untuk CCS
Pemerintah Singapura juga sedang mengembangkan proyek CCS untuk mengumpulkan emisi karbon dioksida di Pulau Jurong untuk disimpan di luar negeri.
Proyek CCS Tahap 1 di Pulau Jurong kemungkinan akan dimulai sekitar tahun 2030.
Diberitakan Kompas.com sebelumnya, Indonesia dan Singapura menandatangani Letter of Intent (LOI) untuk bekerja sama dalam kegiatan CCS lintas batas pada Februari 2024.
Kesepakatan tersebut didasarkan pada Peraturan Presiden (PP) Nomor 14 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Penangkapan dan Penyimpanan Karbon.
Baca juga: Kembangkan CCS/CCUS, Pertamina Kerja Sama 15 Perusahaan Internasional
PP tersebut memberikan akses kepada operator penyimpanan karbon untuk menyediakan kapasitas penyimpanan karbon internasional.
Deputi Bidang Kedaulatan Maritim dan Energi Kemenko Marves Jodi Mahardi mengatakan, kerja sama tersebut akan meningkatkan komitmen Indonesia dalam memimpin tanggung jawab lingkungan di kawasan Asia Tenggara.
Di samping itu, kerja sama tersebut juga memperlihatkan pendekatan proaktif dalam memanfaatkan teknologi inovatif untuk pertumbuhan berkelanjutan.
"Inisiatif ini menempatkan Indonesia sebagai pemain kunci dalam lanskap CCS Asia Tenggara dengan memperkenalkan mode kerjasama lingkungan antar negara," kata Jodi dalam keterangan tertulis.
Baca juga: Menteri ESDM Akui Implementasi Tekonologi CCS/CCUS Masih Mahal
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya