Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menghapus Gula Secara Bertahap Berdampak Besar pada Bumi

Kompas.com, 25 November 2024, 20:05 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Dunia tengah kecanduan gula. Bayangkan saja, secara global, asupan gula meningkat empat kali lipat selama 60 tahun terakhir dan menyumbang 8 persen dari semua kalori di tubuh kita.

Gula yang dimaksud adalah gula tambahan yang tidak mengandung nutrisi seperti vitamin atau serat. Konsumsi gula yang berlebih ini pun akhirnya melahirkan biaya kesehatan yang sangat besar.

Seperti yang kita ketahui gula dikaitkan dengan obesitas dan beberapa perkiraan menunjukkan bahwa setengah dari populasi global dapat mengalami obesitas pada tahun 2035.

Baca juga:

Namun peneliti menyebut dengan melakukan pengurangan gula dapat menghemat biaya kesehatan. Contohnya adalah pengurangan gula sebesar 20 persen di Amerika Serikat diperkirakan dapat menghemat biaya kesehatan sebesar 10,3 miliar dollar AS.

Dampak Lingkungan

Dampak gula pun ternyata jauh melampaui sekedar kesehatan dan uang. Dikutip dari Science Alert, Senin (25/11/2024) ada juga banyak masalah lingkungan dari penanaman gula, seperti hilangnya habitat dan keanekaragaman hayati serta polusi air dari pupuk dan pabrik.

Akan tetapi secara keseluruhan, gula belum banyak mendapat perhatian dari komunitas ilmiah meskipun merupakan tanaman budidaya terbesar di planet ini.

Peneliti dari Universitas Oxford, Inggris dan Universitas Tel Aviv, Israel pun baru-baru ini mengevaluasi dampak lingkungan dan menjajaki berbagai cara untuk mengurangi gula dalam makanan hingga ke tingkat yang direkomendasikan, baik melalui pengurangan produksi atau penggunaan gula yang disimpan dengan cara yang bermanfaat bagi lingkungan.

Menurut peneliti, dengan menghentikan gula secara bertahap, kita dapat menyelamatkan lahan yang kemudian dapat dialih fungsikan menjadi area untuk menyimpan karbon.

Baca juga: Ini Sederet Alasan Sorgum Cocok untuk Ketahanan Pangan RI

Hal tersebut khususnya penting dilakukan di wilayah tropis yang memiliki keanekaragaman hayati sekaligus menjadi tempat terkonsentrasinya produksi gula, seperti Brasil dan India.

Pilihan lain yang lebih masuk akal adalah mengalihkan penggunaan gula untuk makanan ke penggunaan lain yang bermanfaat bagi lingkungan, contohnya bioplastik atau biofuel.

Penelitian juga menunjukkan bahwa ada peluang gula digunakan untuk memberi makan mikroba yang membuat protein.

Penggunaan gula yang disimpan untuk protein mikroba ini dapat menghasilkan cukup banyak produk makanan nabati yang kaya protein untuk memberi makan 521 juta orang secara rutin.

Dan jika ini menggantikan protein hewani, hal ini juga dapat memberikan manfaat pengurangan emisi dan air yang besar. Peneliti memperkirakan jika protein tersebut menggantikan ayam, emisi dapat dikurangi hingga hampir 250 juta ton.

Baca juga:

Tantangan Rantai Pasokan

Strategi di atas memang terlihat menjanjikan, memangkas gula untuk mengurangi obesitas dan membantu lingkungan.

Namun perubahan tersebut menghadirkan tantangan besar dalam rantai pasokan gula yang mencakup lebih dari 100 negara dan jutaan orang yang bergantung gula.

Produksi gula berkelanjutan harus menjadi faktor dalam pembicaraan global ini mengingat banyaknya masalah lingkungan dan peluang dari mengubah cara kita menanam dan mengonsumsi gula.

Peneliti juga menyarankan agar kelompok negara dapat bersatu dalam kemitraan transisi gula antara produsen dan konsumen yang mendorong pengalihan gula dari pola makan masyarakat ke penggunaan yang lebih bermanfaat.

"Dengan mengeksplorasi penggunaan gula lainnya, kita dapat menyoroti manfaat lingkungan apa yang terlewatkan dan membantu para pembuat kebijakan memetakan jalur yang efisien sumber daya bagi industri ini sambil meningkatkan kesehatan masyarakat," tulis peneliti.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Tren Global Rendah Emisi, Indonesia Bisa Kalah Saing Jika Tak Segera Pensiunkan PLTU
Tren Global Rendah Emisi, Indonesia Bisa Kalah Saing Jika Tak Segera Pensiunkan PLTU
LSM/Figur
JSI Hadirkan Ruang Publik Hijau untuk Kampanye Anti Kekerasan Berbasis Gender
JSI Hadirkan Ruang Publik Hijau untuk Kampanye Anti Kekerasan Berbasis Gender
Swasta
Dampak Panas Ekstrem di Tempat Kerja, Tak Hanya Bikin Produktivitas Turun
Dampak Panas Ekstrem di Tempat Kerja, Tak Hanya Bikin Produktivitas Turun
Pemerintah
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
Pemerintah
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
LSM/Figur
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Pemerintah
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Pemerintah
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Pemerintah
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Pemerintah
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
BUMN
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Pemerintah
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
LSM/Figur
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Pemerintah
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Pemerintah
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau