ISTILAH tutupan hutan (forest coverage) belakangan populer karena Undang-Undang (UU) Cipta Kerja menghapus pasal 18 ayat 2 UU Kehutanan.
Pasal ini mewajibkan pemerintah mempertahankan rasio luas kawasan hutan dan tutupan hutan minimal 30 persen untuk setiap daerah aliran sungai (DAS) dan/atau pulau dengan sebaran proporsional.
Penghapusan ini, tentu saja menghilangkan kewajiban pemerintah mempertahankan tutupan hutan.
Meski ada argumen bahwa pemerintah bisa menambah kawasan hutan lebih dari itu, penghapusan ini memantik kecurigaan bahwa pemerintah hendak mengubah kawasan hutan dan tutupan hutan untuk usaha atau proyek strategis nasional.
Apa itu kawasan hutan dan tutupan hutan?
Baca juga: Banjir Bandang di Hulu
Secara teknis, dua istilah tersebut merujuk ke dalam makna dan fakta yang berbeda. Dalam pasal 1 ayat 3 UU Nomor 41/1999 tentang kehutanan disebutkan bahwa kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.
Sementara dalam penjelasan pasal 18 ayat (1) yang dimaksud dengan tutupan hutan (forest coverage) adalah penutupan lahan oleh vegetasi dengan komposisi dan kerapatan tertentu, sehingga tercipta fungsi hutan antara lain iklim mikro, tata air, dan tempat hidup satwa sebagai satu ekosistem hutan.
Tidak semua tutupan hutan masuk dalam kawasan hutan negara yang mempunyai kumpulan vegetasi kayu-kayuan dalam luas tertentu secara de facto (kenyataan di lapangan).
Namun, kawasan hutan negara (lindung, konservasi dan produksi) yang masih berhutan (forested) pasti termasuk dalam jajaran tutupan hutan yang dimaksud di atas.
Bencana alam banjir bandang di Puncak Bogor, Jawa Barat, di kawasan daerah aliran sungai (DAS) Ciliwung hulu, menggugah kesadaran kita untuk melakukan mitigasi bencana agar terhindar dari dampak yang lebih parah.
Mitigasi yang paling efektif dalam jangka panjang adalah memperbaiki tata ruang. Penyebab bencana hidrometeorologi adalah tata kelola hidrologi yang kurang baik.
Baca juga: Banjir Jakarta dan Pengendaliannya
Mitigasi yang harus dilakukan adalah pendekatan ekosistem daerah aliran sungai (DAS) dengan mempertahankan tutupan hutan maupun merevegetasi kawasan lindung yang tidak mempunyai tutupan hutan dengan tanaman/pohon hutan yang baru.
Tutupan hutan khususnya di daerah hulu dan tangkapan air (catchment area) dalam wilayah kawasan lindung sangatlah penting dalam menyimpan dan menyeimbangkan neraca air antara hulu dan hilir.
Kawasan lindung yang mempunyai tutupan hutan yang sempurna mampu memperbesar air hujan berinfiltasi kedalam tanah (subsurface run off) dibanding yang mengalir kepermukaan tanah (surface run off).
Makin rapat pohon yang ada dan makin berlapis-lapis strata tajuknya, makin tinggi pula air hujan yang terserap kedalam tanah, bahkan bisa mendekati 100 persen air hujan terserap tanah.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya