JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah berencana membangun hutan wakaf sebagai upaya pelestarian lingkungan, sekaligus memanfatkannya untuk rumah ibadah dan sarana pendidikan di kawasan hutan lindung.
Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Kementerian Agama (Kemenag), Waryono Abdul Ghafur, menjelaskan hutan wakaf merupakan inovasi strategis dalam pengelolaan wakaf.
Konsep hutan wakaf tidak hanya berfokus pada ibadah dan pendidikan, tetapi juga kelestarian alam serta ekonomi berbasis kehutanan.
Baca juga: FWI: Ribuan Hektar Hutan di 3 DAS Rusak, Picu Banjir Bandang
"Wakaf bukan hanya untuk masjid dan sekolah, tetapi juga bisa menjadi instrumen pelestarian alam dan pemberdayaan ekonomi. Dengan skema ini, keseimbangan antara pembangunan dan konservasi lingkungan bisa terjaga," kata Waryono dalam keterangannya, Kamis (13/3/2025).
Sementara itu, Direktur Jenderal Perhutanan Sosial Kementerian Kehutanan, Mahfudz, menyatakan pihaknya mendukung wacana tersebut.
Dia menyebutkan, hutan wakaf memiliki potensi besar dalam merehabilitasi lahan kritis. Selain itu, sebagai konservasi ekosistem hutan.
"KLHK siap berkolaborasi dalam penyediaan bibit, regulasi kehutanan, dan dukungan teknis lainnya," ucap Mahfudz.
Sebagai langkah awal, kedua instansi itu bakal menanam 1 juta pohon matoa di beberapa lokasi sebagai bagian dari gerakan rehabilitasi lingkungan berbasis wakaf.
Kemenhut akan menyediakan akses ke balai pembibitan di 38 provinsi, dan memberikan pelatihan bagi penyuluh kehutanan agar pengelolaan hutan wakaf berkelanjutan.
Sedangkan, Kemenag rencananya mengusung konsep eco theology yakni mengintegrasikan nilai-nilai keagamaan dalam upaya konservasi lingkungan.
"Pendekatan eco theology sangat relevan dalam membangun kesadaran masyarakat bahwa menjaga hutan adalah bagian dari ibadah dan tanggung jawab sosial," jelas Mahfudz.
Sebagai tindak lanjut, kedua kementerian sepakat membentuk tim koordinasi lintas kementerian untuk merumuskan panduan teknis dan kebijakan terkait hutan wakaf.
Baca juga: Ahli: Penertiban Lahan Sawit Perlu Satu Peta Hutan Terintegrasi
Model pengelolaan ini akan diuji coba di beberapa daerah antara lain Gunung Kidul, Kulon Progo, Kalimantan Barat, dan Aceh.
Keduanya menekankan pentingnya digitalisasi sertifikasi tanah wakaf guna memastikan status kepemilikan dan pemanfaatannya memiliki legitimasi hukum yang kuat.
Mahfudz menilai, penerintah perlu menyinkronkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf dan UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagai dasar hukum pengelolaan hutan wakaf.
"Wakaf diharapkan dapat menjadi instrumen pemberdayaan ekonomi sekaligus menjaga kelestarian lingkungan demi pembangunan nasional yang berkelanjutan," kata dia.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya