JAKARTA, KOMPAS.com - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) melaporkan 47 perusahaan yang disinyalir telah merusak lingkungan, dan melakukan korupsi sumber daya alam ke Kejaksaan Agung (Kejagung).
Walhi menyebut puluhan korporasi itu bergerak di sektor perkebunan sawit skala besar, pertambangan batu bara, emas, timah, nikel, kehutanan, pembangkit listrik, perusahaan penyedia air bersih, dan pariwisata.
Direktur Eksekutif Nasional Walhi, Zenzi Suhadi, mengatakan potensi kerugian negara dari dugaan korupsi SDA oleh 47 korporasi mencapai Rp 437 triliun.
Baca juga: Terbukti Cemari Lingkungan, Pengelola TPA Ilegal Dikenakan Pidana
"Telah banyak kasus yang selama ini dilaporkan oleh Walhi kepada pihak yang berwenang, namun hanya sedikit kasus saja yang diproses dan diadili," ujar Zenzi dalam keterangannya, Kamis (13/3/2025).
"Kami melihat Kejaksaan Agung memiliki peran kunci dalam memastikan bahwa penegakan hukum atas kejahatan lingkungan dan korupsi sumber daya alam berjalan efektif dan tidak ada impunitas bagi para pelaku," imbuh dia.
Menurut Walhi, modus operandi dugaan korupsi dan gratifikasi antara lain mengubah status kawasan hutan melalui revisi tata ruang ataupun Pasal 110 A dan 110 B Undang-Undang Cipta Kerja.
Kemudian, dugaan gratifikasi dengan pembiaran aktivitas tanpa izin serta pemberian izin meski tidak sesuai dengan tata ruang.
"Kita tidak bisa hanya melaporkan kasus per kasus, tetapi harus mencari modus operandi dari kartel-kartel yang mengonsolidasikan praktek korupsi tersebut. Dari tahun 2009 kami melihat proses menjual tanah air akan terus berlangsung terhadap 26 juta hektare hutan Indonesia," ucap Zenzi.
Sementara itu, Uli Arta Siagian selaku Manager Kampanye Hutan dan Kebun Walhi Nasional menyatakan Satgas Penertiban Kawasan Hutan harus menindak korporasi yang menyebabkan kerugian lingkungan.
Dalam hal ini, Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejagung menjadi ketua pelaksana Satgas.
Baca juga: BRIN Kembangkan Material Sel Surya Ramah Lingkungan Bebas Timbal
“Kekhawatiran terbesar kami, akan banyak rakyat yang menjadi korban penggusuran dan dirampas tanahnya atas nama penertiban kawasan hutan. Oleh karena itu, Walhi mengawasi kerja-kerja Satgas saat ini dan ke depan," papar Uli.
Dihubungi secara terpisah, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, mengonfirmasi laporan yang dilayangkan Walhi. Saat ini, pihaknya tengah mendalami dugaan dari laporan tersebut.
"Kami sudah menyerahkan laporan atau pengaduan itu ke bidang Pidsus (pidana khusus) untuk ditelaah atau dikaji," ungkap Harli melalui pesan singkat.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya