Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Eropa Bisa Jadi Tujuan Ekspor Baru, Tapi Perusahaan RI Harus Perkuat "Sustainability"

Kompas.com - 08/04/2025, 16:14 WIB
Zintan Prihatini,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kebijakan perang dagang Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, dinilai bakal berdampak terhadap sustainable development atau pembangunan berkelanjutan di Indonesia.

Peneliti Senior The Prakarsa, Setyo Budiantoro, mengatakan bahwa kenaikan tarif impor AS bisa memengaruhi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) kedelapan, yang menekankan pertumbuhan ekonomi serta penciptaan lapangan kerja.

"Dengan kita ada restriksi untuk mengekspor ke Amerika ada risiko terkait employment. Terutama Goals kedelapan disebutkan soal employment and economic growth, jadi itu yang akan punya tantangan," ujar Setyo saat dihubungi Kompas.com, Selasa (8/4/2025).

Baca juga: AS Naikkan Tarif Impor, Bagaimana Dampaknya ke Industri Hijau?

Perusahaan di dalam negeri pun mengalami kesulitan di pasar Amerika apabila tarif impor tersebut diberlakukan.

Oleh karenanya, Indonesia perlu mengubah arah perdagangan yang tidak lagi bergantung pada Amerika Serikat.

Pertimbangkan Eropa

Kata Setyo, harus ada pemetaan untuk melihat berbagai macam peluang bermitra dengan negara lain.

"Selain Amerika, alternatifnya dengan Eropa. Kalau kita lihat di di Eropa, perusahaan-perusahaan harus melaporkan keberlanjutan, bukan hanya perusahaan Eropa tetapi juga perusahaan-perusahaan yang ada di Eropa," jelas dia.

"Kalau menurut saya justru ini menjadi kesempatan bagi kita untuk melakukan reformasi agar perusahaan-perusahaan kita itu makin bertanggung jawab makin sustainable," imbuh dia.

Baca juga: Ekspor Nikel Indonesia Terancam akibat Perang Dagang Trump

Dengan begitu, perusahaan RI dapat keluar dari zona nyamannya melalui ekspansi perdagangan ke pasar di negara-negara lain. Di samping itu, tarif impor Amerika Serikat bisa mengancam upaya pembangunan berkelanjutan global.

Setyo menyampaikan, ketika batasan tarif naik maka akan terjadi persaingan dagang yang sangat ketat. Alhasil, industri berpotensi hanya memikirkan bagaimana memproduksi barang dengan cara yang paling efisien tanpa memikirkan dampak lingkungan atau keberlanjutannya.

"Yang menjadi persoalan, kita akan kembali ke persoalan yang lama membuat produksi yang penting efisien, murah, tidak memikirkan persoalan lain. Sehingga tentu saja akan mengancam sustainable development kalau misalnya paradigma itu dipakai," papar Setyo.

Baca juga: Sektor Perikanan RI Bakal Kena Imbas Kenaikan Tarif Impor AS

Menurut dia, Amerika Serikat bakal merugi apabila tetap menerapkan tarif impor yang lebih tinggi untuk barang-barang yang masuk ke negaranya. Warga AS sendiri menjadi korban lantaran nantinya mendapatkan barang dengan kualitas rendah akibat terjadi inflasi tinggi.

Sebagai informasi, Trump menaikkan tarif impor untuk 180 negara, termasuk Indonesia yakni 32 persen.

Tarif dagang untuk Indonesia lebih besar dibandingkan beberapa negara Asia seperti Malaysia dan Jepang sebesar 24 persen, Filipina sebesar 17 persen, dan Singapura sebesar 10 persen.

Negara Asia yang terkena tarif dagang lebih besar antara lain China 34 persen, Thailand 36 persen, Vietnam 46 persen, serta Kamboja 49 persen.

Baca juga: Lancarkan Ekspor Nikel, Pemerintah Harus Lakukan Lobi ke AS

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Transformasi Industri Elektronik, Gandeng UMKM dan Kurangi Emisi Karbon

Transformasi Industri Elektronik, Gandeng UMKM dan Kurangi Emisi Karbon

Swasta
Earth AI, Kini Kecerdasan Buatan Bisa Bantu Eksplorasi Mineral Kritis

Earth AI, Kini Kecerdasan Buatan Bisa Bantu Eksplorasi Mineral Kritis

Swasta
'Matahari Buatan' China Pecahkan Rekor, Suhu Menyala 100 Juta Derajat Celsius

"Matahari Buatan" China Pecahkan Rekor, Suhu Menyala 100 Juta Derajat Celsius

Pemerintah
Melihat Bank Sampah Induk Gesit di Jaksel yang Berdayakan Kaum Ibu

Melihat Bank Sampah Induk Gesit di Jaksel yang Berdayakan Kaum Ibu

LSM/Figur
Dorong Pelaporan, UE Sederhanakan Aturan Keberlanjutan

Dorong Pelaporan, UE Sederhanakan Aturan Keberlanjutan

Pemerintah
ASEAN Tertinggal, Cuma 23 Persen Listrik dari Energi Terbarukan

ASEAN Tertinggal, Cuma 23 Persen Listrik dari Energi Terbarukan

LSM/Figur
Emisi Industri Bahan Bakar Fosil Picu Kenaikan Signifikan Permukaan Laut

Emisi Industri Bahan Bakar Fosil Picu Kenaikan Signifikan Permukaan Laut

Pemerintah
4 Tahun Lagi, Indonesia Berambisi Jadi Negara dengan PLTP Terbesar di Dunia

4 Tahun Lagi, Indonesia Berambisi Jadi Negara dengan PLTP Terbesar di Dunia

Pemerintah
Sektor Pelayaran Terancam Denda 380 Dollar AS per Metrik Ton CO2 jika Lebihi Batas Emisi

Sektor Pelayaran Terancam Denda 380 Dollar AS per Metrik Ton CO2 jika Lebihi Batas Emisi

Pemerintah
Makna Tema Hari Bumi 2025: Energi Kita, Planet Kita

Makna Tema Hari Bumi 2025: Energi Kita, Planet Kita

LSM/Figur
Perancis Manfaatkan Ayam untuk Tanggulangi Sampah Organik

Perancis Manfaatkan Ayam untuk Tanggulangi Sampah Organik

Pemerintah
MIND ID Klaim Reklamasi 7.200 Hektare Lahan Tambang Selama 2024

MIND ID Klaim Reklamasi 7.200 Hektare Lahan Tambang Selama 2024

BUMN
Berkat Keterlibatan Aktif Masyarakat, Laju Kerusakan Mangrove di Desa Ini Turun 96 Persen

Berkat Keterlibatan Aktif Masyarakat, Laju Kerusakan Mangrove di Desa Ini Turun 96 Persen

Pemerintah
Truk Sampah Listrik Milik DLH Jakarta Punya Fitur 'Super Fast Charging'

Truk Sampah Listrik Milik DLH Jakarta Punya Fitur "Super Fast Charging"

Pemerintah
Jejak Karbon Bulanan ChatGPT Setara 260 Penerbangan

Jejak Karbon Bulanan ChatGPT Setara 260 Penerbangan

Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau