JAKARTA, KOMPAS.com - Berbagai tantangan pengelolaan sampah di Indonesia masih menjadi hambatan, mulai dari kurangnya dana hingga minimnya penegakan hukum yang tegas terkait kebijakan lingkungan.
Hal ini dirasakan oleh perusahaan pengelolaan sampah Waste4Change yang telah berkiprah lebih dari 20 tahun terakhir.
Founder Greeneration Indonesia sekaligus Managing Director Waste4Change, Mohamad Bijaksana Junerosano mengatakan, masalah lingkungan merupakan persoalan struktural yang harus menjadi prioritas kebijakan pemerintah.
Baca juga:
"Lingkungan itu perlu policy driven. Artinya siapa yang memimpin pemerintahan, bangsa, negara, kota, kabupaten, harus benar-benar tahu benar bagaimana membangun masyarakat dan kotanya supaya selaras dengan lingkungan dan alam," ujarnya saat ditemui di DBS Foundation Bestari Festival di Jakarta, Sabtu (19/10/2024).
Ia memberikan contoh, seperti pada saat penanganan pandemi COVID-19. Pemerintah saat itu memberlakukan pembatasan sosial ketat, seperti kewajiban tes PCR dan vaksinasi untuk perjalanan.
Hal itu menjadi contoh rekayasa sosial karena masyarakat dipaksa untuk mengikuti aturan demi kebaikan bersama. Hal serupa, menurutnya, perlu diterapkan dalam kebijakan lingkungan.
"Sama, kalau kita ngomongin kepedulian lingkungan, misalnya bikin sumur resapan itu kewajiban loh. Lalu, memilah sampah di rumah itu kewajiban, bukan himbauan," imbuhnya.
Lebih lanjut, kata dia, tantangan terbesar dalam menjaga kelestarian lingkungan adalah masih adanya oknum tertentu melakukan korupsi.
“Contoh, amdal. Kalau amdalnya bisa dibayar, padahal harusnya nggak boleh dong bikin bangunan di sebelah sungai. Tapi karena amdalnya bisa dibayar, dibangunlah pabrik di pinggir sungai, buang sampah akhirnya terjadi pencemarannya di sungai," terang Sano.
Menurutnya, meskipun edukasi dan kampanye lingkungan terus digalakkan, upaya tersebut bagaikan "mengisi ember bocor" jika penegakan hukum lingkungan tidak diperbaiki.
Baca juga:
Sebagai contoh, anak-anak di sekolah diajari untuk tidak membuang sampah sembarangan, tetapi begitu mereka keluar, mereka melihat orang dewasa melakukannya.
"Jadi, sisi edukasi dan sisi kampanye tetap dijalankan dan ditingkatkan. Lalu yang hilang yaitu penegakan hukum, ini harus dibangun," tegasnya.
Ia mendorong kepada pemerintah, lembaga berwenang, hingga pengambil kebijakan terkait untuk bersama-sama mendorong penegakan hukum yang lebih kuat untuk menyelamatkan lingkungan.
“Kita dorong penegakan hukum lingkungan lebih keren, lebih masif, lebih terstruktur. Karena kuncinya di sana," ungkap Sano.
Selain itu, ia juga menyoroti bahwa masyarakat Indonesia pada umumnya masih lebih fokus pada kebutuhan dasar seperti pangan, papan, pendidikan, dan kesehatan. Isu lingkungan masih belum menjadi prioritas utama.
Kendati demikian, ia mengakui dalam 10 tahun terakhir, ada peningkatan jumlah individu yang peduli terhadap lingkungan. Meski persentasenya masih kecil dibandingkan dengan total populasi Indonesia.
"Artinya balik lagi, menurutku kita perlu mendorong orang-orang yang cerdas, pintar ini semuanya untuk mendorong masyarakat untuk berlakukan perubahan secara sistematis. Salah satunya adalah ya pemerintah harus menegakkan hukum," pungkasnya.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya