KOMPAS.com - Pasar kecerdasan buatan (AI) global diproyeksikan mencapai 4,8 triliun dollar AS pada tahun 2033.
Hal ini menurut PBB bisa mempengaruhi hampir setengah dari pekerjaan di seluruh dunia.
Dalam laporannya, Badan Perdagangan dan Pembangunan PBB (UNCTAD) memperingatkan meski AI mengubah ekonomi dan menciptakan peluang besar, teknologi tersebut juga berisiko menimbulkan kesenjangan.
Artinya adalah AI mampu menawarkan peningkatan produktivitas tetapi juga menimbulkan kekhawatiran tentang otomatisasi dan pemindahan pekerjaan.
Seperti dikutip dari Techxplore, Senin (7/4/2025) UNCTAD menyoroti bahwa sektor-sektor yang padat pengetahuan akan paling terekspos oleh AI.
Baca juga: Mengapa Perusahaan AI Seolah Berubah Menjadi Perusahaan Energi?
Ini berarti perekonomian maju atau negara-negara dengan tingkat pembangunan ekonomi yang tinggi menjadi yang paling terdampak.
Namun perekonomian maju memiliki keunggulan dalam hal kemampuan untuk memanfaatkan manfaat dan peluang yang ditawarkan oleh teknologi AI dibandingkan dengan negara-negara berkembang
"Manfaat otomatisasi yang digerakkan oleh AI sering kali lebih menguntungkan modal daripada tenaga kerja, yang dapat memperlebar kesenjangan dan mengurangi keunggulan kompetitif tenaga kerja berbiaya rendah di negara-negara berkembang," tulis UNCTAD dalam laporannya.
Kepala UNCTAD Rebeca Grynspan menegaskan pentingnya menempatkan manusia sebagai fokus utama dalam pengembangan kecerdasan buatan.
Ia juga mendesak peningkatan kerja sama internasional untuk mengubah fokus dari teknologi itu sendiri menjadi manusia, sehingga negara-negara dapat berkolaborasi dalam menyusun kerangka kerja kecerdasan buatan global.
"Meskipun kemajuan teknologi memicu pertumbuhan ekonomi, hal itu tidak dengan sendirinya memastikan pembagian pendapatan yang merata atau mendorong pembangunan manusia yang melibatkan semua pihak," katanya dalam sebuah pernyataan.
Laporan juga mencatat pada tahun 2023, apa yang disebut teknologi terdepan (frontier technologies), termasuk internet, blockchain, 5G, pencetakan 3D, dan AI, memiliki nilai pasar sebesar 2,5 triliun dollar AS.
Angka ini diprediksi akan melonjak enam kali lipat dalam sepuluh tahun mendatang, mencapai 16,4 triliun dollar AS.
Dan pada tahun 2033, AI akan menjadi teknologi terdepan di sektor ini, dengan nilai mencapai 4,8 triliun dollar AS.
Akan tetapi, UNCTAD mengingatkan bahwa ketersediaan infrastruktur dan keahlian di bidang AI masih sangat terpusat di segelintir negara saja.
Mereka mencatat bahwa hanya sekitar 100 perusahaan, yang mayoritas berlokasi di Amerika Serikat dan Tiongkok, yang saat ini bertanggung jawab atas 40 persen dari keseluruhan pengeluaran perusahaan di seluruh dunia untuk penelitian dan pengembangan.
Baca juga: Bisnis Jajaki AI untuk Keberlanjutan, tetapi Khawatir Biaya Energi
"Negara-negara harus bertindak sekarang. Dengan berinvestasi dalam infrastruktur digital, membangun kapabilitas, dan memperkuat tata kelola AI mereka dapat memanfaatkan potensi AI untuk pembangunan berkelanjutan," tulis laporan ini lagi.
Laporan UNCTAD juga menyebut AI bukan hanya tentang menggantikan pekerjaan tetapi dapat menciptakan industrri baru dan memberdayakan pekerja pula.
Berinvestasi dalam pelatihan ulang (reskilling), peningkatan keterampilan (upskilling), dan adaptasi tenaga kerja sangat penting untuk memastikan AI meningkatkan peluang kerja alih-alih menghilangkannya.
UNCTAD juga menekankan perlunya semua negara untuk mengambil bagian dalam diskusi tentang cara mengatur AI.
AI membentuk masa depan ekonomi dunia, namun 118 negara yang sebagian besar di belahan bumi selatan tidak hadir dalam diskusi tata kelola AI yang utama.
"Seiring dengan terbentuknya regulasi dan kerangka kerja etika untuk AI, negara-negara berkembang harus memiliki peran aktif dalam perundingan untuk memastikan AI melayani kemajuan global, bukan hanya kepentingan segelintir pihak," catat laporan ini lagi.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya