JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berencana mengekspor hidrogen ke wilayah Asia Pasifik.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi, mengatakan hal itu dilakukan lantaran produksi hidrogen dalam negeri melimpah.
"Ini prediksi ya, di 2060 demand-nya 11 juta (ton per tahun), suplainya bisa 17 juta ton hidrogen per tahun. Jadi, itu bisa dilakukan eksplorasi untuk pasar ekspor," ujar Eniya saat ditemui di Jakarta Convention Centre, Jakarta Pusat, Selasa (15/4/2025).
Adapun negara utama ekspor hidrogen di antaranya Korea dan Jepang yang bisa membeli dengan harga tinggi.
Eniya menyatakan, saat ini pemerintah telah menyiapkan peta jalan pemanfaatan hidrogen dan amonia nasional. Dokumen itu mencakup analisis produksi, pemanfaatan, hingga implementasinya.
Baca juga: Dekarbonisasi Penerbangan, Airbus Kembangkan Pesawat Tenaga Hidrogen
"Roadmap-nya ini kami punya 512 inisiasi action plan-nya, dan itu yang akan kami awasi, pantau dan dampingi," ungkap Eniya.
"Dokumen ini diharapkan menjadi pedoman bagi seluruh pemangku kepentingan dan mengembangkan ekosistem hidrogen sebagai upaya dekarbonisasi sistem energi nasional dan berkontribusi di global," imbuh dia.
Hidrogen digunakan untuk mendukung pengembangan energi baru terbarukan (EBT). Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, menuturkan pemanfaatan hidrogen merupakan bagian dari hilirisasi serta swasembada energi.
"Sebab bahan baku daripada hidrogen bisa memakai batu bara, gas, dan juga air dengan proses memakai EBT. Saya pikir, ini menjadi salah satu alternatif menggantikan fosil dalam rangka mencapai Net Zero Emission pada 2060," terang Bahlil.
Baca juga: IESR Usulkan 6 Langkah Percepat Ekosistem Hidrogen Hijau di Indonesia
Berdasarkan data Kementerian ESDM, konsumsi bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia mencapa 1,5 juta barrel per harinya. Sedangkan jumlah yang bisa diproduksi secara lokal hanya sekitar 600.000 barrel.
"Kita impor 900.000 sampai 1 juta barrel. Cara kita mengurangi impor memanfaatkan potensi bahan bakar pengganti fosil bisa B40, baterai listrik, dan hidrogen. Hidrogen ini baru karena kalau di compile dengan mobil listrik biayany masih mahal, mudah-mudahan dengan teknologi jadi lebih murah," jelas Bahlil.
Baca juga: Pemerintah: Peta Jalan Kendaraan Hidrogen Terkendala Regulasi dan Insentif
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya