JAKARTA, KOMPAS.com - Panas bumi dan bioenergi dinilai sebagai salah satu sumber energi potensial untuk pembangkit listrik di Indonesia, khususnya selama periode transisi energi.
Senior Fellow Purnomo Yusgiantoro Center (PYC) Evita Legowo mengatakan, pemanfaatan bioenergi dan panas bumi berpotensi untuk menjadi beban listrik utama (baseload) menggantikan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara.
“Salah satu potensi EBT yang cukup besar dimiliki Indonesia adalah panas bumi dan bioenergi. Panas bumi dan bioenergi sangat potensial untuk Indonesia sebagai pemasok,” ujar Evita dalam agenda Indonesia Data and Economics (IDE) Katadata 2024 bertajuk "Energy as A Driver of Economic Growth" di Jakarta, Selasa (5/3/2024).
Baca juga: Aturan Baru Disahkan, Daftar PLTS Atap On-grid Cuma Januari dan Juli
Menurutnya, dua sumber energi alternatif itu punya sejumlah keunggulan ketimbang bahan bakar pembangkit listrik eksisting seperti minyak, gas, dan batu bara.
Salah satunya adalah karena panas bumi memiki keluaran emisi lebih rendah ketimbang minyak, gas dan batu bara.
Dikutip dari Kompas.com (16/1/2024), meski pengembangan panas bumi membutuhkan investasi awal yang besar, sumber energi ini memiliki biaya pembangkitan yang kompetitif dibandingkan sumber energi lain.
Panas bumi disebut dapat menjadi andalan untuk menjamin ketahanan energi. Sebab, sumber energi panas bumi juga tidak terpengaruh fluktuasi harga bahan bakar internasional seperti batu bara, minyak, dan gas bumi.
Baca juga: Ada Aturan Baru, Begini Alur Pendaftaran PLTS Atap di PLN
Kelebihan lain dari energi panas bumi adalah tidak membutuhkan lahan yang luas dalam proses produksinya, serta tidak tergantung pada cuaca. Selain itu, biaya operasi dan pembangkitan listrik dari PLTP tercatat menjadi salah satu yang termurah.
Beberapa waktu lalu, anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Satya Widya Yudha mengatakan, potensi energi panas bumi di Indonesia mencapai sekitar 24.000 megawatt (MW).
Namun, kapasitas terpasang pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) hingga akhir 2023 tercatat baru sekitar 3.000 MW. Artinya, pemanfaatan panas bumi baru sekitar 12,5 persen dari total potensi yang ada.
Sementara itu, Indonesia juga memiliki potensi bioenergi sebagai salah satu sumber energi terbarukan yang melimpah ruah, setara 56,97 gigawatt (GW) listrik, dilansir Kompas.com (6/10/2023).
Kendati demikian, Evita menyebut perlu adanya penegasan regulasi terkait penggunaan bioenergi untuk bahan bakar pembangkit listrik.
Pasalnya, ia menuturkan, penggunaan biomassa berlebihan seperti pelet untuk co-firing PLTU berpotensi untuk memperbesar pembukaan lahan hutan ke depannya.
Baca juga: Belanja Modal Perusahaan Minyak Kembangkan Energi Hijau 30 Persen
Menurut Evita, mekanisme pemakaian biomassa untuk co-firing PLTU harus lebih memperhatikan ketersediaan bahan baku dan lingkungan.
Ini untuk mencegah dampak eksploitasi berlebihan pada minyak bumi domestik pada 1980-an terulang kembali.
“Harus berhati-hati agar tidak menggunduli hutan. Supaya tidak seperti minyak yang keburu habis,” pungkas Evita.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya