Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BRIN Kembangkan Teknologi Nuklir Guna Deteksi Pemalsuan Pangan

Kompas.com - 19/11/2024, 13:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengembangkan teknologi nuklir untuk mengatasi masalah pemalsuan pangan yang kian marak. 

Peneliti di Pusat Riset Teknologi Proses Radiasi BRIN Henni Widyastuti mengatakan, pemalsuan pangan atau food fraud merupakan ancaman serius bagi kesehatan masyarakat, ketahanan pangan, dan ekonomi, khususnya di negara berkembang. 

Menurut laporan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pada 2003 menunjukkan tingginya kasus pemalsuan pada produk pangan olahan di Indonesia, seperti madu palsu dan produk perikanan. 

Baca juga: Kebun Gizi Penuhi Kebutuhan Pangan Bernutrisi untuk Cegah Stunting di Morowali Utara

Pemalsuan ini dapat merugikan konsumen, merusak reputasi produsen, bahkan berpotensi membahayakan kesehatan.

Henni menuturkan, untuk mengatasi pemalsuan pangan, BRIN mengembangkan teknologi nuklir yang memanfaatkan analisis radiasi dan isotop untuk mendeteksi keaslian pangan. 

"Teknologi ini menggunakan 'sidik jari' isotop dan elemen yang terkandung dalam pangan, seperti oksigen, karbon, nitrogen, dan hidrogen, yang terbentuk dari siklus alam dan unik pada setiap jenis produk pangan," kata Henni dikutip dari situs web BRIN, Senin (18/11/2024).

Dia menambahkan, teknologi tersebut  memungkinkan identifikasi asal-usul dan komposisi kimia pangan secara akurat tanpa merusak sampel.

Teknologi disebut nuklir menawarkan akurasi yang lebih tinggi dalam mendeteksi pemalsuan, terutama pada bahan pangan yang sangat mirip dengan produk asli. 

Baca juga: Inovasi Sterilisasi Pangan Teknologi PEF Diklaim Lebih Ramah Lingkungan

Isotop stabil yang digunakan dalam teknologi ini dapat mengidentifikasi asal-usul geografis bahan pangan dan membantu mencegah pemalsuan produk yang diklaim berasal dari daerah tertentu.

Henni juga menekankan pentingnya peran teknologi nuklir dalam mendukung ketertelusuran pangan, terutama untuk produk-produk yang dilindungi oleh sistem Protected Designation of Origin (PDO) atau indikasi geografis. 

PDO adalah sistem sertifikasi yang melindungi produk pangan berdasarkan asal geografisnya seperti kopi gayo, kopi toraja, atau lada putih mentok yang sangat rentan terhadap pemalsuan. 

"Teknologi nuklir dapat membantu memverifikasi keaslian produk dan memastikan klaim PDO dapat dipertanggungjawabkan," imbuh Henni. 

Dengan menggunakan teknologi ini, produk-produk yang memiliki sertifikasi PDO dapat dilindungi dari pemalsuan dan memberikan jaminan kualitas kepada konsumen global.

Baca juga: Perluasan Lahan Sawit Dikhawatirkan Ancam Eksistensi Lahan Pangan

Tantangan

Di sisi lain, ada berbagai tantangan yang dihadapi dalam pengembangan dan penerapan teknologi nuklir untuk mendeteksi pemalsuan pangan. 

Salah satu tantangan utama adalah terbatasnya akses terhadap perangkat nuklir serta infrastruktur yang diperlukan untuk pengujian. 

Saat ini, hanya beberapa laboratorium di BRIN dan beberapa tempat lainnya yang memiliki fasilitas tersebut. 

"Oleh karena itu, kami mengusulkan agar teknologi nuklir digunakan sebagai standar emas dan dipadukan dengan teknologi deteksi lain yang lebih mudah diakses dan portable, agar deteksi bisa dilakukan lebih cepat dan lebih luas," jelas Henni.

Baca juga: Target Swasembada Pangan Harus Perhatikan Kesejahteraan Petani

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau