KOMPAS.com - Pergi ke salon untuk melakukan perawatan kuku, kulit tangan dan kaki alias manikur pedikur menjadi salah satu aktivitas yang diminati sekarang ini.
Sayangnya, aktivitas tersebut ternyata juga menyimpan sisi negatif. Banyak bahan kimia yang digunakan salon kuku yang dapat menghasilkan polutan udara yang menimbulkan risiko bagi kesehatan pelanggan dan pekerja.
Zat-zat tersebut termasuk metil metakrilat, yang membantu kuku akrilik menempel pada kuku asli.
Belum lagi, industri perawatan kuku global bernilai hampir 700 juta dollar AS ini menyumbang banyak sampah plastik.
Namun, tim peneliti di Institut ATLAS Universitas Colorado Boulder, Amerika Serikat punya solusinya.
Baca juga: Paling Berpolusi, Industri Fast Fashion Picu Krisis Sampah Global
Baru-baru ini mereka membuat terobosan menarik dengan mengembangkan produk di industri kecantikan yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Tim tersebut diketahui telah merancang telah merancang jenis kuku palsu yang biodegradable (dapat terurai secara alami), berwarna-warni, serta dapat disesuaikan yang biasanya digunakan untuk perawatan kuku.
Kuku biodegradable yang dinamakan Bio-e-Nails itu menggunakan bahan-bahan umum yang didapatkan dari alga (sejenis tumbuhan air) atau bagian luar yang keras dari kerang dan hewan-hewan lainnya (seperti kulit udang atau kepiting).
Ini menunjukkan bahwa kuku biodegradable ini dibuat dari sumber daya alam yang dapat diperbaharui.
Kuku-kuku ini tersedia dalam berbagai macam bentuk dan ukuran, memberikan fleksibilitas kepada pengguna untuk memilih gaya yang mereka sukai.
Misalnya saja Anda dapat menambahkan pewarna makanan untuk membuat kuku berwarna oranye terang, hijau, biru, atau warna lainnya.
Anda juga dapat menambahkan kilauan atau kristal untuk sedikit kemewahan ekstra
Sehingga ketika Anda sudah selesai atau bosan dengan gaya kuku tersebut Anda dapat melelehkan kuku-kuku tersebut dan membuat set kuku yang baru atau bahkan membentuknya menjadi apa pun yang Anda bisa bayangkan.
"Bio-e-Nails dapat digunakan berkali-kali. Materialnya dapat dilelehkan lagi dan dibentuk menjadi objek baru. Mulai dari kuku baru hingga tatakan gelas," kata Lázaro Vásquez, mahasiswa doktoral di ATLAS dan penulis utama penelitian ini.
Bio-e-Nails ini diluncurkan Maret lalu di konferensi Tangible, Embedded and Embodied Interaction (TEI) 2025 di Prancis.
Baca juga: Startup Bikin Mentega Ramah Lingkungan dari Karbon, Seperti Apa?
Mirela Alistar, penulis senior studi menjelaskan bahwa menciptakan fashion berkelanjutan tidak berarti mengorbankan fungsionalitas atau keindahan.
"Keberlanjutan lebih dari sekadar mengganti plastik dengan bahan pengganti. Baik perancang maupun pengguna juga perlu mengubah pola pikir mereka yang mempertimbangkan seluruh siklus hidup produk yang dapat dikenakan," katanya.
Lebih lanjut, Bio-e-Nails dirancang untuk penggunaan jangka pendek dan tidak dimaksudkan untuk penggunaan sehari-hari dalam jangka panjang.
Tim peneliti mengusulkan cara untuk memperpanjang masa pakai material Bio-e-Nails, salah satunya dengan pengomposan sebagai pilihan terakhir atau solusi jika cara lain tidak memungkinkan.
"Pilihan yang lebih baik daripada mengompos adalah menggunakan kembali material tersebut untuk tampilan kuku Anda berikutnya. Ini sejalan dengan konsep daur ulang dan penggunaan kembali yang ditekankan sebelumnya," papar Lázaro Vásquez.
"Pengomposan harus menjadi alternatif terakhir. Kami ingin agar bahan-bahan tersebut tetap digunakan selama mungkin," tambahnya.
Dalam biodesain, yang penting bukan hanya mengganti bahan-bahan tradisional dengan bahan-bahan yang dapat terurai secara hayati tetapi juga memikirkan kembali seluruh proses desain, mempertimbangkan siklus hidup bahan dan produk akhir, serta bagaimana bahan-bahan tersebut dapat tetap beredar dan diubah sebelum kembali ke alam.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya