KOMPAS.com - Peta jalan terkait transportasi bertenaga hidrogen membutuhkan pembahasan yang lebih mendalam.
Pasalnya, kendaraan bertenaga hidrogen masih terkendala terhadap regulasi dan juga insentif.
Hal tersebut disampaikan Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi di sela acara Toyota Series Carbon Neutrality, di Jakarta, Jumat (14/2/2025).
Baca juga: Cara Produksi Hidrogen Berkelanjutan Dikembangkan, Bebas Emisi Karbon
Eniya menuturkan, Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET) masih menjadi penyangga tertinggi untuk pemberian insentif yang kini belum dibahas lebih lanjut.
“Jadi, dasarnya itu yang membuat kita mandek karena regulasi tidak ada,” kata Eniya, sebagaimana dilansir Antara.
Eniya berujar, di dalam RUU EBET terdapat salah satu pasal yang menekankan para pelaku atau badan usaha yang melakukan mitigasi iklim ataupun memiliki kegiatan penurunan emisi bakal mendapatkan insentif via emisi karbon.
"Tidak ada untuk mengalihkan, misalnya mengalihkan insentif dari fosil ke yang renewable (terbarukan). Nah, nanti kalau sudah ada cantolan dasar hukumnya baru kita upayakan bagaimana modelnya," ujar dia.
Baca juga: Ekosistem Energi Hidrogen Indonesia Tertinggal, Belum Punya Standar
Dia mengatakan, transportasi bertenaga hidrogen tidak hanya terkendala mengenai regulasi dan juga insentif.
Kendala lainnya adalah mengenai harga yang turut memengaruhi peredaran kendaraan hidrogen di tanah air.
Menurut dia, Jepang yang saat ini sudah mulai memasarkan kendaraan berbasis hidrogen menjual kendaraan bertenaga hidrogen dengan harga yang cukup terjangkau, yakni 1,7 juta yen atau sekitar Rp 180,9 juta.
Sehingga, kalau Indonesia masuk ke dalam fase kendaraan hidrogen dan banyak produsen otomotif yang bermain serta memproduksi kendaraan tersebut secara lokal, harga kendaraan tersebut tnetu menjadi lebih terjangkau.
Baca juga: RDF Plant Jakarta Dilengkapi Teknologi Penyerap Bau Amonia dan Hidrogen Sulfida
Sampai saat ini, Indonesia telah memiliki dua lokasi Stasiun Pengisian Bahan Bahar Hidrogen (SPBH).
Kedua stasiun tersebut masing-masing berada di Senayan, Jakarta Selatan dan juga Karawang, Jawa Barat.
Kehadiran dua SPBH tersebut diharapkan menjadi stimulus berkembangnya kendaraan hidrogen di Indonesia.
Baca juga: Ekspor Hidrogen Indonesia Berpotensi Hadapai Sejumlah Tantangan
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya