JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Conference of the Parties (COP) 30, Andre Aranha Correa do Lago, mendesak pemimpin negara di dunia mempercepat aliran dana untuk mengatasi krisis iklim.
Isu terkait realisasi kesepakatan pembiayaan iklim sebesar 1,3 triliun dolar AS itu, rencananya bakal dibahas dalam COP30 di Belem, Brasil, pada November 2025 mendatang.
Dalam surat terbukanya, Lago juga menekankan pentingnya aksi bersama untuk mengatasi darurat iklim global.
“Peta jalan Baku-Belem 1,3 triliun dolar AS harus menjadi pendorong pembiayaan rendah karbon dan sebagai jalur ketahanan iklim bagi negara-negara berkembang," ungkap Lago, Kamis (13/3/2025).
Berdasarkan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), kata dia, pembiayaan, teknologi, dan kerja sama internasional merupakan faktor penting untuk mempercepat aksi iklim.
"Untuk mencapai target iklim, baik pembiayaan adaptasi dan mitigasi iklim harus meningkat berkali-kali lipat,” jelas Lago.
Lago memerinci sejumlah poin soal krisis iklim dalam suratnya, antara lain mendesak pemerintah, bank pembangunan multilateral, dan sektor swasta untuk mempercepat aliran dana, menetapkan langkah yang sejalan dengan Perjanjian Paris, serta merealisasikan pembiayaan iklim.
Baca juga: Kurangnya Rencana Adaptasi Iklim Asia Hambat Investasi Swasta
Kedua, komitmen untuk mendorong kemajuan Global Stocktake atau inisiatif global untuk memperkuat pembatasan kenaikan suhu maksimal 1,5 derajat Celsius.
Lalu, memperkuat target COP28 untuk meningkatkan energi terbarukan tiga kali lipat, efisiensi energi dua kali lipat, dan beralih dari bahan bakar fosil. Selanjutnya, memprioritaskan perlindungan dan pemulihan hutan.
Keempat, mendorong kerja sama antarnegara berkembang guna menentukan arah dan kemajuan dari COP.
Terakhir, mendorong agar COP30 lebih dari sekedar negosiasi dan menuntut pemimpin global merealisasikan janji maupun komitmen mereka.
Sementara itu, Menteri Lingkungan dan Perubahan Iklim Brasil, Marina Silva, menyatakan surat Presiden COP30 merupakan panggilan kepada pemerintah, masyarakat sipil, ilmuwan, pelaku bisnis, masyarakat adat hingga komunitas lokal.
Tujuannya, mengatasi perbedaan dan bersatu dalam era baru aksi iklim yang fokus merealisasikan komitmen Perjanjian Paris.
“Dengan ini, Presidensi COP30 Brasil mendorong pergerakan global kerja sama antarnegara untuk menghadapi perubahan iklim, yang bersandar pada penguatan multilateralisme, satu-satu jalur untuk merealisasikan misi ini,” papar Silva.
Kjell Kuhne, Direktur Leave it in the Ground Initiative (LINGO), sepakat bahwa kerja sama internasional diperlukan dalam mengatasi krisis iklim. Terutama untuk melawan penggunaan bahan bakar fosil.
"Sistem keuangan harus direformasi agar memperhitungkan biaya lingkungan dan sosial yang selama ini diabaikan," ucap Kuhne.
"Dengan kemauan politik yang benar, institusi seperti IMF dan bank sentral dapat mengucurkan dana triliunan guna mempercepat transisi energi, jika pemerintah mengizinkannya,” imbuh dia.
Baca juga: Pendanaan Iklim Negara Rentan Meningkat 490 Miliar Dollar AS pada 2030
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya