JAKARTA, KOMPAS.com - Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) Arif Satria menyampaikan bahwa Indonesia memiliki berbagai sumber daya yang potensial untuk mendukung transisi energi, khususnya bioenergi.
Ia menjelaskan, kelapa sawit menempati posisi pertama sebagai sumber bioenergi terbesar. Selain itu, ada sekam padi, karet, hingga kayu.
"Pertama adalah sawit. Sawit ini menempati posisi yang pertama paling potensial. Yang kedua sekam padi, kemudian baru karet, kemudian sampah, kemudian kasava sangat kecil, tebu juga relatif kecil. Justru yang besar soal kayu. Jadi ada kurang lebih 10 sumber untuk bioenergi," kata Arif pada sesi diskusi "Synergizing Law, Investment and Risk Management in Energy Transition Era" dalam acara Rakornas REPNAS 2024 di Jakarta, Senin (14/10/2024).
Baca juga: Kembangkan Biodesel, Wamentan Targetkan Produksi Sawit Nasional 17 Ton Per Hektar
Ia menegaskan, peran bioenergi sangat penting dalam upaya transisi energi untuk mengurangi emisi karbon dan menahan perubahan iklim.
Bahkan, kata dia, penggunaan biodiesel seperti kelapa sawit bisa mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) maupun polusi udara secara signifikan.
Pada tahun 2020, pemanfaatan biodiesel telah berhasil mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 22,48 juta ton CO2 ekuivalen.
"Langkah kita ini progresif dan kita perlu memetakan lebih jauh dari potensi-potensi yang ada, untuk sumber-sumber bioenergi," imbuhnya.
Arif menilai, transisi menuju energi bersih tidak hanya bertujuan mengurangi emisi karbon, tetapi juga menjaga keseimbangan antara energi, air, dan pangan. Selain itu, bioenergi juga mendorong pertumbuhan investasi hijau dan regulasi yang mendukung lingkungan.
Baca juga: Daya Tampung Lingkungan untuk Sawit di Indonesia Maksimal 18,15 Juta Hektare
Arif mengatakan, Indonesia telah berhasil menerapkan kebijakan B30, yakni campuran 30 persen biodiesel dengan bahan bakar fosil. Namun, ia mengakui, masih ada sejumlah tantangan transisi energi khususnya bioenergi di Indonesia.
"Kita telah berhasil menerapkan kebencanaan energi B30 ya, dan apakah kita berencana benar-benar menerapkan B60? Kalau memang iya, ada sejumlah isu yang harus kita perhatikan," ujarnya.
Tantangan tersebut antara lain ketersediaan infrastruktur, harga listrik yang lebih tinggi dibandingkan dengan listrik yang dihasilkan oleh PLN, serta isu lingkungan terkait ekspansi lahan kelapa sawit.
Baca juga: Gubernur Kalteng Sindir Pengusaha Sawit soal Lahan Plasma untuk Warga
Selain itu, kompetisi antara penggunaan kelapa sawit untuk pangan dan energi juga menjadi perhatian, terutama bagi pelaku usaha kecil.
Sedangkan dalam konteks risiko fiskal, kata dia, kebijakan mandatori biodiesel membutuhkan dana insentif yang semakin besar, terutama jika perbedaan harga antara biodiesel dan bahan bakar fosil semakin besar.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya