KOMPAS.com - Metana menjadi penyumbang terbesar kedua terhadap perubahan iklim setelah karbon dioksida. Meski terurai lebih cepat, akan tetapi metana lebih kuat daripada CO2.
"Hampir setengah dari peningkatan suhu global yang kita alami sejauh ini disebabkan oleh metana," kata Ermias Kebreab, peneliti dari di UC Davis, California sebagaimana dikutip dari Bussiness Times, Senin (25/11/2024).
“Metana hidup di atmosfer selama sekitar 12 tahun, tidak seperti karbon dioksida yang bertahan selama berabad-abad. Jika kita mulai mengurangi metana sekarang, kita benar-benar dapat melihat efeknya pada suhu dengan sangat cepat," paparnya lagi.
Baca juga:
Selain industri bahan bakar fosil dan beberapa sumber alami, salah satu penghasil metana terbesar adalah industri peternakan sapi yang berasal dari sendawa hewan berkaki empat tersebut.
Sebagai solusi untuk mengatasi hal tersebut, peneliti pun mencoba mengembangkan pil yang dapat mengubah bakteri usus sapi sehingga mengeluarkan lebih sedikit atau bahkan tidak sama sekali metana.
Dikutip dari Business Times, Senin (25/11/2024) dengan menggunakan sampel cairan rumen (lambung pertama sapi), para ilmuwan mempelajari mikroba yang mengubah hidrogen menjadi metana yang disendawakan sapi.
Sebagai informasi seekor sapi akan bersendawa sekitar 100 kilogram gas setiap tahun.
Peneliti pun lantas mencoba mengidentifikasi mikroba yang tepat untuk dapat diubah secara genetik untuk menggantikan mikroba penghasil metana.
"Kita tidak bisa begitu saja memangkas produksi metana dengan menyingkirkan bakteri penghasil metana, karena hidrogen dapat terakumulasi hingga membahayakan hewan," ungkap Matthias Hess, peneliti lain dari UC Davis.
Mikroba yang dimodifikasi kemudian akan diuji di laboratorium UC Davis dan pada hewan.
Baca juga:
Lebih lanjut, peneliti menyebut penelitian ini bertujuan tidak hanya mengurangi emisi metana melainkan juga meningkatkan efisiensi pakan.
“Hidrogen dan metana merupakan energi. Jadi jika mengurangi energi itu dan mengalihkannya ke hal lain, kita memiliki produktivitas yang lebih baik dan emisi yang lebih rendah pada saat yang sama,” terang Kebreab.
Dengan upaya tersebut harapannya, praktik peternakan berkelanjutan pun bisa terus dijalankan.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya