Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Celios: Industri Ekstraktif Jadi Akar Ketimpangan di Indonesia

Kompas.com, 19 November 2024, 15:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Ketergantungan akan industri ekstraktif dinilai menjadi akar ketimpangan di Indonesia.

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menuturkan, struktur ekonomi Indonesia tidak mengalami banyak perubahan sejak kolonialisme.

Bhima menuturkan, sampai saat ini Indonesia masih tergantung pada industri ekstraktif. Dalam skema ini, yang mendapat keuntungan paling besar bukanlah masyarakat, melainkan korporasi.

Baca juga: Studi Ketimpangan Celios: Harta 50 Orang Terkaya RI Setara 50 Juta Penduduk

Booming komoditas industri ekstraktif seperti sawit, batu bara, hingga nikel hanya dinikmati segelintir orang saja.

"Gagal move on (beranjak) dari industri ekstraktif membuat Indonesia tidak bisa mengatasi ketimpangan ekonomi," ujar Bhima dalam diskusi yang diikuti di Auditorium Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada (UGM), Senin (18/11/2024).

Riset terbaru Celios juga mengungkapkan adanya ketimpangan yang besar antara penduduk terkaya dengan mayoritas penduduk Indonesia. 

Dalam studi berjudul Laporan Ketimpangan Ekonomi Indonesia 2024: Pesawat Jet untuk si Kaya, Sepeda untuk si Miskin tersebut, Celios menemukan kekayaan 50 hartawan terkaya di negeri ini setara dengan kekayaan 50 juta masyarakat Indonesia. 

Pajak Kekayaan 50 triliuner teratas di RI bahkan setara dengan 2,45 persen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia 2024.

Baca juga: Indeks Ketimpangan Gender Indonesia Konsisten Turun dalam 5 Tahun

Di satu sisi, ketimpangan atau rasio gini yang dihitung oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dinilai kurang valid dalam menggambarkan ketimpangan yang sebetulnya. 

Sebab, rasio gini dari BPS hanya menghitung konsumsi rumah tangga sebagai dasar penghitungannya, bukan pendapatan dan aset.

Bhima juga menuturkan, hilirisasi yang selalu digaungkan pemerintah juga tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Hal tersebut membuat gagalnya penyerapan tenaga kerja formal dan menuju informalisasi alias banyak yang bekerja di sektor informal. Kondisi ini bakal semakin memperparah ketimpangan.

"Kita seolah-olah menuju nilai tambah tertentu, padahal tidak mendapat apa-apa," papar Bhima.

Baca juga: Ketimpangan Pembangunan Terus Terjadi, Perempuan Masih Tertinggal

Dosen Fisipol UGM Muchtar Habibi menuturkan, salah satu penyebab ketimpangan yang parah di Indonesia adalah konsentrasi penguasaan lahan.

Pasalnya, mayoritas konsesi hutan di Indonesia dipegang oleh korporasi. Padahal jumlah korporasi dan pemiliknya tidaklah banyak.

"Aspek ketimpangan lain yakni ketimpangan di antara usaha tani rakyat," kata Muchtar.

Muchtar menuturkan, distribusi lahan pertanian juga tidak merata. Hanya segelintir petani saja yang memiliki lahan yang sangat luas. 

Pasalnya, pada 2013, 87 persen petani di Indonesia adalah petani gurem alias hanya memiliki lahan di bawah 1 hektare.

Baca juga: Peneliti BRIN Sebut Aturan Agraria Semakin Rumit, Rentan Ketimpangan

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Masalah Baru, Cara Usang: Resep Orde Baru Dinilai Tak Akan Atasi Krisis Pangan
Masalah Baru, Cara Usang: Resep Orde Baru Dinilai Tak Akan Atasi Krisis Pangan
LSM/Figur
Biasanya Jadi Gula, Kini Pertamina Pikirkan Ubah Aren Jadi Bioetanol
Biasanya Jadi Gula, Kini Pertamina Pikirkan Ubah Aren Jadi Bioetanol
BUMN
Perusahaan RI Paling Banyak Raih Penghargaan Asia ESG Positive Impact Awards
Perusahaan RI Paling Banyak Raih Penghargaan Asia ESG Positive Impact Awards
Swasta
Pastikan Kawanan Gajah Aman, BKSDA Riau Pasang GPS pada Betina Pemimpinnya
Pastikan Kawanan Gajah Aman, BKSDA Riau Pasang GPS pada Betina Pemimpinnya
Pemerintah
Bukan Cuma Beri Peringatan, Taiwan Tetapkan Panas Ekstrem sebagai Bencana Alam
Bukan Cuma Beri Peringatan, Taiwan Tetapkan Panas Ekstrem sebagai Bencana Alam
Pemerintah
Ilmuwan Desak Pemimpin Global Batasi Biofuel Berbasis Tanaman
Ilmuwan Desak Pemimpin Global Batasi Biofuel Berbasis Tanaman
LSM/Figur
Gates Foundation Gelontorkan 1,4 Miliar Dollar AS untuk Bantu Petani Adaptasi Iklim
Gates Foundation Gelontorkan 1,4 Miliar Dollar AS untuk Bantu Petani Adaptasi Iklim
Swasta
Krisis Iklim dan Penggunaan Pestisida di Pertanian Ancam Populasi Kupu-Kupu
Krisis Iklim dan Penggunaan Pestisida di Pertanian Ancam Populasi Kupu-Kupu
LSM/Figur
Asia ESG PIA Digelar, Pertemukan 39 Perusahaan yang Berkomitmen Jalankan ESG
Asia ESG PIA Digelar, Pertemukan 39 Perusahaan yang Berkomitmen Jalankan ESG
Swasta
Perkuat Ekosistem Kendaraan Listrik, PLN Resmikan SPKLU Center Pertama di Yogyakarta
Perkuat Ekosistem Kendaraan Listrik, PLN Resmikan SPKLU Center Pertama di Yogyakarta
BUMN
Bumi Memanas, Hasil Panen di Berbagai Benua Menurun
Bumi Memanas, Hasil Panen di Berbagai Benua Menurun
Pemerintah
BMKG Peringatkan Potensi Hujan Lebat yang Bisa Picu Banjir Sepekan ke Depan
BMKG Peringatkan Potensi Hujan Lebat yang Bisa Picu Banjir Sepekan ke Depan
Pemerintah
4 Pemburu Satwa Liar di TN Merbabu Terancam 15 Tahun Penjara
4 Pemburu Satwa Liar di TN Merbabu Terancam 15 Tahun Penjara
Pemerintah
Dekan FEM IPB Terima Penghargaan Dean of the Year pada LEAP 2025
Dekan FEM IPB Terima Penghargaan Dean of the Year pada LEAP 2025
Pemerintah
Akademisi UI: Produksi Etanol untuk BBM Tak Ganggu Ketersediaan Pangan
Akademisi UI: Produksi Etanol untuk BBM Tak Ganggu Ketersediaan Pangan
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau