Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
The Conversation
Wartawan dan akademisi

Platform kolaborasi antara wartawan dan akademisi dalam menyebarluaskan analisis dan riset kepada khalayak luas.

Membangun Big Data Biodiversitas Indonesia

Kompas.com, 15 April 2025, 12:17 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh Yaniasih*, Al Hafiz Akbar Maulana Siagian**, dan Ira Maryati*** 

KOMPAS.com - Di masa depan, anak cucu kita belum tentu bisa melihat hewan atau tumbuhan yang kita lihat sekarang—mereka bisa saja punah.

Dalam suatu model perhitungan yang melibatkan ribuan ahli, diperkirakan 24 spesies punah per hari. Perhitungan lain yang dilakukan U.N. Convention on Biological Diversity memperkirakan setiap hari ada 150 spesies punah dari dunia.

Andai kita punya data yang cukup untuk mengetahui ancaman yang dihadapi spesies tertentu, mungkin kita masih bisa mengambil langkah antisipasi untuk menyelamatkan mereka. Sayangnya, data biodiversitas (keanekaragaman hayati) kita masih jauh dari cukup. Bahkan dari kepunahan yang tercatat, masih banyak kepunahan yang tidak kita tahu.

Di Indonesia, khususnya, sudah banyak spesies langka yang punah sebelum sempat terdeteksi atau diteliti. Contohnya beberapa jenis burung gelatik jawa, manyar, betet biasa, hingga jalak putih yang mengalami penurunan populasi secara drastis pada pertengahan tahun 80-an dan akhirnya menghilang sebelum diketahui persebarannya.

International Union for Conservation of Nature IUCN terus mencatat ada banyak spesies hewan dan tumbuhan langka di Indonesia yang jumlahnya menurun drastis bahkan terancam punah saat ini.

Beragam varietas tanaman pangan lokal juga hilang karena kurangnya konservasi genetika. Sementara itu, eksploitasi sumber daya alam terus terjadi. Semua ironi ini mengarah pada satu hal: kebutuhan mendesak akan data raya (big data) biodiversitas yang komprehensif demi perlindungan biodiversitas yang lebih baik.

Data biodiversitas berserakan

Hingga kini, Indonesia belum memiliki basis data nasional biodiversitas yang benar-benar lengkap dan terintegrasi.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebetulnya punya data inventarisasi dan verifikasi jenis spesies dan lokasi di seluruh Indonesia. Konsorsium Biologi Indonesia (KOBI) juga menyusun Indeks Biodiversitas Indonesia (IBI) yang berisi informasi status keanekaragaman hayati, tren, dan dampak kegiatan pembangunan terhadap biodiversitas di habitatnya.

Sementara Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) memiliki jutaan data koleksi ilmiah dari berbagai spesies flora, fauna, bahkan mikrobiologi. Publikasi ilmiah hasil penelitian tentang berbagai potensi keanekaragaman hayati juga tersebar di berbagai jurnal.

Sayangnya, informasi tersebut berserakan di berbagai institusi dan tidak terintegrasi, sehingga data-data ini sulit dikelola dan dimanfaatkan secara optimal. Imbasnya, upaya konservasi tidak bisa dilakukan dengan efektif dan berisiko gagal melindungi keanekaragaman hayati dari kepunahan.

Baca juga: Indonesia Jangan Muram, Kejar Ketertinggalan lewat Riset Biodiversitas

Lebih dari dua juta hektare kawasan konservasi di Indonesia mengalami kerusakan tanpa rencana restorasi yang efektif karena minimnya informasi tentang kondisi lahan. Penurunan populasi satwa liar juga semakin mengkhawatirkan, dengan sejumlah spesies di Asia Pasifik, termasuk Indonesia, mengalami penurunan hingga 60 persen akibat kurangnya data mengenai peta distribusi dan ancaman.

Keterbatasan data juga membuat potensi alam tidak bisa dikembangkan dengan optimal. Minimnya dokumentasi biodiversitas menghambat penelitian dan pengembangan di sektor ekonomi berbasis sumber daya hayati, seperti industri farmasi, pangan, energi dan bioteknologi.

Bersatu membangun big data biodiversitas

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Fokus Perdagangan Karbon, Misi RI di COP 30 Dinilai Terlalu Jualan
Fokus Perdagangan Karbon, Misi RI di COP 30 Dinilai Terlalu Jualan
LSM/Figur
Pulau Obi Jadi Episentrum Baru Ekonomi Maluku Utara
Pulau Obi Jadi Episentrum Baru Ekonomi Maluku Utara
Swasta
Dari Gaza hingga Ukraina, Alam Jadi Korban Sunyi Konflik Bersenjata
Dari Gaza hingga Ukraina, Alam Jadi Korban Sunyi Konflik Bersenjata
Pemerintah
Cacing Tanah Jadi Sekutu Tak Terduga dalam Perang Lawan Polusi Plastik
Cacing Tanah Jadi Sekutu Tak Terduga dalam Perang Lawan Polusi Plastik
LSM/Figur
Subsidi LPG 3 Kg Diproyeksikan Turun 21 Persen, Jaringan Gas Jadi Alternatifnya
Subsidi LPG 3 Kg Diproyeksikan Turun 21 Persen, Jaringan Gas Jadi Alternatifnya
LSM/Figur
Laut Kunci Atasi Krisis Pangan Dunia, tapi Indonesia Tak Serius Menjaga
Laut Kunci Atasi Krisis Pangan Dunia, tapi Indonesia Tak Serius Menjaga
LSM/Figur
Konsumen Gandrungi Kendaraan Listrik, Penjualan Baterai EV Naik 9 Kali Lipat
Konsumen Gandrungi Kendaraan Listrik, Penjualan Baterai EV Naik 9 Kali Lipat
LSM/Figur
Indef: Ambisi B50 Sejalan dengan Transisi Energi, tapi Butuh Stabilitas Pendanaan
Indef: Ambisi B50 Sejalan dengan Transisi Energi, tapi Butuh Stabilitas Pendanaan
LSM/Figur
Ethiopia Jadi Tuan Rumah COP32, COP31 Masih Jadi Rebutan Australia dan Turki
Ethiopia Jadi Tuan Rumah COP32, COP31 Masih Jadi Rebutan Australia dan Turki
Pemerintah
RI Jadikan Sektor FOLU Pilar Pasar Karbon Internasional Dalam COP30
RI Jadikan Sektor FOLU Pilar Pasar Karbon Internasional Dalam COP30
Pemerintah
Masalah Baru, Cara Usang: Resep Orde Baru Dinilai Tak Akan Atasi Krisis Pangan
Masalah Baru, Cara Usang: Resep Orde Baru Dinilai Tak Akan Atasi Krisis Pangan
LSM/Figur
Biasanya Jadi Gula, Kini Pertamina Pikirkan Ubah Aren Jadi Bioetanol
Biasanya Jadi Gula, Kini Pertamina Pikirkan Ubah Aren Jadi Bioetanol
BUMN
Perusahaan RI Paling Banyak Raih Penghargaan Asia ESG Positive Impact Awards
Perusahaan RI Paling Banyak Raih Penghargaan Asia ESG Positive Impact Awards
Swasta
Pastikan Kawanan Gajah Aman, BKSDA Riau Pasang GPS pada Betina Pemimpinnya
Pastikan Kawanan Gajah Aman, BKSDA Riau Pasang GPS pada Betina Pemimpinnya
Pemerintah
Bukan Cuma Beri Peringatan, Taiwan Tetapkan Panas Ekstrem sebagai Bencana Alam
Bukan Cuma Beri Peringatan, Taiwan Tetapkan Panas Ekstrem sebagai Bencana Alam
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau