Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Google Kembangkan Satelit untuk Lacak Emisi Metana yang Sumbang Perubahan Iklim

Kompas.com - 24/08/2024, 11:30 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

Sumber popsci

KOMPAS.com - Emisi metana, baik dari industri peternakan sapi atau ekstraksi bahan bakar fosil bertanggung jawab atas sekitar 30 persen masalah perubahan iklim Bumi.

Meski emisi metana dilepaskan ke atmosfer setiap tahun cukup besar, namun tidak mudah melacak polutan tersebut. Selain tidak terlihat oleh mata manusia, metana juga dinilai sulit diidentifikasi karena kebisingan spektral di atmosfer.

Untuk mengatasi kesulitan pelacakan tersebut, Google dan Environmental Defense Fund (EDF) berkolaborasi dalam proyek baru untuk membantu identifikasi dan mengukur emisi berbahaya tersebut dengan lebih baik.

Tujuan jangka panjangnya adalah hasil pengukuran dapat digunakan sebagai wawasan kepada para peneliti di seluruh dunia.

Baca juga: Emisi Metana Tambang Batu Bara RI Lebih Tinggi dari pada Karhutla

Proyek baru ini menggunakan bantuan satelit bernama MethaneSAT.

"MethaneSAT sangat canggih. Itu memiliki kemampuan unik untuk memantau sumber metana beremisi tinggi dan sumber kecil yang tersebar di area yang luas," kata Yael Maguire, VP dan General Manager Geo Developer & Sustainability Google.

Seperti dikutip dari Popular Science, Jumat (23/8/2024) satelit itu juga akan dilengkapi dengan kecerdasan buatan (AI) bertenaga superkomputer yang dapat menghitung emisi metana di lokasi tertentu dan kemudian melacak polutan tersebut saat menyebar di atmosfer.

Peluncuran Satelit

MethaneSAT sendiri diluncurkan ke luar angkasa dengan roket SpaceX. Setelah ditempatkan pada ketinggian lebih dari 350 mil, satelit tersebut mengitari Bumi 15 kali per hari dengan kecepatan 1.660 mph.

Selain mendeteksi emisi, Google dan EDF bermaksud memanfaatkan program AI untuk menyusun peta sistem infrastruktur minyak dan gas di seluruh dunia yang berpotensi masuk dalam pelanggaran.

Menurut Google, itu akan berfungsi seperti cara program AI yang menginterpretasikan citra satelit untuk Google Maps.

Namun alih-alih nama jalan, rambu jalan, dan penanda trotoar, MethaneSAT akan membantu menandai titik-titik seperti wadah penyimpanan minyak.

"Setelah memiliki peta infrastruktur yang lengkap ini, kami dapat melengkapi data MethaneSAT yang menunjukkan dari mana metana berasal," kata Maguire.

Baca juga: Mengapa Kita Harus Khawatir Peningkatan Gas Metana?

Selain itu, ketika kedua peta tersebut disejajarkan, kami dapat melihat bagaimana emisi berhubungan dengan infrastruktur tertentu dan memperoleh pemahaman yang jauh lebih baik tentang jenis sumber yang umumnya paling berkontribusi terhadap kebocoran metana.

Kumpulan data seperti ini bisa memberikan info bagi pengawas dan pakar yang mencoba mengendalikan lokasi emosi minyak dan gas yang mungkin menjadi lebih rentan terhadap kebocoran.

Lebih lanjut, semua informasi yang sangat dibutuhkan ini diharapkan dapat tersedia akhir tahun ini melalui situs web resmi MethaneSAT serta Google Earth Engine, platform pemantauan lingkungan global sumber terbuka milik.

Dalam waktu dekat, data emisi baru juga dapat digabungkan dengan kumpulan data mengenai faktor-faktor seperti jalur air, tutupan lahan, dan batas wilayah yang dapat digunakan untuk mencegah dampak buruk dari perubahan iklim.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau