KOMPAS.com – Inovasi di bidang energi terbarukan terus berkembang pesat. Indonesia sendiri menunjukkan potensi besar dalam memanfaatkan bioetanol sebagai bahan bakar hijau.
Salah satu penelitian menarik yang menjanjikan solusi baru bagi tantangan energi di Indonesia dilakukan oleh siswa kelas 11 Jakarta Intercultural School, Kezia Felicia Kurniawan.
Di bawah naungan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Kezia mengeksplorasi metode konversi etanol menjadi bensin dengan pendekatan yang tidak konvensional. Penelitian ini tidak hanya menekankan efisiensi teknologi, tetapi juga membuka peluang besar bagi pemanfaatan energi hijau di Tanah Air.
Penelitian tersebut berfokus pada penggunaan bentonit berpilar aluminium (Al-PILC) sebagai katalis untuk mengubah etanol menjadi bensin.
Baca juga: Pemerintah Diminta Serius Kembangkan Bioetanol sebagai Bahan Bakar Nabati
Metode tersebut terbukti mampu meningkatkan efisiensi konversi secara signifikan. Berdasarkan hasil riset awal, penggunaan Al-PILC meningkatkan selektivitas bensin hingga 51,70 persen. Angka ini jauh lebih tinggi dari pemanfaatan bentonit yang tidak dimodifikasi yang hanya mencapai 0,91 persen.
Pembimbing penelitian tersebut, Dr Robert Ronal Widjaya, MSi, menyatakan bahwa penggunaan Al-PILC menawarkan efisiensi luar biasa dalam proses konversi tersebut.
"Temuan ini menunjukkan bahwa kita dapat memproduksi bahan bakar yang lebih ramah lingkungan dengan pendekatan yang lebih berkelanjutan," ujar Dr Robert dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Selasa (11/2/2025).
Menurutnya, metode tersebut memiliki potensi besar untuk diadaptasi dalam skala industri. Apalagi, ketersediaan bioetanol melimpah di Indonesia.
“Dengan memanfaatkan bahan baku dari hasil pertanian, seperti singkong dan tebu, bioetanol dapat menjadi salah satu solusi energi terbarukan yang mendukung komitmen Indonesia dalam menurunkan emisi gas rumah kaca,” jelas Dr Robert.
Tidak berhenti pada tahap penelitian, Kezia juga aktif melakukan kampanye edukasi kepada masyarakat untuk meningkatkan kesadaran tentang biogas dan manfaatnya.
Dalam kampanye tersebut, ia mengintegrasikan berbagai aktivitas, seperti diskusi interaktif dan pemasangan spanduk, guna menjelaskan pentingnya peralihan ke bahan bakar terbarukan.
“Menurut survei publik yang kami lakukan, sebanyak 67 persen dari 200 responden menyatakan minat untuk beralih ke bahan bakar yang lebih bersih dan berkelanjutan, meskipun sebagian besar masyarakat belum familiar dengan istilah biogas,” tutur Kezia.
Baca juga: Kemenhut Siapkan Hutan untuk Produksi Bioetanol dari Aren
Oleh sebab itu, diperlukan edukasi lebih lanjut untuk mengubah pola pikir masyarakat terhadap penggunaan energi. Menurut dia, penelitian hanya berdampak jika hasilnya dapat diterapkan oleh masyarakat.
Penelitian tersebut sejalan dengan agenda nasional untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil impor dan mendorong penggunaan energi terbarukan.
Dengan memanfaatkan bioetanol sebagai bahan bakar alternatif, Indonesia memiliki peluang untuk meningkatkan kemandirian energi sekaligus mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan.
Selain itu, proses produksi biogas dari bioetanol juga menawarkan solusi pengelolaan limbah organik dan menciptakan manfaat ganda bagi lingkungan. Hal ini sejalan dengan komitmen Indonesia untuk mencapai target pengurangan emisi karbon dan mitigasi perubahan iklim.
Inisiatif Kezia juga memberikan inspirasi bagi generasi muda dapat berkontribusi dalam menghadapi tantangan global.
"Perjalanan ini tidak hanya memperdalam pemahaman saya tentang ilmu lingkungan, tetapi juga membangun tekad untuk terus mencari solusi nyata melalui penelitian dan inovasi," imbuh dia.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya