Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

COP29: Organisasi Internasional Khawatirkan Skema Bursa Karbon Global

Kompas.com - 19/11/2024, 11:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Negara-negara sepakat mengenai perdagangan seritfikat atau kredit karbon dalam KTT Iklim COP29 di Baku, Azerbaijan.

Perdagangan karbon dipandang sebagai salah satu cara bagi negara-negara kaya untuk memenuhi target pengurangan emisi mereka.

Perdagangan karbon juga dinilai akan membantu negara-negara miskin beralih ke energi yang lebih hijau dan meningkatkan ketahanan mereka terhadap perubahan iklim.

Baca juga: Shanghai Jadi Kota Paling Berpolusi di Dunia Pada Laporan COP29

Di sisi lain, sejumlah organisasi masyarakat internasional mengkritik dan mengkhawatirkan skema perdagangan karbon.

Greenpeace menyebut perdagangan dan bursa karbon merupakan adalah solusi palsu dan penipuan krisis iklim.

Organisasi tersebut menyampaikan, perdagangan karbon memungkinkan penghasil emisi dan pencemar untuk terus merusak iklim.

"Perdagangan kredit kompensasi karbon tidak menghentikan emisi memasuki atmosfer dan menghangatkan dunia kita. Bursa karbon hanya menyediakan kedok untuk menghentikan emisi tersebut muncul di buku besar para pencemar," tulis Greenpeace dikutip dari situs webnya, Rabu (13/11/2024).

Baca juga: Pekan Pertama COP29: Ahli Serukan Reformasi Proses Pertemuan

Sementara itu, Marty Spitzer dari World Wildlife Fund (WWF) AS mengatakan, penggunaan kredit karbon sebagai offset alias "penebus" emisi harus diimplementasikan secara ketat dan terbatas.

Kredit karbon tersebut, menurut Spitzer, bisa dibeli perusahaan untuk mengurangi aktivitas seperti penggundulan hutan atau degradasi lahan jika hal tersebut terkait langsung dengan bisnis mereka.

"Pengimbangan hanya sesuai untuk sisa emisi terakhir," ujar Spitzer, sebagaimana dilansir Reuters, Senin (18/11/2024). 

Eriel Deranger dari kelompok kampanye Indigenous Climate Action menyampaikan, kredit karbon mengalihkan perhatian dari seruan untuk lebih banyak pendanaan aksi iklim.

"Itu (kredit karbon) tidak akan berdampak substansial apa pun untuk benar-benar mengurangi emisi kita," ujar Deranger.

Baca juga: Di COP29, Wakil Menteri PPN Ungkap Indonesia dalam Posisi Tepat Pimpin Industri Baterai

Jangan terlalu murah

Sementara itu, bagi negara-negara yang memilih untuk menjual kredit karbon, sertifikat yang dijual harus berkualitas.

Kepala Eksekutif Bank Pembangunan Afrika Akinwumi Adesina memperingatkan agar bursa karbon jangan terlalu cepat atau terlalu murah, untuk menghindari kecurangan.

Nkiruka Maduekwe, direktur jenderal dewan nasional Nigeria untuk perubahan iklim, setuju dan menggambarkan kredit karbon berintegritas tinggi sebagai kunci.

Aturan registri yang dibahas pada pembicaraan COP29 pekan ini akan menjadi inti untuk menjawab kekhawatiran-kekhawatiran tersebut.

Uni Eropa menginginkan registri yang dapat menerbitkan dan mengelola perdagangan kredit karbon agar membantu negara-negara miskin mengakses pasar.

Baca juga: COP29, RI Dapat Pendanaan Rp 20 Triliun untuk Kembangkan Listrik Hijau

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Dari Ambisi ke Realita, Industri Daging Australia Stop Rencana Netral Karbon 2030
Dari Ambisi ke Realita, Industri Daging Australia Stop Rencana Netral Karbon 2030
Pemerintah
Pemakaian AI Melesat, Pertanian Asia Pasifik Bakal Lebih Adaptif Iklim
Pemakaian AI Melesat, Pertanian Asia Pasifik Bakal Lebih Adaptif Iklim
LSM/Figur
Tambang Kapur Ubah Wajah Gunung Karang Bogor, Rusak 50 Hektare Lahan
Tambang Kapur Ubah Wajah Gunung Karang Bogor, Rusak 50 Hektare Lahan
Pemerintah
Kemenhut Segel Lahan Tambang Kapur Ilegal di Gunung Karang Bogor
Kemenhut Segel Lahan Tambang Kapur Ilegal di Gunung Karang Bogor
Pemerintah
Suarakan Darurat Lingkungan, Sederet Musisi Indonesia Ikuti Lokakarya IKLIM
Suarakan Darurat Lingkungan, Sederet Musisi Indonesia Ikuti Lokakarya IKLIM
LSM/Figur
Produksi Beras Berkelanjutan, Jatim-Eropa Jalin Kerjasama
Produksi Beras Berkelanjutan, Jatim-Eropa Jalin Kerjasama
Pemerintah
Waste4Change Ungkap Tiga Langkah Kunci Atasi Krisis Sampah
Waste4Change Ungkap Tiga Langkah Kunci Atasi Krisis Sampah
LSM/Figur
Tekan Emisi, Sejumlah Negara akan Kenakan Pajak untuk Penerbangan Mewah
Tekan Emisi, Sejumlah Negara akan Kenakan Pajak untuk Penerbangan Mewah
Pemerintah
KKP Gandeng Multi-Pihak Susun Strategi Perlindungan Penyu dan Cetacea
KKP Gandeng Multi-Pihak Susun Strategi Perlindungan Penyu dan Cetacea
Pemerintah
Melihat Desa Wisata Samtama, Warga Kelola Sampah hingga Tanam Pohon di Gang Sempit
Melihat Desa Wisata Samtama, Warga Kelola Sampah hingga Tanam Pohon di Gang Sempit
LSM/Figur
Bagaimana Pembuat Kebijakan Atasi Kesenjangan Pendanaan Transisi Hijau?
Bagaimana Pembuat Kebijakan Atasi Kesenjangan Pendanaan Transisi Hijau?
Pemerintah
IESR Ungkap Strategi Penuhi 100 Persen Kebutuhan Energi dari Sumber Terbarukan
IESR Ungkap Strategi Penuhi 100 Persen Kebutuhan Energi dari Sumber Terbarukan
LSM/Figur
Sulawesi, Timor, dan Sumbawa Bisa Hidup 100 Persen dari Energi Terbarukan
Sulawesi, Timor, dan Sumbawa Bisa Hidup 100 Persen dari Energi Terbarukan
LSM/Figur
Indonesia Krisis Anggaran Kontrasepsi, Cuma Cukup Sampai September 2025
Indonesia Krisis Anggaran Kontrasepsi, Cuma Cukup Sampai September 2025
Pemerintah
Badan Geologi Temukan Lokasi Layak untuk Relokasi Korban Gempa
Badan Geologi Temukan Lokasi Layak untuk Relokasi Korban Gempa
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau