Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Panas Bumi dan Bioenergi Potensial Jadi Beban Listrik Utama

Kompas.com, 6 Maret 2024, 19:00 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Panas bumi dan bioenergi dinilai sebagai salah satu sumber energi potensial untuk pembangkit listrik di Indonesia, khususnya selama periode transisi energi.

Senior Fellow Purnomo Yusgiantoro Center (PYC) Evita Legowo mengatakan, pemanfaatan bioenergi dan panas bumi berpotensi untuk menjadi beban listrik utama (baseload) menggantikan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara.

“Salah satu potensi EBT yang cukup besar dimiliki Indonesia adalah panas bumi dan bioenergi. Panas bumi dan bioenergi sangat potensial untuk Indonesia sebagai pemasok,” ujar Evita dalam agenda Indonesia Data and Economics (IDE) Katadata 2024 bertajuk "Energy as A Driver of Economic Growth" di Jakarta, Selasa (5/3/2024).

Baca juga: Aturan Baru Disahkan, Daftar PLTS Atap On-grid Cuma Januari dan Juli

Menurutnya, dua sumber energi alternatif itu punya sejumlah keunggulan ketimbang bahan bakar pembangkit listrik eksisting seperti minyak, gas, dan batu bara.

Salah satunya adalah karena panas bumi memiki keluaran emisi lebih rendah ketimbang minyak, gas dan batu bara.

Potensi panas bumi dan bioenergi

Dikutip dari Kompas.com (16/1/2024), meski pengembangan panas bumi membutuhkan investasi awal yang besar, sumber energi ini memiliki biaya pembangkitan yang kompetitif dibandingkan sumber energi lain.

Panas bumi disebut dapat menjadi andalan untuk menjamin ketahanan energi. Sebab, sumber energi panas bumi juga tidak terpengaruh fluktuasi harga bahan bakar internasional seperti batu bara, minyak, dan gas bumi.

Baca juga: Ada Aturan Baru, Begini Alur Pendaftaran PLTS Atap di PLN

Kelebihan lain dari energi panas bumi adalah tidak membutuhkan lahan yang luas dalam proses produksinya, serta tidak tergantung pada cuaca. Selain itu, biaya operasi dan pembangkitan listrik dari PLTP tercatat menjadi salah satu yang termurah.

Beberapa waktu lalu, anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Satya Widya Yudha mengatakan, potensi energi panas bumi di Indonesia mencapai sekitar 24.000 megawatt (MW). 

Namun, kapasitas terpasang pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) hingga akhir 2023 tercatat baru sekitar 3.000 MW. Artinya, pemanfaatan panas bumi baru sekitar 12,5 persen dari total potensi yang ada.

Sementara itu, Indonesia juga memiliki potensi bioenergi sebagai salah satu sumber energi terbarukan yang melimpah ruah, setara 56,97 gigawatt (GW) listrik, dilansir Kompas.com (6/10/2023). 

Perlu regulasi tegas

Kendati demikian, Evita menyebut perlu adanya penegasan regulasi terkait penggunaan bioenergi untuk bahan bakar pembangkit listrik.

Pasalnya, ia menuturkan, penggunaan biomassa berlebihan seperti pelet untuk co-firing PLTU berpotensi untuk memperbesar pembukaan lahan hutan ke depannya.

Baca juga: Belanja Modal Perusahaan Minyak Kembangkan Energi Hijau 30 Persen

Menurut Evita, mekanisme pemakaian biomassa untuk co-firing PLTU harus lebih memperhatikan ketersediaan bahan baku dan lingkungan.

Ini untuk mencegah dampak eksploitasi berlebihan pada minyak bumi domestik pada 1980-an terulang kembali. 

“Harus berhati-hati agar tidak menggunduli hutan. Supaya tidak seperti minyak yang keburu habis,” pungkas Evita.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Menjaga Bumi Nusantara Melalui Kearifan Lokal
Menjaga Bumi Nusantara Melalui Kearifan Lokal
Pemerintah
Tingkatkan Produktivitas Lahan, IPB Latih Petani Kuasai Teknik Agroforestri
Tingkatkan Produktivitas Lahan, IPB Latih Petani Kuasai Teknik Agroforestri
Pemerintah
Desa Utak Atik di Serangan Bali Hadirkan Inovasi Lampu Nelayan hingga Teknologi Hijau
Desa Utak Atik di Serangan Bali Hadirkan Inovasi Lampu Nelayan hingga Teknologi Hijau
LSM/Figur
Pasca-Siklon Senyar, Ilmuwan Khawatir Populasi Orangutan Tapanuli Makin Terancam
Pasca-Siklon Senyar, Ilmuwan Khawatir Populasi Orangutan Tapanuli Makin Terancam
Pemerintah
Adaptasi Perubahan Iklim, Studi Temukan Beruang Kutub Kembangkan DNA Unik
Adaptasi Perubahan Iklim, Studi Temukan Beruang Kutub Kembangkan DNA Unik
Pemerintah
Permintaan Meningkat Tajam, PBB Peringatkan Potensi Krisis Air
Permintaan Meningkat Tajam, PBB Peringatkan Potensi Krisis Air
Pemerintah
Bibit Siklon Tropis Terpantau, Hujan Lebat Diprediksi Landa Sejumlah Wilayah
Bibit Siklon Tropis Terpantau, Hujan Lebat Diprediksi Landa Sejumlah Wilayah
Pemerintah
Masyarakat Adat Terdampak Ekspansi Sawit, Sulit Jalankan Tradisi hingga Alami Kekerasan
Masyarakat Adat Terdampak Ekspansi Sawit, Sulit Jalankan Tradisi hingga Alami Kekerasan
LSM/Figur
Limbah Cair Sawit dari RI Diterima sebagai Bahan Bakar Pesawat Berkelanjutan
Limbah Cair Sawit dari RI Diterima sebagai Bahan Bakar Pesawat Berkelanjutan
LSM/Figur
BRIN Catat Level Keasaman Laut Paparan Sunda 2 Kali Lebih Cepat
BRIN Catat Level Keasaman Laut Paparan Sunda 2 Kali Lebih Cepat
Pemerintah
Belajar dari Sulawesi Tengah, Membaca Peran Perempuan Ketika Bencana Menguji
Belajar dari Sulawesi Tengah, Membaca Peran Perempuan Ketika Bencana Menguji
LSM/Figur
ILO Dorong Literasi Keuangan Untuk Perkuat UMKM dan Pekerja Informal Indonesia
ILO Dorong Literasi Keuangan Untuk Perkuat UMKM dan Pekerja Informal Indonesia
Pemerintah
ULM dan Unmul Berkolaborasi Berdayakan Warga Desa Penggalaman lewat Program Kosabangsa
ULM dan Unmul Berkolaborasi Berdayakan Warga Desa Penggalaman lewat Program Kosabangsa
Pemerintah
PLTS 1 MW per Desa Bisa Buka Akses Energi Murah, tapi Berpotensi Terganjal Dana
PLTS 1 MW per Desa Bisa Buka Akses Energi Murah, tapi Berpotensi Terganjal Dana
LSM/Figur
Bulu Babi di Spanyol Terancam Punah akibat Penyakit Misterius
Bulu Babi di Spanyol Terancam Punah akibat Penyakit Misterius
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau