Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Studi Ungkap Kerusakan Biodiversitas Global Akibat Ulah Manusia

Kompas.com, 28 Maret 2025, 17:03 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

Sumber Guardian

KOMPAS.com - Berdasarkan rangkuman lebih dari 2.000 penelitian, aktivitas manusia menjadi penyebab utama hilangnya keanekaragaman hayati dari semua spesies di Bumi.

Rangkuman yang dikerjakan oleh para peneliti dari Institut Sains dan Teknologi Akuatik Federal Swiss (Eawag) dan Universitas Zurich di Swiss ini pun menjadi analisis global menyeluruh yang tak diragukan lagi tentang dampak buruk manusia terhadap Bumi.

Studi yang mencakup hampir 10.000 lokasi di seluruh benua ini menemukan bahwa aktivitas manusia telah mengakibatkan 'dampak yang belum pernah terjadi sebelumnya pada keanekaragaman hayati.'

"Ini adalah salah satu rangkuman terbesar dampak manusia terhadap keanekaragaman hayati yang pernah di lakukan di seluruh dunia," kata Florian Altermatt, profesor ekologi perairan di Universitas Zurich dan kepala Eawag, dikutip dari Guardian, Jumat (28/3/2025).

Dalam makalah yang diterbitkan di Nature ini, tim mengamati habitat darat, air tawar, dan laut, serta menyertakan semua kelompok organisme, termasuk mikroba, jamur, tumbuhan, invertebrata, ikan, burung, dan mamalia.

Baca juga: Ekspor Pertanian Sebabkan Dampak Negatif bagi Keanekaragaman Hayati

Peneliti menemukan bahwa tekanan manusia secara nyata mengubah komposisi komunitas (pada dasarnya, spesies mana yang hidup di mana) dan mengurangi keanekaragaman lokal.

Peneliti pun menyebut rata-rata, jumlah spesies di lokasi yang terdampak manusia hampir 20 persen lebih rendah daripada di lokasi yang tidak terdampak manusia.

Kerugian yang sangat parah tercatat pada reptil, amfibi dan mamalia, menurut makalah tersebut. Populasi mereka seringkali lebih kecil daripada invertebrata, yang meningkatkan kemungkinan kepunahan.

Menurut peneliti ada lima pendorong penurunan populasi spesies, di antaranya adalah perubahan habitat, eksploitasi sumber daya secara langsung (seperti berburu atau memancing), perubahan iklim, spesies invasif, dan polusi.

“Temuan kami menunjukkan bahwa kelima faktor tersebut memiliki dampak yang kuat terhadap keanekaragaman hayati di seluruh dunia, di semua kelompok organisme dan di semua ekosistem,” ungkap François Keck, penulis utama studi.

Lebih lanjut, polusi dan perubahan habitat, yang sering kali disebabkan oleh pertanian, memiliki dampak negatif khususnya pada keanekaragaman hayati.

Pertanian intensif khususnya pertanian lahan kering melibatkan sejumlah besar pestisida dan pupuk, yang mengakibatkan menurunnya keanekaragaman hayati, tetapi juga mengubah komposisi spesies.

Meskipun penelitian secara keseluruhan menunjukkan dampak negatif manusia, para peneliti juga menekankan bahwa dampaknya tidak seragam di seluruh dunia.

Ada variasi dalam bagaimana manusia memengaruhi satwa liar dan bagaimana manusia menyederhanakan keanekaragaman hayati di berbagai lokasi.

Para peneliti mengatakan bahwa sebelum penelitian ini, belum pernah ada upaya untuk mengumpulkan hasil dari begitu banyak studi tentang keanekaragaman hayati yang meneliti efek tindakan manusia di seluruh dunia dan pada semua jenis makhluk hidup.

Baca juga: Bagaimana Keanekaragaman Hayati Pengaruhi Kehidupan Manusia?

Kebanyakan penelitian sebelumnya hanya fokus pada satu lokasi atau satu jenis dampak manusia. Akibatnya, sulit untuk membuat kesimpulan umum tentang bagaimana aktivitas manusia memengaruhi keanekaragaman hayati.

Lynn Dicks, profesor ekologi di Universitas Cambridge di Inggris menambahkan kendati studi menghasilkan analisis yang berguna dan penting tetapi temuan penelitian tersebut tidak mengungkapkan kejutan besar.

"Kita tahu bahwa manusia mengubah keanekaragaman hayati secara besar-besaran di seluruh planet ini, menyebabkan terbentuknya komunitas tumbuhan, hewan, dan mikroba yang baru dan berbeda, yang dapat mengatasi kondisi yang terkadang sangat keras yang kita ciptakan," katanya.

Ia punya kekhawatiran lain.

"Salah satu hal yang paling saya khawatirkan adalah bagaimana cara menjaga agar spesies-spesies yang mampu hidup bersama manusia, yang banyak di antaranya menjalankan peran penting dalam ekosistem seperti penyerbukan, penguraian bahan organik, dan penyebaran biji, memiliki populasi yang cukup besar dan keragaman genetik yang memadai agar mereka dapat terus berkembang," papar Dicks.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Menjaga Bumi Nusantara Melalui Kearifan Lokal
Menjaga Bumi Nusantara Melalui Kearifan Lokal
Pemerintah
Tingkatkan Produktivitas Lahan, IPB Latih Petani Kuasai Teknik Agroforestri
Tingkatkan Produktivitas Lahan, IPB Latih Petani Kuasai Teknik Agroforestri
Pemerintah
Desa Utak Atik di Serangan Bali Hadirkan Inovasi Lampu Nelayan hingga Teknologi Hijau
Desa Utak Atik di Serangan Bali Hadirkan Inovasi Lampu Nelayan hingga Teknologi Hijau
LSM/Figur
Pasca-Siklon Senyar, Ilmuwan Khawatir Populasi Orangutan Tapanuli Makin Terancam
Pasca-Siklon Senyar, Ilmuwan Khawatir Populasi Orangutan Tapanuli Makin Terancam
Pemerintah
Adaptasi Perubahan Iklim, Studi Temukan Beruang Kutub Kembangkan DNA Unik
Adaptasi Perubahan Iklim, Studi Temukan Beruang Kutub Kembangkan DNA Unik
Pemerintah
Permintaan Meningkat Tajam, PBB Peringatkan Potensi Krisis Air
Permintaan Meningkat Tajam, PBB Peringatkan Potensi Krisis Air
Pemerintah
Bibit Siklon Tropis Terpantau, Hujan Lebat Diprediksi Landa Sejumlah Wilayah
Bibit Siklon Tropis Terpantau, Hujan Lebat Diprediksi Landa Sejumlah Wilayah
Pemerintah
Masyarakat Adat Terdampak Ekspansi Sawit, Sulit Jalankan Tradisi hingga Alami Kekerasan
Masyarakat Adat Terdampak Ekspansi Sawit, Sulit Jalankan Tradisi hingga Alami Kekerasan
LSM/Figur
Limbah Cair Sawit dari RI Diterima sebagai Bahan Bakar Pesawat Berkelanjutan
Limbah Cair Sawit dari RI Diterima sebagai Bahan Bakar Pesawat Berkelanjutan
LSM/Figur
BRIN Catat Level Keasaman Laut Paparan Sunda 2 Kali Lebih Cepat
BRIN Catat Level Keasaman Laut Paparan Sunda 2 Kali Lebih Cepat
Pemerintah
Belajar dari Sulawesi Tengah, Membaca Peran Perempuan Ketika Bencana Menguji
Belajar dari Sulawesi Tengah, Membaca Peran Perempuan Ketika Bencana Menguji
LSM/Figur
ILO Dorong Literasi Keuangan Untuk Perkuat UMKM dan Pekerja Informal Indonesia
ILO Dorong Literasi Keuangan Untuk Perkuat UMKM dan Pekerja Informal Indonesia
Pemerintah
ULM dan Unmul Berkolaborasi Berdayakan Warga Desa Penggalaman lewat Program Kosabangsa
ULM dan Unmul Berkolaborasi Berdayakan Warga Desa Penggalaman lewat Program Kosabangsa
Pemerintah
PLTS 1 MW per Desa Bisa Buka Akses Energi Murah, tapi Berpotensi Terganjal Dana
PLTS 1 MW per Desa Bisa Buka Akses Energi Murah, tapi Berpotensi Terganjal Dana
LSM/Figur
Bulu Babi di Spanyol Terancam Punah akibat Penyakit Misterius
Bulu Babi di Spanyol Terancam Punah akibat Penyakit Misterius
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau