KOMPAS.com - Bioenergi menjadi yang paling mahal dibandingkan energi terbarukan yang lainnya.
Temuan tersebut mengemuka dalam laporan terbaru dari lembaga think tank EMBER berjudul ASEAN's clean power pathways: 2024 yang dirilis baru-baru ini.
EMBER mencatat, biaya rata-rata produksi listrik bioenergi tercatat yang paling mahal dibandingkan dengan energi terbarukan lainnya.
Baca juga: Rektor IPB: Tak Hanya Sawit, Indonesia Punya Banyak Sumber Bioenergi
Biaya bioenergi bisa empat kali lebih mahal dibandingkan pembangkitan dari energi hidro di beberapa negara.
Sebagai contoh, biaya pembangkit listrik berbasis biomassa di Indonesia, Malaysia, dan Thailand berkisar 59-98 dollar AS per megawatt jam (MWh),
Biaya tersebut lebih mahal dari biaya pembangkit listrik tenaga air (PLTA) di Laos yang hanya 25 dollar AS per MWh.
Sebagai perbandingan lagi, biaya pembangkitan listrik dari tenaga surya antara 44 sampai 50 dollar AS per MWh di Vietnam dan Thailand.
Baca juga: Proyek Bioenergi Ancaman Baru Deforestasi Gorontalo
Sementara itu, biaya pembangkitan listrik dari tenaga angin antara 43 sampai 73 dollar AS per MWh di Filipina, Thailand, dan Vietnam.
EMBER menggarisbawahi, di Indonesia, biaya bioenergi bisa lebih mahal karena adanya pembakaran dan teknologi biomassa yang utamanya berasal dari limbah perkebunan, seperti residu minyak sawit.
Dengan rata-rata biaya konstruksi hingga 4.400 dollar AS per megawatt elektrik (MWe), biaya rata-rata listrik bioenergi bisa menyentuh 87 dollar AS MWh.
Hal tersebut menunjukkan tantangan finansial bioenergi dibandingkan dengan energi terbarukan lainnya.
Baca juga: Pengembangan Bioenergi Ancam Deforestasi Lebih Luas
EMBER menyebutkan, bioenergi sering dianggap oleh pemerintah sebagai solusi paling menjanjikan bagi ketahanan energi dan pembangunan ekonomi.
Akan tetapi, ada berbagai tantangan yang merintanginya seperti musim, ketidakpastian, keterbatasan jumlah maksimum, dan pangan versus bahan bakar.
"Sehingga menjadikannya sumber energi yang mahal di ASEAN," tulis para penulis studi tersebut.
Laporan tersebut juga menyebutkan, biaya pembangkit listrik dari hidro, surya, dan geotermal jauh lebih murah dibandingkan bioenergi dan batu bara.
Baca juga: Panas Bumi dan Bioenergi Potensial Jadi Beban Listrik Utama
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya