Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Profesor IPB Jelaskan Alasan Direwolf yang Punah Bisa Diciptakan Kembali

Kompas.com - 11/04/2025, 06:45 WIB
Zintan Prihatini,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Guru Besar IPB University, Arief Boediono, mengungkapkan hewan yang dinyatakan punah kini bisa diciptakan kembali dengan bioteknologi dan genomik. 

Hal ini disampaikannya, merespons riset Colossal Biosciences, dengan menghidupkan kembali serigala buas atau dire wolf yang sudah punah sejak sekitar 12.500 tahun lalu. 

Arief menjelaskan bahwa para peneliti melakukan penyuntingan genom atau gene editing, untuk mempertahankan DNA hewan yang akan digunakan. 

Baca juga: Ilmuwan Hidupkan Serigala Purba Dire Wolf yang Punah 10.000 Tahun Lalu

“Jadi di-edit mana gene yang akan dipertahankan mana yang akan dibuang atau diganti, itu memungkinkan. Artinya dilahirkan kembalinya lewat hewan yang paling mirip,” ujar Arief saat dihubungi Kompas.com, Kamis (10/4/2025). 

Dalam menciptakan kembali direwolf, peneliti menggunakan induk pengganti untuk melahirkan serigala yang telah punah tersebut.

Arief menuturkan, faktor yang harus diperhatikan ialah masa kehamilan indukan yang sama dengan calon hewan yang akan dilahirkan. 

Baca juga: Berapa Banyak Spesies yang Akan Punah akibat Perubahan Iklim?

“Gen yang buntingnya katakanlah perlu 280 hari dibuat menjadi 150. Itu yang diotak-atik supaya resipiennya induk yang akan dijadikan bunting bisa menerima, dan bisa bunting sesuai dengan umur kebuntingan hewan yang dititipin,” ungkap dia.

Dire wolf merupakan proyek Colossal Biosciences dengan mengumpulkan pendanaan dari pihak lain. Tim peneliti menggunakan kloning serta penyuntingan gen berdasarkan dua sampel kuno DNA serigala ganas untuk melahirkan tiga anak.

“Kalau kita ada beberapa ahli yang bisa mengerjakan. Tetapi (kendalanya) komitmennya kadang-kadang setahun dananya enggak ada. Lalu besok ada lagi, itu kan menjadi tidak continue,” imbuh dia. 

Baca juga: Mencari Jejak Macan Tutul Jawa yang Terancam Punah

Sementara itu, Colossal mengubah gen serigala abu-abu yang masih hidup hingga saat ini selaku kerabat terdekat serigala direwolf. Gen serigala abu-abu Canis lupus dipadukan dengan DNA serigala ganas dari gigi berusia 13.000 tahun dan tengkorak serigala berusia 72.000 tahun.

Hasil kloning sel dipindahkan ke sel telur serigala abu-abu sebagai surrogate mother yang hamil spesies serigala ganas. Hasilnya, mereka melahirkan tiga anak serigala yang sehat berupa spesies hibrida dengan bulu putih mirip dengan serigala ganas yang telah punah.

Baca juga: 2000 Riset Dianalisis, Hasilnya: Fix, Manusia Biang Keladi Kepunahan

Terlahir dua ekor serigala jantan bernama Romulus dan Remus, serta satu betina yang dinamai Khaleesi. Serigala ganas Aenocyon dirus berukuran lebih besar daripada serigala abu-abu dan memiliki kepala sedikit lebih lebar, bulu yang tebal, dan rahang yang lebih kuat.

Anak serigala ini mirip serigala ganas tetapu hampir seluruh genomnya identik dengan serigala abu-abu. Ketiga serigala ganas tinggal di lahan rahasia seluas 2.000 hektare yang terdaftar di Departemen Pertanian AS.

"Dahulu dikatakan, 'teknologi yang cukup maju tidak dapat dibedakan dari keajaiban'. Hari ini, tim kami dapat mengungkap sebagian keajaiban yang mereka kerjakan dan dampaknya yang lebih luas terhadap konservasi," jelas CEO Colossal, Ben Lamm, dikutip dari CNN.

Baca juga: WWF: Penurunan Populasi Satwa Liar Bisa Berdampak ke Ekonomi

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Masyarakat Indonesia Timur Diminta Waspada Cuaca Ekstrem Imbas Bibit Siklon Tropis di Laut Timor

Masyarakat Indonesia Timur Diminta Waspada Cuaca Ekstrem Imbas Bibit Siklon Tropis di Laut Timor

Pemerintah
Soal Timbunan Sampah Medis di Permukiman Karawang, DLHK: Kelalaian Rumah Sakit

Soal Timbunan Sampah Medis di Permukiman Karawang, DLHK: Kelalaian Rumah Sakit

Pemerintah
Perkembangan AI: Solusi atau Justru Memperparah Krisis Iklim?

Perkembangan AI: Solusi atau Justru Memperparah Krisis Iklim?

LSM/Figur
La Nina Dinyatakan Berakhir, Bagaimana Dampaknya di Indonesia?

La Nina Dinyatakan Berakhir, Bagaimana Dampaknya di Indonesia?

Pemerintah
Pertumbuhan PLTU Batu Bara Dunia Turun, Bagaimana Indonesia?

Pertumbuhan PLTU Batu Bara Dunia Turun, Bagaimana Indonesia?

LSM/Figur
Danantara: Bisnis Pengolahan Sampah Bisa Balik Modal 5 Tahun

Danantara: Bisnis Pengolahan Sampah Bisa Balik Modal 5 Tahun

Pemerintah
KLH Tak Kesampingkan Isu Polutan Berbahaya Pemicu Kanker dari PLTSa

KLH Tak Kesampingkan Isu Polutan Berbahaya Pemicu Kanker dari PLTSa

Pemerintah
Perusahaan Jerman Tingkatkan Fasilitas Daur Ulang Tembaga Di AS

Perusahaan Jerman Tingkatkan Fasilitas Daur Ulang Tembaga Di AS

Swasta
Konsumsi BBM Lebaran 2025 Turun dari 2024, KESDM: Kendaraan Listrik Naik

Konsumsi BBM Lebaran 2025 Turun dari 2024, KESDM: Kendaraan Listrik Naik

Pemerintah
AS Keluar dari Pembicaraan Penting soal Pengurangan Polusi Kapal Laut

AS Keluar dari Pembicaraan Penting soal Pengurangan Polusi Kapal Laut

Swasta
Tak Ada Kapal Laut, 4.000 Masyarakat Adat di Enggano Terancam Terisolasi

Tak Ada Kapal Laut, 4.000 Masyarakat Adat di Enggano Terancam Terisolasi

Pemerintah
Kapal Pesiar Bertenaga Hidrogen Pertama Di Dunia Akan Segera Diluncurkan

Kapal Pesiar Bertenaga Hidrogen Pertama Di Dunia Akan Segera Diluncurkan

Swasta
Karena Perubahan Iklim, “Sungai” Bisa Terbentuk di Atmosfer

Karena Perubahan Iklim, “Sungai” Bisa Terbentuk di Atmosfer

LSM/Figur
6 Kegiatan Sederhana dari Rumah untuk Ikut Rayakan Hari Bumi

6 Kegiatan Sederhana dari Rumah untuk Ikut Rayakan Hari Bumi

LSM/Figur
Transisi dari Bahan Bakar Fosil Bisa Perkuat Ketahanan Energi Negara

Transisi dari Bahan Bakar Fosil Bisa Perkuat Ketahanan Energi Negara

LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau